17. Kiss

141K 5.8K 23
                                    

Calya berjalan keluar rumah sakit dengan lemas. Pekerjaan yang berat membuatnya lelah, belum lagi perasaan rindunya pada Hiro. Akhir-akhir ini pria itu sudah sangat jarang menghubunginya. Kalaupun Calya yang duluan menelpon sekretarisnyalah yang selalu mengangkat dan mengatakan pria itu sedang rapat atau sedang sibuk dilapangan.
"Calya, kita langsung pulang?" Tanya Anton yang berjalan dibelakangnya. Ia senang akhirnya bisa akrab dengan Anton. Ia juga senang karena Anton yang sudah terbiasa memanggilnya 'Calya' saat mereka dirumah sakit.
"Aku akan tinggal dirumah orangtuaku"
"Maaf, Saya akan menanyakan hal itu terlebih dahulu pada tuan" ucap Anton dan langsung mengeluarkan ponselnya.
Calya menghentikan langkahnya. Menatap Anton yang sedang menelpon Hiro. Tidak sama dengannya, Hiro langsung menjawab ponselnya begitu Anton menghubunginya.
"Tuan mengizinkannya. Ia bilang, tinggallah disana sampai tuan pulang" ucap Anton setelah menutup telponnya.
Calya hanya menganggu pelan dan kembali berjalan dengan tidak semangat.
"Ibu, terlihat sedih hari ini. Apa ada sesuatu yang terjadi?" Tanya Anton begitu mereka sudah berada dimobil.
"Bukankah kau seharian denganku, jadi kau pasti tau apa saja yang terjadi denganku"
"Kita bisa singgah kesuatu untuk memperbaiki suasana hati ibu ?"
"Tidak perlu. Hanya ada satu obat yang bisa menyembuhkanku. Tapi, obat itu terlalu sombong padaku" ucap Calya datar
Mendengar ucapan Calya membuat Anton mengerti. Ia langsung tersenyum dan melirik Calya yang terlihat murung melalu kaca spion.
***
Calya berlari memasuki rumah ayahnya. Ia benar-benar merindukan dua mahluk yang selalu pergi meninggalkannya itu.
"Ayaaaaahh.... kak Evaaaann" teriak Calya memecahkan kesunyian
"Oh tidak, anak ayah" seru pria yang keluar dari kamar menyambut Calya. Calya tidak bisa menahan sedih dalam dirinya melihat pria ini. Rambut putih sudah mewarnai semua rambutnya. Bahkan tongkat pun harus mengiringi langkahnya. Dengan cepat Calya langsung berlari kepelukan ayahnya dan memeluknya dengan erat.
"Kok anak ayah nangis sih"
"Kenapa ayah selalu pergi. Ini sudah waktunya ayah istirahat dari pekerjaan ayah" ucap Calya dengan ketus membuat ayahnya tersenyum melihat putrinya yang tetap manja dengannya.
"Hey, adikku yang cengeng" sapa Evan yang menuruni tangga. Ia tampak begitu tampan dengan kemeja dan celana jeans yang ia kenakan. Sejujurnya Calya masih penasaran, mengapa kakaknya ini masih sendiri diusianya yang sudah sangat dewasa seperti ini. Padahal dari segi fisik kakaknya begitu sempurna, apalagi dari segi materi. Entahlah, mungkin kakaknya saja yang terlalu pemilih.
"Hey, kakaku yang sibuk"
"Ayo kita duduk dulu" ajak Ayah Calya merangkul kedua anaknya.
"Kenapa kalian sibuk sekali" ucap Calya menatap ayah dan kak Evan yang duduk disampingnya
"Masa sih"
"Kak Evaaan"
Teriakan Calya sontak membuat kak Evan dan ayahnya tertawa.
"Maafkan, Ayah. Tapi, kali ini ayah benar-benar sudah pensiun dari pekerjaan ayah" ucap ayah Calya sambil merangkul putrinya.
"Ya, ini memang sudah saatnya. Sudah waktunya ayah pensiun dan menemani Calya yang sedang mengandung cucu ayah"
Ucapan Calya membuat ayahnya dan kak Evan terkejut.
"Kau sedang hamil?" Tanya Evan dengan ekspresi terkejut
"Emm"
"Serius!"
"Kenapa Calya harus bohong" ucap Calya kesal. Namun, baik kak Evan maupun ayahnya hanya terdiam mematung. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
"Kamu sedang hamil, sayang?" Tanya ayah Calya membelai lembut rambut Calya.
