Ashilla Louisandra

48 2 0
                                    

Ashilla Louisandra, adik kesayangan gue. Satu-satunya saudara kandung. Satu-satunya adik gue. dan mungkin Satu-satunya anak yang papah anggap. Gue? Mungkin cuman nunggu waktu aja untuk papah nyoret gue dari kartu keluarga dia. Mungkin gue cuman aib, padahal kejadiannya bukan seperti yang dia pikir. Papah yang tiap hari selalu mengunjungi Shilla ke rumah sakit. Setelah pulang kantor, ia selalu diam disitu hanya untuk bercerita, atau cuman memerhatikan Shila menutup matanya dengan indah. Dia kadang tidak kembali ke rumah hanya untuk menginap di rumah sakit, karena ia ingin orang pertama yang Shilla liat saat membuka mata adalah dirinya. Bukan gue.

Mungkin kalian mengira Shilla sudah meninggal, tapi tidak. Dia hanya berada di suatu titik dimana ia tidak bisa terbangun tapi masih bisa mendengarkan kita dalam tidurnya. Semacam koma? Gue pun gaterlalu ngerti. DAN ASAL KALIAN TAU! Gue gak pernah ngebenci Shilla. Gue gak pernah ngerasa Shilla adalah penyebab papah jadi benci sama gue, dan gue gapernah bakal nyalahin semua itu ke Shilla.

Sampai detik ini gue sayang banget sama Shilla, dan gue rindu sama Shilla. Minta bantuin PR, minta ajarin main piano, temenin main, suruh matiin TV kalau ada film horror, gue kangen sama dia. Tapi gue gabisa masuk. Gue gapunya keberanian buat masuk ke ruangan Shilla.

"Eh Freya! Kamu udah besar ya," gue kaget dan baru sadar kalau selama ini gue ngelamun depan ruangan Shilla. Orang yang menyapaku adalah Mba Yuni. Suster muda yang ramah banget sama seluruh pasien rumah sakit ini. Dia hafal sama semua nama pasien di rumah sakit ini, dan gue gangerti gimana cara dia ngafalinnya.

"Mba, hehe apa kabar?"

"Udah lama banget kamu ga kesini, atau kamu kesini pas Mba lagi ga disini ya?"

"hehehe" Gue gak tahu harus ngomong apa. Karena emang udah lama banget gue ga kesini. dan gue merasa malu karena itu.

"Kok berdiri aja? Gaakan masuk nih? Papahmu lagi di dalam juga loh,"

Gue mengintip sedikit ke dalam ruangan. Bener aja, papah lagi di dalem, ngobrol sama Shilla. Ya walau kita tahu, shilla gak akan jawab semua yang papah omongin sama dia.

"Gak jadi deh mba, biar papah aja dulu," Mba yuni pun mengucapkan salam perpisahan dan segera pergi karena masih banyak pekerjaan yang harus dia urus.

Gue menghembuskan napas panjang. "Kayaknya gue balik aja deh, dadah shilla, kakak janji kakak bakal kesini lagi," dan gue pun membalikan badan gue, dan...

BUKK!

"aww!!" teriak gue sambil memegangi jidat gue yang sedikit terbentur oleh sesuatu yang menghalangi gue.

"Siapa Shilla?"

Gue pun sedikit menengok ke atas dan melihat siapa orang yang membuat jidat gue nyut-nyutan. hhhhhh... siapa lagi kalau bukan, "Herza?"

"hadir" ucap dia sambil mengangkat tangannya ke atas.

"Kok lo ada dimana-mana sih, rese banget, pake berdiri di tengah jalan lagi,"

"Ini sih bukan jalan neng, lorong rumah sakit, kalo jalan mah," dia menunjuk ke luar jendela untuk menunjuk jalan raya, "Noh, jalan mah,"

Nyebelin banget gila nih anak. Sempet banget ngelucu sih, dasar setan!

"Shilla siapa?" tanya dia sekali lagi. YA KALI GUE KASIH TAU!

"bukan urusan lo," dan gue pun berjalan pergi keluar rumah sakit. Tapi anak itu tetep ngikutin. Gaada kerjaan ato gimana sih nih anak? "Jangan ngikutin gue elaahh!!" gue teriak sambil berhenti berjalan. Tapi dia malah jalan melewati gue seakan gue gaada disitu. Sumpahnya gue masang tampang jiji kaya baru liat orang muntah ke sepatu gue.

"Siapa juga yang ngikutin, gue cuman mau pulang, ini rumah sakit bukan rumah gue,"

Gue diem. Gue udah cukup capek buat ngehadepin anak macem Herza. Gue udah capek tentang omongan Om Sam. Gue capek sama semua ini.

"Shilla anak yang di ruangan 4098?" tanya dia lagi.

"Apa urusannya sama lo?"

"Adik lo?" Gue gamau jawab pertanyaan Herza yang ini. Gue milih diam.

"She's a good girl you know,"

Statement dia ngebuat hati gue teriris. "Lo... lo tau dia?"

Tiba-tiba dia berhenti di depan pintu utama rumah sakit. Terdiam mematung dan memandangi langit, "Yah mendung," katanya.

Gue pun melihat ke atas juga, dan gue tersenyum. "justru ini indah,"

mendungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang