"Aku balik ke rumah," pamit Linn sesampainya di luar. Setelah menatap Adi sebentar dan memberinya seulas senyum, Linn melangkah menuju rumahnya yang didirikan di seberang jalan.
"Tunggu!" kejar Adi meraih tangan Linn.
Langkah Linn terhenti. Darahnya berdesir merasakan hangat pegangan tangan Adi di pergelangannya.
"Lepasin, kak," katanya tapi tanpa usaha supaya terlepas, sepertinya justru membiarkan tangannya dijamah.
"Ini kesempatan terakhir. Kamu terima aku atau iya?!"
"Lepasin. Kita harus cepat pergi."
"Nggak perlu buru-buru. Jawab iya dulu."
"Memang harus buru-buru. Kalau masih di sini bisa ditabrak truk. Ini tengah jalan!"
Adi menoleh ke kanan dan ke kiri. "Hah, iya?!"
"Yaudah lepasin."
"Terima aku dulu?"
"Eh itu ada mobil datang!" kecoh Linn.
"Biarin. Terima aku dulu?"
"Nanti kita ditabrak."
"Biarin. Terima aku dulu!" paksa Adi.
"Kalau ketabrak kamu tewas trus gagal jadian sama aku."
"Biarin. Eh, iya, ya?"
"Iya."
"Iya apa? Iya terima aku?"
"Iya."
"Iya?"
"Iya!"
"Nggak becanda?"
"Enggak."
"Bukan karena terpaksa?"
"Kok sekarang jadi kamu yang nggak percaya sih?"
Adi tersenyum lega banget. Tapi tetap tak ingin melepas tangan Linn. Kali ini dituntunnya hingga ke seberang. "Cuma mau mastiin, apa yang akhirnya membuatmu nerima aku?"
"Kamu orangnya ngotot. Nggak gampang nyerah. Aku suka," jawab Linn juga tersenyum. Memandang Adi penuh cinta. "Dan yang terutama, kamu orang yang baik."
"Huh!" Adi langsung melepas tangan Linn. Berdirinya berubah membelakangi Linn. "Ternyata kamu nggak tulus. Nanti kalau aku udah nggak baik lagi, berarti kamu nggak cinta lagi?"
"Jangan gila!" Linn melangkah memutar dan berdiri tepat di depan Adi. Ditatapnya mata Adi tajam. "Justru kamu sendiri yang sebenarnya nggak tulus. Kamu jatuh cinta ke aku karena lesung pipi ini kan?" Linn tersenyum sambil menunjuk lesung pipinya sendiri. "Berarti nanti kalau cacat di pipi ini sembuh, kamu nggak akan cinta aku lagi?"
"Nggak bisa gitu. Udah duluan kamu yang nggak tulus."
"Kamu kali yang nggak tulus."
"Kamu aja."
"Kamu, kak. Udah pokoknya kamu."
"Nggak mau. Aku sibuk. Udah kamu aja."
"Kamuuu!"
"Kamu. Iya, kamu."
Begitulah. Di hari pertama jadian saja mereka sudah saling tuduh yang tiada habis-habisnya.
--~=00=~--
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerpen romantis
Novela JuvenilSebuah cerita cinta yang rada rada. Tidak baik dibaca di tempat umum .