"Kalian masih tidak percaya? Kandunganku sudah masuk usia satu bulan"
"Benarkah?" Tanya Ayah Calya yang terlihat begitu senang
"Ya, daaaaaannn bayinya kembaar"
"Apa?" Ucap kak Evan yang masih terlihat syok
"Iya! Liatlah, sebentar lagi kakak akan menjadi uncle! Kak Evan mau jawab bagaimana kalau anakku menanyakan aunty mereka!"
"Calya benar! Kau, tidak ada lagi alasan bagimu untuk menolak perjodohan bulan depan!" Ucap ayah Calya menepuk pundak putranya
"Tapi, yah..."
"Tidak ada tapi-tapian!"
"Ayaaahhh"
"Kau tidak malu masih sendiri? Calya saja sudah hamil! Jangan bandel!"
Calya tidak bisa menahan tawanya melihat kak Evan terlihat sangat tertekan mengingat perjodohannya bulan depan.
"Ayo, kita istirahat. Kau sedang hamil, jangan begadang ya" ajak ayah Calya
"Tidak usah, biar aku yang menemaninya istirahat keatas" ucap Kak Evan bangkit dari duduknya
"Aku senang mendengar kehamilanmu. Tapi aku juga kesal karena kehamilanmu!" Bisik kak Evan membuat Calya kembali tertawa.
***
Calya duduk ditaman rumah sakit. Menatap langit malam yang terlihat indah dengan bintang yang begitu terang menghiasi langit. Begitu indah.
Sudah hampir dua minggu Hiro pergi ke Australia. Entah apa yang sedang ia lakukan sekarang. Apakah ia tidur dengan baik. Apakah ia makan dengan baik. Apakah pekerjaannya baik-baik saja. Faktanya, Calya hanya bisa menanyakan semua pertanyaan itu pada dirinya sendiri. Sebelumnya susah dihubungi, dan sekarang ponsel pria itu tidak aktif dari kemarin.
Calya melepas flat shoses yang membungkus kakinya. Memar merah karena lecet terlihat jelas pada kakinya. Sepertinya sepatunya sudah terlalu kecil untuknya.
"Aku benar-benar merindukannya!" Ucap Calya pelan dan mulai memajamkan matanya. Menikmati angin malam yang membelai pelan wajahnya.
"Aku juga merindukanmu" suara berat langsung membuat Calya terkejut. Membuka matanya dan mendapati pria yang begitu ia rindukan sedang berjongkok didepannya. Mengangkat kaki-kakinya keatas pahanya dan memijatnya pelan.
"Kenapa memakai sepatu ini, eum? Akukan sudah bilang jangan menyakiti dirimu" ucap Hiro lembut sambil terus memijat kaki Calya.
"Kamu marah padaku?" Tanya Hiro menatap Calya yang hanya diam mematung menatapnya
"Jahat" ucap Calya lirih. Air matanya sudah mengalir membasahi pipinya.
Hiro berdiri dari jongkoknya dan menarik Calya agar ikut berdiri bersamanya. Dengan pelan Hiro mulai menghapus air mata yang membasahi wajah Calya. Ia benar-benar merindukan wanitanya. Ia bekerja sekeras mungkin untuk menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin. Menahan diri untuk tidak menghubungi Calya agar ia bisa fokus menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Bahkan ia langsung kerumah sakit setelah penerbangannya.
Hiro memeluk tubuh Calya. Calya juga membalas pelukan Hiro mengalungkan lengannya dileher Hiro.
"I love you" ucap Hiro mencium kening Calya
"Aishiteru" ucap Hiro mencium mata kanan Calya
"Sarang Heyo" kali ini ciuman Hiro pindah kemata kiri Calya
"Aku sangat mencintaimu" ucap Hiro mencium bibir Calya. Mengulum pelan bibir wanita yang sangat ia rindukan ini. Berbagai cara ia lakukan untuk mengendalikan rasa rindunya. Bahkan, begitu pekerjaannya selesai ia memilih langsung pulang. Berbeda dengan temannya yang memilih untuk menginap sehari terlebih dahulu sebelum pulang ke Indonesia. Semua ia lakukan demi Calya. Wanitanya. Wanita yang sangat ia cintai.
Calya yang awalnya diam mulai membalas ciuman Hiro. Sekali lagi, Hiro bisa mengendalikan suasana hatinya yang sedang buruk. Entah bagaimana caranya, tapi semua yang Hiro lakukan padanya selalu membuat Calya luluh. Pria ini, pria inilah yang benar-benar mengerti Calya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Our Wedding [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang