#18

17.7K 24 0
                                    

Dari acara reuni dadakan di tempat pangkas rambut Jabon, Adi pulang menggunakan jasa bis kota jurusan Alang alang lebar. Tapi bis hanya mengantarkannya sampai ujung gang. Untuk sampai ke rumah, Adi masih butuh waktu antara 10 sampai 11 menit berjalan kaki.

Pintu dalam keadaan terbuka saat Adi tiba di rumah. Kondisi itu membuatnya tidak perlu repot-repot membukanya, bisa langsung masuk dan mungkin tanpa disadari oleh orang-orang rumah.

Tiba di kamar, Adi berencana membuka jaket dan bajunya dan menggantinya dengan kaos hadiah kampanye Gerindra. Baru setengah resleting jaket diturunkan, sayup-sayup dari arah samping rumah terdengar Yonah sedang mengobrol dengan seseorang lewat telepon. Awalnya Adi tak mau tahu, tapi saat mendengar ada namanya dan nama Linn disebut-sebut, Adi langsung mencari asahan untuk mempertajam indra pendengarannya.

"Terima kasih ya, Linn, akhirnya kamu mau menolak kak Adi. Aku tau ini nggak mengenakkan buat kamu, buat kak Adi, dan juga buat aku. Tapi gimana lagi, inilah jalan terbaik. Aku nggak mau persahabatan kita terganggu jika kalian nekat jadian."

Adi terduduk di tepi ranjang. Kakinya terasa lemas. Sekarang ia mengerti kenapa tadi malam Linn tidak jadi menerimanya. Ternyata Yonah gara-garanya!

"Pokoknya demi langgengnya persahabatan kita, nggak boleh ada yang macarin kak Adi! Kamu nggak boleh, Dewik juga jangan. Aku juga janji nggak akan pernah pacaran sama dia!"

Adi menghela nafas berkali-kali. Tadinya ia ingin keluar dan memarahi Yonah. Apa haknya ikut campur urusan cintanya dengan Linn? Tapi kemudian Adi sadar, Yonah juga berhak untuk itu.

"Aku abangnya, Linn sahabat baiknya. Dia hanya terlalu khawatir kalau aku jadian sama Linn, nanti bisa merusak semuanya," kata Adi berbicara kepada lemari.

Lagipula Adi merasa semua sudah terlambat. Ia kadung tergabung dalam Gebrack Band, band anti cinta, yang melarang personilnya punya pacar. Nekat kembali mendekati Linn jelas akan dicap penghianat dan terdepak dari sana. Adi tidak mau berpisah dengan sahabat-sahabatnya itu. Di sisi lain, melepas Linn begitu saja juga bukan pilihan yang sesuai hati. Adi tidak mau munafik, ia sangat mencintai Linn melebihi cintanya kepada produk Indonesia.

Adi berbaring dengan lengan menyilang di jidat. Hatinya bimbang. Pikirannya bingung. Dua-duanya sangat Adi inginkan. Baik Alinna Bilqis Quinova ataupun Gebrack Band. Adi tidak bisa memilih salah satu, tapi juga tidak boleh memilih dua-duanya. Sungguh sebuah dilema besar! Bagaikan buah simalakama mentah, dimakan sepet, tak dimakan lapar.

Mendadak ada sesungging senyum di sudut bibir Adi. Wajahnya berbinar mirip penyair mendapat ide bagus. Ia bergegas bangun, menaikkan kembali resleting jaketnya, kemudian keluar kamar menuju garasi.

"Lho, kak Adi, udah pulang?" Yonah sedikit terkaget-kaget.

Adi hanya menoleh dan memberi senyum.

"Gimana tadi jalannya sama Kak Nivi?"

"Kita kan naik mobil. Bukan jalan?" jawab Adi tanpa menghentikan langkah, bahkan justru lebih dipercepat. Tapi tiba-tiba langkah itu terhenti. Mukanya syok memandang garasi.

"Kenapa, kak? Ada apa?" Yonah terheran-heran.

Beberapa saat Adi masih terdiam. Setelah itu menoleh ke arah Yonah, menghembuskan nafas lega sambil mengelus-elus dada. "Nggak apa-apa. Kirain tadi ke mana mobil di garasi, taunya emang belum punya."

"Setan!" teriak Yonah. Kepalanya celingak-celinguk mencari benda yang kira-kira bisa dilemparkan tapi tidak mengakibatkan luka-luka.

Sayangnya Adi sudah lebih dulu melesat pergi bersama motornya. Meninggalkan Yonah yang masih misuh-misuh.
--~=00=~--

Cerpen romantis Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang