Hujan sudah berhenti total. Menyisakan genangan-genangan kecil di halaman sekolah. Kedatangan para guru dan murid yang tadi sempat terhambat cuaca, kini mulai kembali ramai lancar. Tapi berhubung lapangan sekolah dalam kondisi basah, serta warga sekolah belum sepenuhnya hadir, akhirnya yang seharusnya pagi ini ada upacara bendera, terpaksa diundur senin depan. Itu pun jika tidak hujan lagi.
Di kelas 3 IPS A, tampak Linn yang baru saja memasuki kelas langsung bergabung dengan dua sahabatnya yang sudah lebih dulu sampai.
"Dor!" begitu cara Linn menyapa.
Dewik yang tengah serius membaca novel, serta Yonah yang asyik menatap gerimis sambil menggigiti ujung pulpen, serempak menoleh ke arah Linn.
"Seneng banget kayaknya. Dapat kenalan ganteng lagi?" tuduh Dewik, menutup novel yang dibacanya.
"Sok tau!" bantah Linn sambil tersenyum. "Dompetku ketemu."
"Beneran ketemu?" tanya Yonah setengah tak percaya.
Linn memamerkan dompet di tangannya. "Isinya masih utuh. Uang sama kalungnya nggak diambil sama yang nemuin."
"Wah. Gimana ceritanya?"
Linn menduduki salah satu kursi. "Jadi gini. Kebiasaan aku tuh tiap bangun tidur langsung cantik. Tapi tadi pagi beda, begitu bangun aku langsung sedih, teringat sama dompetku yang belum ketemu-ketemu. Karena kita udah datengin toko itu dan ternyata di sana nggak ada, kupikir dompetku ketinggalan di rumah. Makanya seluruh rumah aku ubek-ubek. Bahkan aku sampai mengerahkan kekuatan seluruh keluarga buat bantuin nyari. Tapi tetep aja nggak ketemu. Sedih banget kan?"
"Iya sedih bangetlah pastinya. Trus? Trus?"
"Abis itu aku pipis, mandi, berwudhu dan sholat shubuh. Nggak lupa selesai sholat aku berdoa'a kepada Alloh, memohon agar dompetku bisa kembali dalam keadaan selamat. Soalnya kata pak Ustad, kalau kita menginginkan sesuatu, selain dengan berusaha, sebaiknya juga diiringi dengan do'a. Iya, kan?"
"Iya, iya. Trus?" tanya Yonah semakin penasaran.
"Habis sholat aku beres-beres kamar sebentar. Aku tuh ya, biar cantik begini, rajin beberes kamar sendiri tau gak? Nggak melulu ngandelin pembantu. Kan kasian juga tugas Mbak Uci di rumah udah banyak. Mulai dari masak, nyapu, ngepel, cuci piring, cuci baju, cuci motor, cuci darah...
"Terus?!" potong Yonah tak sabar.
"Kemudian setelah kamar rapi aku buka lemari...
"Dan ternyata dompet itu ada dalam lemari?" potong Yonah sekali lagi, menebak.
"Bukan! Aku buka lemari mau ngambil seragam sekolah."
"Trus ketemu sama dompetnya kapan?!" Yonah sudah habis kesabaran.
"Tunggu dong! Jangan dipotong-potong terus. Nah, selesai memakai seragam aku sarapan kayak biasanya. Bagiku sarapan itu penting, buat menjaga stamina kita hingga siang hari. Dokter-dokter juga menganjurkan kita untuk nggak lupa sarapan. Tapi gara-gara terus kepikiran sama dompet, aku sarapannya nggak selera. Cuma dikit langsung berangkat sekolah. Eh di tengah jalan tiba-tiba hujan turun deras. Deras banget. Karena di tengah jalan hujan, tentu aku minggir kan? Aku belok ke sebuah ruko numpang berteduh. Ruko-nya masih belum jadi gitu. Entah pemiliknya kehabisan modal, entah tanahnya sengketa, atau bisa juga anggarannya dikorupsi kayak proyek Hambalang...
Dewik mulai mengantuk. "Yonah, sementara ini aku lanjut baca dulu. Ntar kalau ceritanya udah sampai pada waktu dompetnya ketemu, tolong kabarin."
"Sip!" jawab Yonah, yang dia sendiri pun kemudian memilih menatap mendung dari balik kaca kelas.
Sementara itu, Linn masih semangat bercerita. "Pas aku di ruko itu, ada seorang mahasiswa datengin aku. Dan ternyata, dia lah sang penemu dompetku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen romantis
Teen FictionSebuah cerita cinta yang rada rada. Tidak baik dibaca di tempat umum .