Harry's POV
"Karen," Teriakku memanggil nama wanita baik hati itu. Aku masuk kedalam rumah ku yang sudah hampir tiga hari kutinggalkan untuk urusan pekerjaan di Texas. "Karen," Teriakku sekali lagi. Tak ada jawaban, maka ku putuskan untuk naik ke lantai dua.
"Ayaaaaah!" Belum sempat aku menaiki anak tangga, gadis kecil berteriak memanggil ku sembari berlari lalu merangkul kaki ku. Dia terlihat begitu gembira ketika melihatku, sangat berbeda denganku.
"Dimana Karen?" Tanyaku dengan nada kasar padanya. Aku tau tak seharusnya aku begitu pada anak kecil. Tapi entahlah setiap kali aku ingin berbaik hati padanya, aku selalu ingat dialah penyebab perpisahanku dengan Abby. Dan aku membencinya karena hal itu.
"Bibi sedang membersihkan taman belakang. Ayah, apa ayah merindukan ku? Apa ayah tau, kemarin bibi mengajakku makan di restoran China dan dia meninggalkan ku. Tapi seorang wanita cantik membantu ku. Ayah, apa ayah tau nama kakak cantik itu---"
"Diam! Diamlah semenit saja. Aku lelah dan tolong berhentilah membuatku semakin lelah mendengar cerita mu." Potongku sebelum dia selesai bercerita padaku.
Suaranya begitu mengusikku. Gaya bicaranya yang cepat membuatku teringat pada Abby. Caranya bercerita dengan semangat seakan cerita yang akan ia ceritakan begitu mengasyikan juga sama seperti Abby. Harusnya aku senang karena dia bisa mengingatkan ku pada Abby. Tapi aku begitu benci jika dia yang membuatku teringat pada Abby.
Aku menatapnya dengan kesal. Dia hanya memainkan jari-jari kecilnya dan menunduk. Sesekali ada suara isakan seraya tangan kecilnya menggosok halus bagian pipinya. Jujur saja hatiku merasa sakit melihatnya seperti ini, hanya saja aku tak tau apa yang harus ku lakukan. Rasa amarah dan gengsi ku mengalahkan rasa peduli ku.
"Oh Harry kau sudah pu--- Gayel, kau kenapa sayang?" Karen datang dari pintu belakang dan segera berlutut menyamai tinggi gadis kecil itu. Ia mengangkat wajah gadis itu dan dengan segera memandangku marah.
"Aku lelah." Ucapku dan segera pergi ke kamar ku.
"Harry," Panggil Karen dengan nada kesal. Aku tau dia pasti kesal padaku ketika melihat gadis kecil itu meneteskan air matanya. Aku hanya menoleh padanya. "Aku membawakan mu coklat." Ucapku sambil menunjuk kotak persegi panjang di atas meja lalu masuk kedalam kamar.
Abby's POV
"Hai Shane." Sapaku ketika melihat Shane sudah rapi dengan setelan tuxedo.
"Hai sayang kau sudah bangun?" Balasnya lalu menghampiri ku untuk mengecup bibirku singkat. "Aku tak berani membangun kan mu karena kurasa kau memang perlu istirahat." Ia tersenyum padaku, tapi ku artikan senyuman itu tak seperti biasanya. Ia tersenyum kecut padaku pagi ini.
"Kau akan pergi?" Tanyaku berusaha mencairkan suasana yang entah kenapa kurasa sedikit tegang.
"Ya. Aku harus menyelesaikan pekerjaan ku." Ia mulai tersenyum manis seperti biasanya. "Aku akan tidur di apartemen ku malam ini." Lanjutnya.
"Kau marah padaku?" Tanyaku memberanikan diri. Oh Abby tentu saja Shane pasti marah karena lagi-lagi kau memimpikan Harry malam ini.
"Tidak sayang. Datanglah ke apartemen ku jam sepuluh malam nanti." Ia kembali mengecup bibirku singkat. "Aku menyayangi mu, Abby." Lanjutnya lalu pergi meninggalkan ku dan segera keluar dari kamar ku.
Aku tau Shane pasti menahan amarahnya. Aku tau dia pasti mendengarku menyebut nama Harry semalam. Ini bukan kali pertama aku memimpikan Harry ketika Shane menginap di apartemen ku. Berkali-kali Shane bertanya siapa Harry, apa hubungan ku dengannya, namun aku selalu tak bisa menjawabnya.
Siapa Harry? Siapa Harry bagiku sekarang? Nyatanya ia masih menjadi sosok pria yang sama. Sosok pria yang masih aku cintai hingga saat ini. Pria yang aku harapkan kedatangannya untuk menjelaskan semuanya padaku. Pria yang kuharapkan mengatakan bahwa ia mencintai ku.
Tapi Shane, dia juga pria yang ada dalam hatiku saat ini. Walaupun sejujurnya ia sama sekali tak bisa menggantikan Harry di hati ku. Tapi aku menyayangi Shane. Dialah sosok pria yang membuat ku seperti saat ini. Shane yang telah membuat ku menjadi Abby yang lebih kuat lagi.
Mencoba mengaburkan pemikiran tentang Harry, aku segera turun dari kasur ku dan segera menuju kamar mandi. Aku membasuh muka ku, lalu menatap kearah cermin. Ingatan ku berputar kembali ke beberapa tahun yang lalu. Seakan cermin memperlihatkan apa yang terjadi padaku dan Harry saat kami berada di toilet.
Aku mendesah merasakan kenikmatan itu. Saat tangannya memijat lembut milikku yang membuatku tidak tahan untuk tidak memegang miliknya juga. Aku ingat bagaimana rasa keras miliknya ketika aku meyentuh dan mencoba untuk memainkan adik kecil Harry pada saat itu. Aku teringat bagaimana caranya mengumpat karena tidak tahan dengan kenikmatan yang aku berikan, dan akupun juga tidak tahan dengan pijatan lembutnya itu. Dan yang paling ku ingat karena menurutku terkesan sangat menggairahkan, ketika ia mendorong badanku untuk membungkuk hingga bagian dada ku menyentuh wastafel dan ia mulai memainkan jagoan kecilnya itu di dalam milikku.
"Kenapa tidak---"
"Orgasme? Aku lupa pengamannya, sayang. Aku tidak ingin merusak masa depan mu."
Kata-kata itu, kata-kata yang keluar dari mulutnya pada saat itu membuat ku sangat bangga. Aku sadar memang tak seharusnya aku bangga padanya. Tapi, tak ingin membuat masa depan ku hancur? Aku tak pernah bertemu pria semacam itu.
"Tapi kau membuat hidup ku hancur Harry! Kau membuat ku terus memikirkan mu. Dan kau tak membiarkan ku menikmati kehidupan ku sekarang! Aku benci pada mu Styles!" Aku menangis mengingat semua itu. Rasa sakit di dadaku semakin menjadi-jadi ketika hampir semua kenangan manisku dengannya terlintas di otakku.
Mengingat apa yang dilakukannya pada Jenny, apa dia juga tidak ingin membuat masa depan Jenny hancur pada saat itu? Atau dia lupa untuk tidak membuat masa depan Jenny hancur? Mungkinkah Harry memang sengaja menghamili Jenny? Dia sengaja membuatku tersakiti. Pria brengsek itu menghancurkan hidupku dengan cara yang lebih menyakitkan.
Entah apa yang ku pikirkan, aku membuka kotak kecil yang entah kenapa sengaja ku letakkan di dekat wastafel. Aku menemukan gunting disana dan segera memotong rambut panjang ku menjadi sebahu. Aku sungguh tidak sadar apa yang kupikirkan hingga berani menggunting rambutku sendiri seperti ini.
Aku hendak meletakkan gunting itu kembali kedalam kotak, sampai aku menemukan kertas foto yang terbalik. Aku membalikkan kertas itu dan menatap foto yang ditampilkan di kertas itu. Aku bisa merasakan air mata ku menetes kembali membasahi pipiku. Rasa sakit di dadaku semakin terasa seperti seseorang menghujam dadaku dengan sangat keras.
Tak hanya satu lembar foto, tapi ada beberapa lembar lagi. Foto-foto itu ku pandangi satu persatu. Di setiap foto yang kupandangi, langsung membuat ku mengingat moment apa yang terjadi ketika foto itu di ambil.
Dan bagian favoritku, ketika aku berciuman dengannya. Dengan Harry Styles.
_______
Gatau key gatau kenapa si Abby jadi baper mulu bawaannya_-Maapin yaaa belum bisa mempertemukan mereka berdua. Biar mereka ngerasain kangen dulu deh, biar mereka ngerasain sakit-sakit dulu deh sebelum clbk /maybe/
Yuk ah komen yaaaa, ku semangat kalau baca komen" dari kalian semua /serius sih, suka senyum sendiri kalau baca komen dari kalian/
xx key