Harry's POV
Aku segera menurunkan beberapa barang yang tadi sempat ku beli di supermarket dekat sini. Tak lupa juga aku membeli coklat dan beberapa sereal kesukaan Gayel. Ah sebenarnya aku tidak tau mana sereal favoritnya, aku mengambil beberapa sereal berbeda sehingga Gayel bisa memilihnya nanti.
"Aku pulang." Teriakku seraya mengetuk pintu dan tak ada respon dari dalam rumah. "Karen," panggilku sekali lagi. Aku mengetuk pintu lebih keras sebelum mendengar suara seseorang berlari dari dalam rumah.
Pintu terbuka dengan Karen yang memegang rambutnya seperti akan menguncirnya.
"Kau sudah pulang rupanya." Ucapnya lalu menguap lebar sekali.
"Dimana Gayel?" Tanyaku. Belum sempat Karen menjawabnya, mata ku menangkap sesosok gadis kecil terlelap di sofa dengan selimut biru kesukaannya. "Bawa ini." Pinta ku pada Karen lalu mengoper barang bawaan ku padanya.
Aku mendekati gadis kecil yang sedang terlelap. Meneliti wajah damainya yang sedang terlelap. Bibir dan hidungnya mirip dengan ibunya, Jenny. Rambutnya yang pirang terang juga mirip dengan Jen.
Aku mengelus rambutnya. Jika saja Gayel tidak mempertemukan ku dengan Abby, mungkin hingga saat ini aku masih tetap membencinya. Apa aku seperti sedang memanfaatkannya? Aku baik padanya hanya untuk berterima kasih, seperti itukah kelihatannya?
Aku menarik pelan boneka yang sedang ia peluk. Boneka ini jelas boneka yang sangat ia sayangi. Ibu ku yang memberikan pada saat Gayel berumur empat tahun. Ibu sangat menyayangi Gayel walaupun ia tau gadis kecil ini bukanlah cucunya, begitupun dengan ayah. Semua orang menyayangi gadis kecilku ini, kecuali aku.
Tapi sekarang keadaannya berbeda. Aku menyayangi gadis kecilku. Seakan sadar akan apa yang aku lakukan selama ini padanya, aku merasa menjadi pria yang bodoh sekali. Disaat hampir kebanyakan orang ingin memiliki gadis kecil cerdas sepertinya, aku malah tak mau ia hadir dalam hidupku.
Aku mengelus puncak kepalanya, merapikan rambut pirangnya supaya tak mengganggu tidurnya. "Ayah,." Ia membuka matanya seraya menatapku. Ya Tuhan, apa yang kulakukan. Aku membangunkan gadis kecilku.
"Tidurlah lagi sayang. Ayah tak akan mengganggu mu." Bisikku pelan. Niatku untuk membuatnya kembali tidur sudah pupus ketika ia memilih untuk duduk dan menatapku dengan mata lelahnya.
"Aku menunggu ayah, ku kira ayah akan segera pulang. Tadi aku dan Sam membelikan ayah pretzel dan juga bagel. Tapi ayah belum pulang juga dan Sam memakannya." Aku tersenyum mendengar Gayel yang bercerita begitu semangat padahal aku tau dia sangat lelah.
"Sam? Begitukah? Aku harus memarahinya karena telah memakan jajanan favorit ku." Balasku seakan aku benar-benar akan memarahi Sam.
Gayel tertawa melihat aku yang memperagakan diriku marah pada Sam. Tawanya begitu mirip dengan Abby. Sejenak aku melihat sosok Abby dalam diri Gayel. Dia sama sekali tidak mirip dengan Jen. Hanya fisiknya yang mirip dengan ibunya, tapi jauh di dalam dirinya, ia memilih mirip dengan Abby.
"... Dan dia akan memohon untuk bertemu dengan gadis kecilku. Tapi aku tidak akan memperbolehkannya. Aku akan mengatakan "jangan pernah mendekati putri kecilku kalau kau tidak bisa membelikan ku bagel" dan dia mulai menangis."
"Ayah jahat sekali." Ia tertawa. "Ayah, boleh aku bertanya sesuatu padamu?" Tanyanya lalu menguap tak dapat menahan kantuknya. Aku tersenyum menatapnya ketika ia menguap.
"Baiklah, tapi ayah aku menggendongmu ke kamar mu dan kau boleh mengajukan satu pertanyaan sebelum kembali tidur. Setuju?" Ucapku memberi sedikit perjanjian padanya. Ia hanya mengangguk untuk menyatakan bahwa ia setuju.