06

3.1K 312 22
                                    

Harry's POV

"Karen ada apa?... Kau tau aku sedang sibuk siang ini. Aku tidak bisa menjemputnya. Suruh sopir untuk menjemput kalian berdua atau naik taxi saja... Tidak, aku tidak ingin membuatnya senang dengan kehadiranku.... Tapi Karen.... Baiklah akan ku jemput kalian berdua. Kirim alamatnya ke ponsel ku... Ya tapi ini yang terakhir kalinya... Sampai jumpa."

Aku mematikan ponsel ku dan menaruhnya dengan kasar ke atas meja. Sialan. Aku tidak suka berurusan dengan gadis kecil itu lagi. Aku malas harus bertemu dengannya, mendengarkan suaranya yang begitu mengusik telinga ku.

Abigail Rose, gadis kecil yang seharusnya tak bersama ku. Harusnya dia mendapat kasih sayang dari seorang ayah, benar-benar kasih sayang yang tulus. Tapi aku sama sekali tak bisa memberikan itu padanya.

Aku menghilangkan bayangan tentang Abigail dan menatap kearah pintu ketika mendengar suara pintu tergeser. "Sam," Sapaku sedikit malas ketika melihat Sam, sepupu dan juga staf kepercayaan ku disini masuk ke dalam ruangan ku dengan membawa beberapa berkas.

"Bisa kau tanda tangani berkas ini. Dan ini juga." Pintanya seraya menyerahkan beberapa berkas yang harus ku tanda tangani. "Terima kasih. Dan aku hanya mengingatkan, setengah jam lagi ada rapat dengan beberapa staf." Lanjutnya.

"Batalkan saja. Atau tunda tiga jam lagi. Aku harus pergi menjemput Abigail." Jawabku.

Aku membaca beberapa berkas yang sejak tadi seharusnya ku baca. Tapi sekali lagi Sam membuat ku tidak bisa berkonsentrasi. Aku menatapnya bingung dan juga sinis ketika ia menatap ku dengan tersenyum kecil. "Ada apa?" Tanyaku kasar.

"Tidak. Kurasa kau mulai menyayanginya." Balasnya.

"Sam diamlah. Kembalilah bekerja atau aku akan menurunkan mu menjadi petugas kebersihan." Ancam ku.

"Baiklah tuan. Dan dengar, aku akan menasihati mu bukan sebagai Sam pegawai mu di perusahaan ini melainkan sebagai Sam sepupu dan juga teman mu." Ucapnya dengan serius. "Dengar Harry, sampai kapan kau akan membencinya? Bukan salahnya lahir di dunia ini. Harusnya kau bangga bisa membesarkan anak yang cerdas dan menggemaskan seperti dia." Lanjutnya.

Entah kenapa emosi ku tak dapat kutahan walaupun aku tau apa yang dikatakan Sam sangatlah benar. Aku benci harus mengakui hal itu. Aku berdiri dan segera membentaknya, menyuruhnya untuk segera keluar dari ruanganku. Aku benci harus mendengar hal seperti ini.

"Baiklah tuan baik hati, aku akan pergi. Akui saja kau menyayanginya. Kalau kau memang begitu membencinya, kenapa tidak kau kirim dia ke panti asuhan? Atau setidaknya kirim dia kerumah nenek dan kakeknya. Akui saja jika ada sesuatu dalam diri Gayel yang membuat mu menyayanginya."

"Sam kau sudah terlalu banyak bicara, sekarang keluarlah!"

Sam memutar bola matanya sebelum pergi meninggalkan ruanganku. Beberapa kali aku mengumpat kesal setelah Sam benar-benar keluar dari ruanganku. Aku memutuskan untuk meredam emosi ku dengan membaca beberapa berkas yang tadi urung ku baca.

Setelah hampir dua puluh menit berlalu, kuputuskan untuk pergi menjemput Karen dan juga Gayel. Aku mengambil kunci mobil dan segera keluar dari ruang kerja ku.

"Harry, kau mau kemana?" Sam berteriak sebelum ia menghampiri ku ketika wajahku menunjukan aku tidak suka dengan caranya bertanya seperti itu. "Kau mau kemana?" Tanyanya sekali lagi dengan cara yang lebih sopan. Untung saja dia adalah anak dari bibi ku, kalau bukan pasti sudah kupecat dia.

"Menjemput Gayel." Jawabku malas.

"Aha!" Pekiknya yang membuatku sontak membulatkan mataku kearahnya. "Kau memang pria baik hati. Dan ingatlah pesanku-"

STYLES 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang