HARRY's POV
"Harry, kau tidak bisa berhenti begitu saja dengan apa yang sedang kau lakukan." Ucapnya dengan nada suara yang begitu menggoda. Aku bisa saja hanya diam dan menikmatinya, bukan? Lagipula tidak akan ada pria yang menolak hal-hal semacam ini. Tapi entah kenapa terlintas begitu saja semua hal di masa lalau yang telah kulakukan pada Abby. Dan perasaan bersalah itu kembali muncul, membuat dadaku seakan sesak untuk bernafas.
Aku mendorongnya perlahan hingga membuatnya mau tidak mau berdiri sedikit menjauh dariku. Raut wajahnya seakan menunjukan berjuta pertanyaan mengapa aku melakukannya. Namun aku hanya bisa berdiam diri, mengacak-acak rambutku lalu menatapnya yang masih kebingungan.
Ku coba tuk mendekatinya perlahan, dan kini ia memilih untuk mundur dengan raut wajah yang berubah, susah untuk kujelaskan. Aku yang sejak tadi sengaja memegang kaos yang ia buka sebelumnya, mencoba untuk menutupi bagian dadanya dengan kaos tersebut. "Maafkan aku." Ucapku berpamitan untuk pulang. Ya, hari ini kami berdua sukses membuat keadaan menjadi kembali canggung.
ABBY's POV
Aku masih duduk tercengang setelah menenggak segelas wine terakhirku. Haruskah patah hati membuatku begitu terlihat murahan? Bagaimana jika Harry tadi tau bahwa aku melakukan hal itu untuk pelampiasan? Dan kenapa malam ini harus dengan dia? Ya aku tau seks memang pelampiasan terbaik untukku ketika harus berselisih paham dengan Shane. Tapi kenapa malam ini harus bersama Harry?
Aku menekan bantal ke wajahku seraya menjerit kencang. Bagaimana jika besok aku bertemu Harry? Bagaimana jika Harry merasa aneh denganku? Aaah! Bisa gila aku memikirkan hal menjijikan seperti ini. Belum selesai memikirkan masalahku dengan Shane, aku harus menambah otakku dengan masalah tidak masuk akal seperti ini. Bodoh kau Abby!
Eh tunggu, bagaimana dengan Jenny? Ya Tuhan aku pasti sudah gila karna main-main dengan suami wanita lain. Mau di taruh mana muka ku kali ini? Sial!
**
"Hey," Sapaku setelah mengangkat telpon dari Annie."Kau kehilangan suaramu lagi dok?" Tanyannya via telpon. Aku sengaja tak menjawabnya karna tenggorokan ku benar-benar kering rasanya setelah semalam menggila dengan minuman keras dan jeritan. "Kau ada janji pagi ini dengan tuan Toni, kuharap kau tak melupakan Russel anjingnya." Lanjutnya.
Aku sontak melihat jam dinding yang telah menunjukan pukul 10 pagi. Sialan, aku kesiangan. "Uhh, Annie, apa Toni sudah datang? Bisa kau bujuk dia untuk menunggu ku?" Ucapku panik. Sekedar informasi, Toni adalah pria berumur hampir 80an yang tidak sabaran. Dia adalah mantan atasan ayahku di klinik dulu. Ya bisa di gambarkan dulu Toni sebagai ayahku kini yang bisa dibilang bos ku, dan ayahku adalah aku kini yang baru menjadi dokter hewan beberapa tahun.
Dan karena tidak mau mengecewakan Toni, ayahku selalu mengajari ku untuk tepat waktu dalam menangani hewan peliharaan Toni. Bukan hanya tidak mau mengecewakan, ayahku juga tidak ingin dia dan aku terlebih lagi klinik kami mendapat komentar negatif dari Toni. Seakan penilaian Toni berdampak besar bagi kesuksesan dan kelancaran klinik kami.
"Tenanglah dok, segeralah bersiap saja karena baru saja Toni mengundur pertemuan denganmu." Ucap Annie yang membuatku begitu lega. "Dia akan mampir 30 menit lagi." Lanjutnya.
Aku segera bersiap setelah melempar ponselku ke kasur. Jika Toni bilang 30menit, itu tidak akan menjadi 30 menit yang sungguhan. Bisa saja dia datang tiba-tiba walaupun ia baru menghabiskan 10 menit dari keterlambatannya.
Setelah bersiap-siap untuk berangkat setelah memanaskan mobilku, aku melihat Harry dan Abigail menghampiriku dari kejauhan. Ah ralat, terlalu percaya diri kurasa. Aku melihat mereka menuju kearahku, bukan berarti menuju ke diriku kan?
Dengan reflek aku segera keluar ketika mereka berdua hanya berjarak sepuluh lamgkah dari mobilku.
"Maaf merepotkan mu, bisakah aku menitipkannya lagi? Karen harus pergi menemui anaknya, dan aku harus menghadiri rapat." Pinta Harry dengan wajah datar. Oh kau harus tau bagaimana nada dan wajah Harry yang datar ketika ia meminta ku untuk menjaga Abigail. Kalau saja aku tidak sedang buru-buru, ingin rasanya ku timpuk wajah itu dengan tas ku.
Pun diriku mengangguk tanda setuju. Kau tau kenapa aku hanya mengangguk lalu menyuruh Abigail masuk ke mobilku dengan segera? Aku sungguh, sangat, amat, gugup berhadapan dengan Harry. Lagi, melihat wajahnya yang seakan tidak terjadi apa-apa semalam membuatku kesal.
Aku segera meluncur ke jalanan ketika teringat tentang Toni.
**
"Apa dia sudah datang?" Tanyaku pada Annie ketika baru masuk kedalam klinik. Wajah Annie yang terlihat cemas seakan menjawab pertanyaanku. Aku melihat kearah koridor dan mendapati Toni sedang duduk dengan menyilangkan kedua tangannya di dada. Oh Tuhan, bisakah kau beri keberuntungan padaku?
Aku berjalan dengan Abigail di belakangku menuju ke koridor dimana Toni sudah duduk disana sekitar 15 menit yang lalu. "Hey Russel," aku mencoba menyapa anjing milik Toni, berharap mendapat perhatian dari pemiliknya yang sedang memejamkan mata. "Hey Toni, maaf aku terlambat. Aku harus membeli sarapan untuk gadis kecil ini." Tuturku seraya melirik kearah Abigail yang sedang menatap Toni lalu menatap Russel.
Toni hanya mendengus dan masih terdiam.
"Siapa namanya?" Suara Abigail memecah keheningan diantara kami. Pertanyaannya ditujukan ke Toni karena ia sedang menatap Toni.
"Russel." Jawab Toni singkat.
"Kakekku dulu pernah menamai ayamnya dengan nama Russel. Tapi lalu ayam itu menghilang. Kakekku bilang mungkin ayamnya tidak suka diberi nama Russel. Apa anjingmu suka dengan nama Russel?" Ucap Abigail panjang lebar.
Aku melirik kearah Toni yang tadinya sama sekali tidak tertarik untuk bicara, akhirnya sedikit tersenyum. Ia membenarkan posisi duduknya lalu menoleh kearah Russel. "Oh Russel, apa kau suka dengan nama itu? Apa kau ingin mengganti nama mu?" Ucapnya seakan bertanya pada anjingnya yang hanya menggonggong.
"Dia menggonggong. Apa kau pikir dia menyukainya?" Tanya Abigail dengan antusias.
"Ah kurasa dia tidak menyukainya. Kau ingin memberi dia nama baru?" Tanya Toni yang berubah menjadi ramah.
"Uhmm bagaimana dengan Barbie?" Ujar Abigail.
"Tapi dia laki-laki."
"Bagaimana kalau Ken?"
"Apa kau suka Ken?" Toni bertanya seakan ditunjukan untuk anjingnya dan yang mereka dapat hanya gonggongan seakan anjing itu setuju berganti nama.
Mereka berdua sama-sama tertawa. Untunglah ada Abigail yang setidaknya melancarkan pagi ku. Setidaknya ia bisa menghangatkan hati Toni yang terlanjur membeku tadinya.
"Abby, masuk ruangan ayah!"
___________
Aaaaah setelah lama di gooooa, akhirnya ku muncul juga nih
Selamat membaca untuk kalian yang merindukan mereka bertiga!!!Daaaan, besok senin gaes.
xx key