"Aku jatuh cinta sama Linn," kata Adi tiba-tiba tanpa pembukaan apa-apa. Selepas maghrib itu, ia menyusul Yonah yang sedang duduk menyulam kain di teras samping rumah.
Pelan-pelan Yonah menoleh ke arah Adi, matanya perlahan membola, mulutnya ternganga. "Apa?"
"Aku jatuh cinta sama Linn."
"I.. Ini aku yang salah denger? Apa kakak yang salah ngomong?"
"Nggak ada yang bersalah dalam hal ini. Kamu nggak salah denger. Aku juga nggak salah ngomong. Aku jatuh cinta sama Linn," Adi menegaskan sekali lagi.
Yonah mengibaskan tangan. "Nggak, nggak. Ini pasti cuma mimpi. Enggak, kak. Kamu nggak mungkin jatuh cinta sama Linn!"
"Nggak usah kayak sinetron gitu. Lebay!" Adi mencubit pipi Yonah.
"Auw! Apaan sih? Sakit tau!" Yonah melotot sambil meraba-raba pipinya.
"Nah, kalau sakit berarti ini bukan mimpi. Ini kenyataan yang harus kamu hadapi, bahwa suatu saat kamu akan memanggil Linn kakak."
"Gombaaal!" teriak Yonah.
Adi tertawa. "Dia cantik ya? Lesung pipinya itu. Duh..."
"Tapi kan dia masih anak SMA. Sementara kamu sukanya cewek-cewek yang dewasa, kak? Jangan lupa itu!"
Adi terdiam. Sejujurnya ia tidak lupa, hanya saja kesupelan Linn, tingkahnya yang menyenangkan, serta senyumnya yang bergigi kelinci dan berlesung pipi, telah mengoyahkan prinsip Adi selama ini. "Aku sanggup kok nunggu Linn dewasa dan lulus SMA, sambil macarin dia."
Tangan Yonah mengepal. Bibirnya terkatup. Ia benar-benar kesal.
"Lagian kedewasaan seseorang bukan cuma dilihat dari umurnya. Menurutku, cara paling akurat mengetahui seseorang sudah dewasa atau belum adalah melihatnya saat pangkas rambut. Kalau setelah pangkas bayarnya 15.000, berarti sudah dewasa," jelas Adi. Pengetahuan tersebut didapatnya dari hasil pengamatan di tempat pangkas rambut Jabon selama ini.
"Huft!" dengus Yonah. Ternyata Adi dan Linn sama saja cara pandangnya perihal kedewasaan. Sama-sama tak waras!
Yonah bukan tidak suka kakaknya punya hubungan spesial dengan Linn. Ia justru bahagia banget, seandainya hubungan spesial itu berupa pernikahan. Kalau sekedar pacaran, Yonah tidak setuju. Tidak pokoknya tidak!
Kebanyakan orang pacaran ujung-ujungnya putus, kemudian setelah putus jadi musuhan, dan terkadang orang-orang di sekitar kedua belah pihak yang putus ikut terkena imbas. Yonah ingat, dulu saat Adi masih dengan Wanda, ia sangat dekat dengan pacar kakaknya itu dan sudah seperti kakak sendiri. Tapi begitu hubungan mereka berakhir, kedekatannya dengan Wanda juga turut berakhir.
Dan Yonah tidak ingin hal itu terulang kembali pada hubungan persahabatannya dengan Linn. Apalagi Linn tergolong mahluk hidup yang rawan putus jika punya pacar.
"Jangan dia, kak. Dia itu mantannya banyak. Suka gonta-ganti pacar. Pacar terakhirnya aja yang namanya Evan, baru beberapa hari lalu diputusin. Udah gitu, saat ini dia lagi deket sama Rein, murid baru di sekolah!"
"Yang bener?"
"Iya! Tanya aja sama aku kalau gak percaya."
Beberapa detik Adi termenung. "Entah kenapa aku justru semakin sayang dia. Aku merasa terpanggil untuk merubah sifatnya."
"Argh dasar gila! Kalian memang gila! Huh!" Yonah pening sendiri memikirkan dua orang itu.
"Aku memang tergila-gila sama dia, Yonah. Tiap bersamanya aku seperti amnesia, bahagianya sampai lupa diri."

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen romantis
Teen FictionSebuah cerita cinta yang rada rada. Tidak baik dibaca di tempat umum .