Chapter 0

2.1K 77 6
                                    

Heya, guys...
Selesai juga my very first chapter in my very first story (hahaha...)
Tbh, gw udah mikirin ide cerita ini dari lama banget. And, gw gak pernah ngira bakalan gw buat. Bahkan sampe diupload ke wattpad. Tbh, I'm so happy right now (≧▽≦) (baru sampe sini aja udah happy apalagi sampe akhir, hahaha...). Btw, thanks kepada sepupu gw Paper_candy_ yang nunjukin wattpad ke gw.

Btw, sorry kalo kalimat pertama gw terkesan kayak buatan anak SD hehe (walau tokohnya memang anak SD sih di part satu ini huehehe), too confused for thinking the better words, dan maafkan jika mereka terkesan too mature for their age (maklumi saja, I'm still new for this) ( '∀`)

♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪♬♪
-Alex-
June 18th, 2011, St. Francis of Assisi Primary School

Aku duduk di bangku taman sekolahku bersama sahabatku, Andrew. Akhirnya, setelah sebulan menunggu dengan waswas, lewat juga hari ini, hari saat hasil ujian diumumkan kepada seluruh siswa kelas 6 St. Francis of Assisi Primary School. Sekarang, aku bisa tenang dan gembira. Kami dinyatakan lulus 100%. Well, bukan hanya itu saja, ternyata aku dan Andrew berada di peringkat teratas dengan rata-rata nilai akhirku 1 angka lebih rendah darinya. Mungkin harusnya aku kecewa atau bagaimana karena aku hanya tertinggal 1 angka lagi untuk mencapai peringkat pertama, tapi aku lebih merasa bangga alih-alih kecewa. Lagipula, kami berdua selalu bergantian menduduki peringkat teratas dan itu membuatku terbiasa jika Andrew berada di peringkat pertama. Begitupun sebaliknya.

"ALEX!!" teriakan itu membuatku terlonjak kaget.

Aku menoleh dan mendapati Andrew memandangiku sambil cemberut.

"Bisa gak sih, berhenti bengong?" ujarnya kesal.

Aku hanya terkekeh. kekehanku langsung berhenti tidak lama kemudian karena aku melihat Andrew menerawang jauh dan terlihat ragu. Ini benar-benar aneh, Andrew jarang sekali- hampir tidak pernah, malah- terlihat ragu selama 3 tahun berteman dengannya.

"Drew?" panggilku khawatir.

"Ya?"

"Ada apa?" tanyaku.

"Gak, kok. Gak ada apa-apa." jawabnya sambil membuang muka. Aku tahu dia berbohong.

"Ada masalah?" tanyaku. "Lo kan tau. Lo bisa cerita ke gue kalo lo lagi ada masalah."

Andrew terdiam cukup lama. "Gue... Gue bakal pergi ke rumah sakit besok."

"Ngapain?" tanyaku bingung. "Seinget gue lo udah periksa, deh bulan ini."

Andrew terlahir dengan jantung lemah sehingga dia tidak diperbolehkan untuk melakukan segala hal yang dapat membuatnya kelelahan atau jantungnya akan bekerja lebih keras dari biasanya yang bisa mengakibatkan sesuatu yang tidak diinginkan oleh kami. Dia juga harus melakukan pemeriksaan denyut jantung dan tes darah setiap bulannya. Selain karena pemeriksaan bulanan itu atau karena dia harus menginap di rumah sakit beberapa hari karena dadanya terasa sakit secara tiba-tiba dan hampir membuatnya pingsan, Andrew sangat benci untuk datang ke rumah sakit.

Aku tidak pernah tahu alasannya membenci datang ke rumah sakit. Aku sudah menanyakan hal itu 5 kali dan semuanya dibalas dengan dia mengubah topik pembicaraan dan akhirnya aku menyerah untuk menanyakannya.

"Drew?" panggilku lagi karena dia belum menjawab.

Andrew mendesah. "Gue... udah mutusin buat..." lalu terdiam lagi.

"Buat apa?" desakku. Kali ini aku benar-benar frustrasi dibuatnya.

"Gue... udah mutusin buat... ngejalanin operasi." jawabnya lirih.

Everlasting FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang