Part 19

207 18 2
                                    

Pagi harinya kami beres–beres dan berangkat menuju desa ku yang menyebalkan. Di perbatasan sebelum memasuki desa. Terlihat pemeriksaan berkala. Kami berhenti.

"Dengar jangan panggil namaku Mia. Semua orang di desa bisa membunuh kita. Panggil aku Cery. Aku juga menyamarkan namaku dengan lawan kita. Aku akan cerita setelah kita punya tempat untuk makan" jelasku.

"Siap Boss !" pekik mereka.

Kami pun diperiksa. Surat–surat di cek. Tentu saja untuk kesini harus ada suratnya. Kalau tidak kita akan  diperlakukan seperti budak. Didalam desa terlihat sangat ramai. Memang desaku sangat berkembang. Itu semua karena kerja keras ayah dan ibuku. Hanya karena ibuku melahirkan ku. Mereka ketakutan dan mengucilkan kami.

"Tidak tau di untung" keluh ku.

"Ada apa Mi.. ah.. bukan. Maksud ku Cery ?" Shiro gagap.

"Tidak ada kok. Aku mengeluh karena terlalu ramai" tawaku.

Kami singgah di tempat makan. Setelah makan aku pun menceritakan tentang Rin. Niko dan Shiro ikut berpikir.

"Tidak perlu khawatir. Ayah ku dengan kepala desa disini berteman. Aku juga pernah kesini sekali dengan ayahku. Tapi,... kami gak boleh tingal disini" jelas Kiba.

"Ayok langsung ke tempat kepala desa" ajak Shiro.

Kami pun pergi ke kantor kepala desa. Ternyata Rin sedang bernegosiasi. Aku hanya diam dan melihat dari jauh. Aku menunjuk kelompok mereka dan yang lain pun mengerti. Ku pakai jubah yang di berikan Kiba. Seharusnya dia yang memakai nya. Namun, karena Rin sudah melihat wajahku. Aku harus memakainya agar tidak ketahuan olehnya.

"Apa tidak ada orang yang tau tentang Bunga Kyu ?" suara Rin lantang.

"Tidak ada yang pernah tau bentuknya ! Kalau kalian ingin mencarinya. Pergi saja ke hutan terlarang ! Sudah saya bilang dari tadi kan ! kami tidak tau sama sekali !" kepala desa bersikeras.

"Hallo paman" sapa Kiba kecil.

Kepala desa melihat Kiba. Dia melihat sekeliling Kiba.

"Oh, kamu anaknya Raja.... kan ? Ada apa anda kesini ?" kepala desa bersikap ramah.

"Kami ingin mengunjungi rumah di tepi hutan telarang" Kiba santai.

"Jangan ! Disana berbahaya. Banyak makluk mistis yang tinggal di sekeliling sana" kepala desa khawatir.

"Tenang saja. Pengawal ku ini sangat hebat" senyum Kiba.

"Jadi, mereka adalah pengawalmu ? Kalau begitu pergi lah. Hati–hati di jalan" senyum kepala desa.

Kami pun pergi meninggalkan kepala desa dan kelompok Rin. Sampai do sebuah rumah yang tidak terlalu kecil dan tak terlalu besar. Terdapat banyak tanaman rambat. Rumah yang ku tinggalkan selama bertahun–tahun itu. 

'Masih sama rupanya' ku dekati rumah itu.

"Mia kamu gak apa–apa kan ?" Shiro lembut.

Aku hanya bisa mengelengkan kepala. Menunduk dan mengingat masa-masa yang indah itu.

'Walaupun masa–masa itu tidak terlalu indah. Tetap saja, bersama dengan keluarga adalah impian ku. Mereka sudah lama mati dan aku tau itu. Namun, aku masih ingin memandang wajah ibuku. Aku masih mau belajar dari ayahku. Aku masih ingin mendengar lagu yang indah dari ibu. Aku masih ingin di gendong oleh mereka. Aku masih ingin di peluk saat tidur. Tidur bersama ketika bermimpi buruk. Aku masih..... ingin bersama mereka' ku buka pintu rumah ku.

Didalam masih sama saat terakhir ku tingalkan. Walau begitu sudah banyak tumbuhan yang merambat dan darah itu sudah menghitam. Yang lain hanya diam dan melihatku saja. Aku duduk di kursi kayu lama.

"Kita istirahat disini saja" kataku.

"Baiklah. Lagi pula sudah sore" pikir Shiro sambil melihat keluar.

"Kamu beneran gak apa–apa Mia ?" khawatir Kiba dengan wajah cute nya.

" Aku tidak apa–apa kok. Lagi pula itu sudah lama terjadi" senyumku.

'Berbohong lah terus. Agar aku kenyak dan jadi kekenyangan gara–gara kesedihanmu' diriku yang lain.

'Jangan menggangu ku' kesal ku.

"Aku mau mencari kayu bakar di hutan" Shiro pergi.

"Aku akan mencari buah–buahan didekat sini" Niko pergi.

"Kalian berdua tunggu dulu !" pekik ku.

"Apa lagi ?" Shiro.

"Jangan pernah memakan pemberian siapapun. Mereka tidak suka dengan orang luar. Karena itu mereka akan memberikan makanan yang beracun. Dan lagi, jangan pernah memakan tumbuhan apapun sebelum aku cek. Ada banyak tumbuhan beracun disini" peringat ku.

"Baik boss" Shiro pergi.

"Baik Nona Mia" Niko pun pergi.

Sekarang aku dan Kiba terdiam. Dia tidak berbicara dan tetap duduk di kursi di sebelahku.

"Jadi, kamu beneran gak apa–apa" suara Kiba berubah.

"Eh, sejak kapan kamu jadi dewasa ?" kagetku.

"Ah, ini ?" dia menunjuk dirinya.

"Iya, bukan kah kamu bisa berubah kalau bulan purnama dan di kastil saja ?" aku kaget.

"Nenek ku memberikan Time ini. Aku bisa berubah menjadi diriku. Namun, cuman mempan selama 30 menit saja. Aku cuman mau menghiburmu" senyum Kiba.

"Kenapa gak pakai tubuh kecilmu yang cibi aja" rayu ku.

"Aku tidak suka di agap anak kecil. Apalagi oleh dirimu" Kiba mendekat kearahku.

"Maaf  kataku sunguh–sunguh.

"Tidak apa. Lagi pula aku hanya ingin menghiburmu  shiro meletakan kedua tanganya di pangkuanku dan duduk didepan ku sambil tersenyum.

"Kiba apa yang...." panik ku.

"Ss...t diam lah. Aku hanya menghiburmu saja" senyum Kiba.

"Gak begini juga kan ?" kataku.

"Aku hanya ingin melihat kamu menangis. Agar aku bisa membuatmu tenang. Kamu gak mau membuat Shiro susah kan ?" Kiba menebak.

"Engak aku beneran baik–baik saja" senyum ku terpaksa.

"Benar kah ?" Kiba memasang tampang imut nya.

"Aku... ha...h. Aku teringat dengan kedua orang tua ku. Ketika mereka memeluk ku. Berlari di dalam rumah. Bermain bersama. Belajar bersama-sama. Menari dan bernyanyi bersama. Aku merindukannya. Aku sangat ingin bertemu. Sangat..... ingin bertemu....." tangis ku.

Kiba hanya diam dan menatap ku. Terlihat senyum nya mengisaratkan kesedihan. Kiba memeluk ku erat. Seolah dia berusaha menenangkan ku. 

' Hangat ' pikir ku. 

Aku menangis dan ku usahakan agar tidak terdengar keluar ruangan ini. Kiba berdiri dan meraih rambut ku. Aku hanya diam dan tak bisa bergerak. Seolah aku tak mau pergi. Tiba–tiba pintu terbuka dan terhempas keras.

"Aku sudah mendapat kan....." Shiro terlihat kaget melihat ku dan Kiba.

BERSAMBUNG....

DEWI KESEDIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang