Part 24

180 16 0
                                    

Aku langsung berdiri dan menghampiri Shiro.

"Bagaimana dengan mereka ? Apa sudah pergi semua ?" tanyaku serius.

"Aku tidak tau. Aku juga bingung sekarang. Apa hari sudah pagi atau belum ?" Shiro melihat yang lainnya yang sedang tidur.

"Akan ku cek" aku pergi.

Kubuka pintu kerja ayahku perlahan, agar tidak ada suara yang terbentuk. Aku naiki tangga dan sampailah diriku dibelakang rak buku ayah. Kuintip dari lubang disatu buku yang memang dikhususkan untuk memantau keadaan diluar. Hal ini memang sudah sering terjadi jadi sudah ada persiapan yang matang saat membuat rumah di dekat hutan. Tidak terlihat apa pun. Yang terlihat hanya kesunyian. Aku tersenyum puas, setelahku lihat sebercik cahaya yang masuk keruangan itu.

"Shiro bawa semua keatas ! Keadaan sudah aman !" pekikku sambil berlari kebawah.

Tenyata mereka sudah bangun. Aku langsung memakai tudungku. Rin sudah bangun dari tidurnya. Kami hanya bergerak keluar dari ruang itu. Di ruang tengah.

"Niko dan aku akan mengecek seisi rumah. Kalian tetap di sini" perintah Shiro.

"Apa yang telah terjadi sebenarnya !" Rin.

"Kita sudah di sekarang oleh gerombolah iblis. Semua orang mati kecuali kita berdua" kata Jendral itu dengan tampang marah.

"Kamu tak perlu marah seperti itu. Itu semua karena siasatanmu yang bodoh itu !" Rin malah mengejek.

"Apa maksudmu ? Kamu sendiri yang menyelonong masuk ke hutan terlarang. Kalau saja aku tidak menarikmu keluar. Tidak ! Seharunya yang ku tarik itu prajurit ku saja ! Kenapa aku malah menolongmu ?" sesalnya sambil marah.

'Jadi, begitu rupanya' pikir Kiba.

"Sudah kuduga sih~" bisik ku.

Kami terdiam sambil menunggu Shiro dan Niko selesai mengecek semua ruangan.

"Oh, ya M-C ... entah lah" gagap Kiba. {bermasud mangil Mia atau Chery. Tapi gak jadi}.

"Pertanyaan pertama, kenapa aku sepanik itu kemaren. Pertanyaan kedua, kamu belum tidur dan mendengarkan suara keributan yang tidak biasa. Itu yang ingin kamu tanyakan bukan ?" aku tersenyum.

"Kamu bisa jawab itu, kan ?" Kiba penasaran.

"Jangan bertanya dengan tampang polosmu itu Kiba !" kesal Shiro.

"Sudah selesai ?" kataku memotong.

"Sudah. Tidak ada yang masuk ke rumah ini. Kelihatannya, apa yang kamu katakan itu benar" Shiro menatapku.

"Segerombolan siluman serigala ganas, akan selalu mencari mangsa setiap tahun. Sama halnya dengan tradisi dari para siluman di tempat kita" kataku.

"Kami tadi melihat banyak jejak seretan dan jejak serigala" Niko panik.

"Tidak perlu panik seperti itu. Siapa pun yang tidak ingat dengan hari ini akan musnah. Ha...h maaf aku membawa kalian pada tanggal seperti ini" kataku bersalah.

"Nanti saja kita bahas masalah itu" Shiro menatap Jenderal dan Rin kesal.

Aku hanya tersenyum. Walau wajahku tidak terlalu terlihat. Kami terduduk dan terdiam. Shiro mungkin sangat lah capek dengan kemaren. Seorang siluman tingkat tinggi sepertinya, sangat sulit menghilang kan keberadaanya dari siluman lainnya. Niko terlihat berpeluh. Kemungkinan mereka mengecek gudang dibelakang. Lalu aku teringat sesuatu.

"Shiro, apa kamu mengecek batu yang ada di belakang rumahku !" panik ku.

"Tentu saja. Ada sebuah darah di sana" Niko.

"Bukan sebuah darah. Segumpal darah. Kelihatannya rumah ini belum pernah dimasuki oleh siluman. Rumah yang ada didekat hutan terlarang. Tentu saja adalah incaran pertama mereka, Karena itu lah suara bisik itu paling lama terdengar disini" simpul Shiro serius.

"Bukan hanya karena itu. Karena dirimu jugalah mereka berusaha masuk ke rumah ini. Bagi mereka rumah ini tidak ada. Tapi karena baumu itu. Mereka berusaha masuk, agar bisa membawamu ke hutan terlarang" pikirku.

"Ha....h" keluh kami.

"Kalian ini siapa !" Rin kasar.

"Kami siapa ? Lah, kamu siapa ?" kesal Kiba.

"Diam kamu anak kecil. Aku ini seorang calon Ratu ! Jadi, hormati aku !" Rin anggkuh.

Kami terdiam dan yang lain melihatku. Seolah mereka berkata 'Beneran tuh ?'. Aku hanya tertawa dan yang lain mengikuti. Rin sangat kesal dengan apa yang kami lakukan. Namun apa yang bisa di lakukannya. Keadaannya sangat buruk. Walau dia tidak terluka. Tapi,....

"Oh, ya yang mulia. Sebenaranya aku inggin jujur padamu. Kamu sudah menghirup asap penghilang arah. Kalau kamu masuk kesana lagi.... maka kamu akan langsung mati" peringatku.

"Memangnya kamu siapa dasar rakyat jelata. Aku bisa menjadikanmu budakku sekarang juga" kesal Rin.

"Sudah lah. Jangan berbicara dengan mereka berdua. Gak akan ada akhirnya" Kiba pergi.

"Kiba, Niko, dan kamu Shiro. Jangan lama–lama mandinya. Aku juga mau mandi" peringatku.

"Iya, iya Boss" pekik mereka.

Tak lupa mereka bawa Jenderal itu bersama mereka. Sekarang tinggal lah kami berdua. Aku tidak mau dia tau siapa aku. Jadi, Aku hanya diam. Dia beberapa kali berkata sakit.

'Kamu gak bantu dia ?' diriku yang lain.

'Tidak perlu. Seseorang yang telah menghirup asap penghilang arah tidak akan mati dengan mudah. Kecuali dia masuk ke hutan terlarang lagi. Bukan kah kamu sudah tau akan hal itu ?!' kesal ku.

'Mana ku tau' lalu dia tertawa.

'Untung saja aku sabar menghadapi mu. Kalau tidak sudah ku cincang diriku ini' kesalku.

'Hahaha... kalau kamu sanggup' dia terdiam.

Aku menatap para pria yang datang dari kamar mandi. Mereka tersenyum penuh kemenangan. Sementara Kiba ngambek.

"Ada apa dengan tampang kalian itu ?" kesal ku.

"Kamu mau lihat ? Ternyata Jenderal itu keren juga" Shiro.

"Lihatlah ini !" Niko mendorong Jenderal itu ke hadapan kami.

Rin terlihat terkejut. Aku juga begitu. Dia terlihat sangat keren. Dengan rambut pendeknya. Mata yang tajam dan postur tubuh yang berisi. Tentu saja wajahnya sangat keren. Aku pun menutup mataku.

'HahaHa.... sadarlah Mai' ejek diriku.

'Aku baru ingin sadar bodoh !!' kesalku.

"Jadi, hanya itu yang ingin kalian perlihatkan !" aku masih menutup mata.

"Tentu saja" bangga Niko.

"Kalian tau kalau kita sedang serius !!!" pekikku sambil melihat mereka marah.

"Astaga dirinya yang menakutkan keluar" panik Shiro.

"Kalian tidak tau ! Situasi sekarang ? Kita sedang dalam keadaan yang genting. Jangan bermain lagi !!" kesalku.

"Jadi, apa masalah mu kali ini ?" Shiro gugup dengan tampang memelas.

"Rasanya, aku mau mencekik sesuatu. Carikan aku kayu untuk ku pukul !!!" kesalku.

"Kasihan" Niko dan Kiba serempak.

Kudekati mereka dan sekarang wajahku sudah ada didepan mereka berdua. Mungkin sekarang wajahku penuh murka.

"Kalian berdua siapkan makan pagi" tatapku marah.

"S-siap b-boss" kata mereka lesu.

Mereka pun pergi melakukan tugasnya. Aku duduk dengan kemurkaan.

'Mai kamu akan datang loh' peringat diriku yang lain.

'Aku tau kok' tuturku.

'Yang semangat Mai' kata diriku.

Aku duduk kembali di lantai. Jendral itu juga ikut duduk. Aku pun ingat untuk mandi. Langsung saja aku ke kamar mandi tanpa melirik ke belakang.

BERSAMBUNG.....

DEWI KESEDIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang