#21

9.4K 25 1
                                    

Semenjak peristiwa di restoran malam itu, Adi dan Linn lebih hati-hati jika ingin bertemu. Sebisa mungkin menghindari tempat-tempat yang berpotensi kepergok Yonah ataupun Dewik. Seperti sabtu petang ini, Adi mengajak Linn ketemuan di lantai 4 kampusnya.

Lantai 4 tersebut sekaligus atap bagi kampus. Jika siang panasnya bisa sangat mencekam, tapi kalau sore-sore atau malam hari, cukup memadai dijadikan tempat nongkrong-nongkrong memantau lalu-lintas kota Palembang , sambil menikmati indahnya kelap-kelip lampu sein.

"Scandiva ini siapa sih? Giat banget komen di status kamu," tanya Linn yang sedang melihat-lihat dinding Facebook Adi.

"Nggak kenal kok. Berteman di Facebook juga belum lama."

"Kalau dia komen, kamu jangan terlalu ngeladenin gini dong, kaj. Aku nggak suka!" kata Linn sambil cemberut.

"Iya, Beb. Maaf. Besok-besok enggak lagi-lagi," sahut Adi berjanji. Tadi siang ia memang sempat berbalas-balasan komen dengan Scandiva. Orangnya asyik kalau komen lucu, tidak asal komen kayak aktivis Facebook kebanyakan.

Linn menutup Facebook-nya, beralih memandang langit petang yang mulai memunculkan bintang-bintang.

"Kak adi bintangnya apa?"

"Kenapa tiba-tiba nanyain bintang?"

"Jangan bales nanya!"

Belum sempat Adi menjawab, ada kiriman WhatsApp dari Jabon. Isinya cuma mengingatkan malam ini malam minggu, jangan lupa ngeband!

Adi dongkol sendiri membaca pesan itu. Pertama, tanpa perlu dingatkan, Adi sudah ingat sekarang malam minggu waktunya ngeband! Kedua, Adi sebenarnya sangat ingin hingga malam nanti terus bersama Linn. Tapi bagaimana lagi, inilah resiko pacaran sembunyi-sembunyi yang harus ia terima.

"Pulang yuk, Sayang. Kampusnya kayaknya udah mau tutup," ajak Adi tiba-tiba.

"Ditanyain bintang gitu aja malah ngajak pulang. Emang nggak sekalian malam mingguan?"

"Ya masa malam mingguan masih gini? Ganti penampilan dululah. Mandi, ganti baju, pakai minyak rambut, operasi wajah...

"Jawab dulu bintangnya kamu apa?" potong Linn.

Ada rasa heran dalam benak Adi, terhadap cewek-cewek yang percaya ramalan bintang, kemudian suka mencocok-cocokkan bintangnya dengan bintang cowoknya. Sebenarnya cowok juga banyak, tapi Adi sudah tidak termasuk. Dulu waktu SMP memang sempat tersesat. Tiap beli majalah, yang dilihat pertama pasti rubrik horoskop, dan tentu saja ramalan zodiaknya yang dibaca duluan, setelah itu zodiak gebetannya. Zodiak-zodiak yang lain menjadi tidak penting. Sering memang yang diramalkan itu hampir sesuai kenyataan, tapi setelah Adi mencoba membaca-baca zodiak yang lain, apa yang diramalkan untuk zodiak lain itu juga dialaminya. Adi sempat stress. Sebenarnya dia salah bintang atau bagaimana?

Dan dulu Adi pernah dirugikan secara materi gara-gara percaya bintang. Ceritanya dia tergoda ikutan ketik REG spasi Nama Bintang lalu kirim ke nomor tertentu. Adi kecewa. Bukan karena ramalan untuknya jelek-jelek, melainkan SMS-SMS ramalan itu terus masuk meski Adi sudah UNREG berulang kali. Setiap isi ulang, pulsanya langsung disedot tanpa izin. Adi trauma sampai ganti kartu. Makanya sejak saat itu persetan dengan ramalan bintang!

"Pilihin dong yang bagus buat aku bintang apa?"

"Mana bisa gituuu!" Linn cemberut manja.

"Dulu waktu SMP bintangku Scorpio. Nggak tau kalau sekarang, mungkin RX-King."

Linn cemberut kuadrat.

Adi tertawa sebentar, kemudian kepalanya mendongak ikut memandang langit. "Aku tuh sebenarnya nggak peduli bintangku scorpio, libra, kejora, bintang tujuh, bintang kelas. Bagiku, bisa menjadi bintang hatimu itu yang paling penting, Linn."

Linn tersenyum malu. "Yaudah ayo pulang saja."

--~=00=~--

Kuteriakan rasa

Lewat debu-debu di ujung sepatu

Tak mau lagi kumencintai cinta

Cinta itu menyakitiku

Suatu hari hampir mematikanku

Kerinduan tanpa tepi-tepi waktu

Menyiksa dalam tidur dan sadarku

Siang malam berakhir percuma

Ketika cinta yang kurasa

Dia cuma fatamorgana

Bagai jerat laba-laba

Tiada terbaca

Tapi perangkapnya nyata

Ku mau sendiri saja

Tanpa cinta ku mampu berdiri

Tanpa cinta ku mampu berdiri

Meniti hari berburu prestasi

Aku benci cinta...

So.. Lalilalii...

Oo.. Laolalaa...

Di sebuah studio musik murahan, Gebrack Band sedang asyik berlatih. Jabon sang gitaris yang sekaligus merangkap vokalis, lewat suaranya yang serak basah-basah dan pic control tidak terkontrol, tengah menyanyikan lagu 'anti cinta' ciptaannya sendiri. Diiringi hentakan periodik dari drum yang digebuk Adi. Di posisi bass, Dade mempermainkan alat musiknya dengan betotan akurat. Sementara Woko yang juga memegang gitar, tidak kalah seru beraksi berjingkrak-jingkrak bahagia, berkhayal tengah berada di hingar bingar panggung konser, padahal justru mirip monyet dapat lemparan kacang.

Lima menit kemudian lagu berakhir.

"Makin hari makin kompak aja perform kita. Aku yakin suatu saat band kita akan menjadi sebuah band besar!" koar Jabon kepada kawanannya.

"Tapi sebaiknya kita segera nambah personil untuk posisi vokalis, pengganti Beno. Suara lu udah dangdut banget, Bon! Nggak pantes sama formasi baru band kita," sahut Dade mengeluarkan pendapat.

"Iya bener. Tadinya juga aku mau usul gitu, tapi males," Woko menimpali.

"Sebenarnya dari awal aku juga pengen usul itu, tapi aku kuatir kalian nggak setuju," celetuk Jabon. "Aku sendiri heran sama suaraku. Padahal kalau nyanyi sambil denger lagu pakai earphone, suaraku bagus banget. Asli! Tapi entah pas tanpa earphone, bisa hancur banget gini."

"Jadi gimana? Apa perlu kita adain audisi di 5 kota besar di Indonesia?" tanya Dade tanpa memperdulikan curhatan Jabon.

"Nggak perlu. Masing-masing kita sambil cari-cari aja, kalau ketemu yang suaranya ngerock, tawarin masuk ke band kita tanpa audisi," jawab Jabon.

Adi tak sempat nimbrung, via chat WA ia sedang berjuang keras membujuk Linn yang sedang merajuk berat karena malam ini tidak diapeli.

--~=00=~--

Cerpen romantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang