09

3.3K 325 34
                                    

Abby's POV

"Baiklah, jaga kucing mu dengan baik Luna. Kurasa kali ini dia akan memakan makanan yang kau berikan padanya."

"Terima kasih dokter."

Aku tersenyum setelah membukakan pintu untuk pasien ku. Dia adalah pasien ke tujuh ku hari ini.

Mengingat pasien-pasien ku hari ini, pasien pertama sangat membuatku tercengang. Abigail datang bersama seorang wanita cantik membawa anjing mereka kemari. Ada sedikit rasa sakit dalam dadaku melihat wanita itu datang bersama Abigail. Ada rasa sakit yang seakan menusuk ketika melihat mereka berdua begitu akrab. Terbesit dalam otakku, wanita itu adalah kekasih Harry. Atau mungkin istri Harry.

Jujur saja aku masih tidak rela menerima kenyataan itu. Katakan aku egois. Tapi aku benar-benar tidak suka Harry memiliki wanita lain. Walaupun sudah bertahun-tahun berpisah dengannya, aku masih ingin dia tetap mencintai ku. Apa aku jahat? Ya aku sangat jahat. Aku membiarkan diriku memiliki Shane, tapi aku tidak ingin Harry juga memiliki wanita lain selain aku.

"Annie, tolong beri waktu 20 menit untuk ku, jika ada pasien tolong kau rujuk keruangan ayah. Terima kasih Annie." Ucapku pada Annie lewat sambungan telepon.

Setelah menutup sambungan teleponnya, aku segera berdiri dan mengambil beberapa berkas. Aku merapikan berkas-berkas pasien dan juga binatang yang dirawat di klinik.

"Tuan, kau tidak boleh masuk. Tuan dengarkan aku dulu. Tuan---"

Aku mendengar keributan di luar ruanganku sebelum seorang lelaki masuk kedalam ruangan ku. Ia berdiri menatapku setelah pintu ruangan terbuka.

Oh Tuhan bantu aku menemukan oksigen. Rasanya aku sulit sekali menemukan oksigen di dalam ruangan ini. Dadaku berdetak seakan aku habis berlari marathon. Perutku serasa diterbangi oleh beribu kupu-kupu, dan itu membuatku merasa mual. Ada rasa sakit yang lebih sakit daripada aku melihat Abigail bersama seorang wanita tadi pagi. Ada rasa sakit lama yang kembali datang begitu aku melihatnya.

"Tuan pergilah, dokter tidak bisa di ganggu untuk sekarang ini." Annie menarik-barik kaos yang lelaki itu kenakan. Kaos hitam polos, kaos favoritnya dan juga menjadi kaos favoritku ketika yang mengenakan kaos itu adalah dirinya.

Aku menatapnya, ia juga menatapku.

"Annie, biarkan dia masuk." Lima detik kemudian aku terkejut dengan ucapan yang baru saja kulontarkan. Biarkan dia masuk? Apa kau gila Abby? Kau seakan membiarkan pisau menyayat kulitmu jika menyuruh laki-laki ini masuk. Tapi sudah terlambat, pintu ruangan telah ditutup oleh Annie. Di ruangan ini hanya ada kami berdua.

"Abby," Panggilnya. Mataku terasa panas ketika ia memanggil ku. Sudah ada genangan air dimata ku yang siap jatuh membasahi pipi ku.

"Mau apa kau kemari?" Tanyaku mencoba untuk bersikap tegas. Dibalik semua ini, dadaku rasanya begitu sesak. Seperti ada sengatan listrik di setiap bagian-bagian tubuhku.

"Abby, apa kau masih marah padaku?" Tanyanya seraya berjalan mendekati ku.

Sontak aku langsung menyuruhnya untuk berhenti mendekati ku. Aku menyeka airmata yang mulai jatuh membasahi pipiku. "Jangan coba-coba mendekati ku!" Perintahku dengan lantang.

"Abby tolong dengarkan penjelasanku. Enam tahun aku mencari mu, enam tahun aku menunggu untuk menjelaskan semuanya padamu. Dan inilah waktunya. Takdir mempertemukan kita untuk kembali bersama."

"Simpan omong kosong mu Harry!" Aku tak mampu berkata-kata. Ada sebagian dari diriku yang merasa senang mendengar ucapan Harry. Namun ada sebagian juga yang membuatku marah padanya. "Tak ada yang perlu kau jelaskan. Sekarang pergilah dari sini." Lanjutku. Berbohong? Tentu saja aku berbohong. Aku senang melihatnya ada disini sekarang.

STYLES 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang