Abby's POV
"Aku tidak bisa seperti ini terus." Ucapku akhirnya. Aku tidak bisa hanya diam seperti ini. Aku tidak mau antara aku dan Harry akan seperti ini selamanya. Aku muak.
"Aku tidak bisa seperti ini terus." Ucapnya.
Aku memukul dadanya dengan genggaman tangan kanan ku. Aku sadar ini tak akan membuatnya kesakitan hingga sadar dengan apa yang ia lakukan. Mata ku yang mulai berair membuatku menundukkan kepala agar ia sama sekali tak menyadari jika aku menangis.
"Berhentilah mengikuti perkataan ku." Ujarku dengan memaksakan suara ku agar tak terdengar begitu rapuh.
"Berhentilah menangis. Aku benci melihat mu seperti itu." Balasnya dengan santai.
Aku menghentikan tanganku yang sejak tadi memukul dadanya dan otomatis menghentikan tangisku juga. Aku membiarkan tangan kanan ku meremas kemejanya. Aku menghapus airmata ku dengan tanganku yang lain. Namun Harry menahan tangan ku dan menghapus air mata ku dengan tangan satunya.
"Dengar, aku tidak sedang ingin bermain-main dengan mengikuti setiap perkataan mu. Aku mengatakannya karena itu yang ingin ku katakan." Ucap Harry akhirnya. Aku menahan diriku agar tak menatap matanya dan membiarkan diriku terlihat lemah di depannya. "Katakan apa yang ingin kau katakan. Aku akan mendengarnya." Lanjutnya.
Aku masih menahan diri untuk tak menatapnya. Mencoba untuk berfikir dua kali apa yang akan terjadi jika aku mengatakan apa yang ingin kukatakan.
"Aku tidak bisa seperti ini terus." Aku menarik nafas panjang sebelum melanjutkannya. "Kita terlihat seperti orang asing. Aku ingin kita berhenti menjadi kekanak-kanakan. Kenapa kita harus berlagak seperti orang yang tak pernah mengenal satu sama lain. Haruskah kita memainkan peran seperti ini selamanya? Aku hanya--- Aku hanya tidak tahan harus seperti ini." Jelasku.
Airmata ku pecah ketika aku memilih untuk menyandarkan kepala ku ke dada Harry. Aku suka Harry tak memelukku, tak membuatku merasa begitu rapuh. Ia hanya membiarkan ku menyandar. Satu-satunya hal yang ia lakukan ialah menutup jarak diantara kita hingga aku merasa nyaman menyandarkan kepala ku.
"Lalu kau ingin kita seperti apa?" Tanyanya.
"Aku ingin kita seperti dulu." Jawabku. Aku masih mempertahankan posisi nyamanku dan ia sama sekali tak mengusiknya.
"Baiklah." Balasnya yang refleks membuatku mendongak.
"Baiklah?" Entah kenapa aku melontarkan pertanyaan menyebalkan ini. Apa aku tak puas dengan jawabannya? Atau aku ingin dia menjawab yang lain? Entahlah.
"Baiklah." Ia tersenyum sambil menatapku. "Kau ingin kita seperti dulu. Baiklah aku akan menggoda mu lagi seperti dulu dan kau akan marah dengan hal itu. Baiklah kita akan seperti dulu ketika aku setiap hari makan dirumah mu. Baiklah kita akan seperti dulu ketika aku selalu membuat masalah dan kau mau membantu menyelesaikannya. Baiklah kita akan seperti dulu, dan aku berharap kita seperti dulu." Jelasnya sambil menghapus bekas airmata di pipi ku.
Speechless.
Itu yang benar-benar aku rasakan sekarang. Apa yang harus ku katakan sekarang?
"Tapi satu hal yang harus kita hindari. Aku tidak mau satu hal ini merusak 'seperti dulu'nya kita." Ucapnya.
Aku menangkap tatapan matanya. Mata kami sekali lagi bertemu. Dan aku suka hal ini.
"Apa?" Tanyaku.
"Aku berjanji tidak akan membuat mu menangis lagi seperti dulu. Dan berjanjilah kau tidak akan menangis." Jelasnya.