Chapter 6

328 25 0
                                        

-Andrew-
July 25th, 2008, St. Francis of Assisi Primary School

Jam istirahat.

Kami baru saja memberi salam kepada guru. Aku mengambil buku yang kupinjam di perpustakaan minggu kemarin dan ingin kukembalikan hari ini dari dalam tas. Aku beranjak dari kursiku. Aku baru saja akan melangkahkan kaki menuju pintu saat aku melihat seseorang dari sudut mataku. Aku menoleh ke kanan. Seorang murid laki-laki duduk di kursinya yang terletak di paling belakang. Dia berkulit pucat dan berambut gelap. Tapi, rambutnya bukanlah hitam seperti orang Indonesia. Dia sedang menatap keluar. Aku melihat ke sekeliling. Semua murid sudah keluar dari ruang kelas kecuali kami berdua. Aku akhirnya menunda niatku untuk ke perpustakaan dan menghampirinya. Dia sepertinya tidak sadar kalau aku berada di hadapannya. Dia sepertinya bukan menatap keluar. Dia sedang menerawang jauh.

"Hei." panggilku. Tidak ada reaksi.

Aku lalu menyentuh bahunya dan membuatnya terlonjak.

"Sori, gak bermaksud buat ngagetin." ucapku langsung.

"Gak apa-apa, kok." balasnya tenang.

Aku duduk di kursi di depannya. "Lagi ngapain?" tanyaku.

"Gak ngapa-ngapain." jawabnya singkat.

Setelah itu, hening beberapa saat. Aku lalu mengulurkan tanganku. Awalnya, dia hanya mengamati tanganku yang terjulur padanya sebelum mendongak menatap wajahku dengan pandangan bertanya.

"Gue Andrew." kataku memperkenalkan diri.

Dia lalu menjabat tanganku. "Alex."

"Mau ke perpus?" ajakku.

Awalnya, dia menggelengkan kepala sambil tersenyum. Tapi, aku memaksanya. Dan akhirnya, dia mengalah dan mengiyakan ajakanku.

Kami berjalan menuju perpustakaan. Aku melihat ke sekitarku. Semua murid kelas 4 memandangi kami berdua.

"Kok pada ngeliatin kita, sih?" tanyaku bingung kepada Alex. Tapi, dia tidak menjawab.

Aku mengerutkan kening, memintanya untuk menjelaskan. Alex menghela napas panjang.

"Gue gak pernah tau siapa orangtua gua. Sejak bayi, gue tinggal di panti asuhan. Gue gak tau kenapa mereka taruh gue di panti asuhan. Gue juga gak tau apa alasan murid-murid di sini sampe ngejauhin gue. Karena itu, gue gak pernah keluar kelas dan gue juga gak pernah punya temen. Lo adalah orang pertama yang mau deketin gue." jelasnya.

Aku menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Lo gak bakal ngejauhin gue, kan?" tanyanya hati-hati sekaligus sedikit takut.

"Hah?! Ngejauhin lo? Kenapa?" tanyaku tidak mengerti. "Kalo lo pikir gue bakal ngejauhin lo gara-gara alasan yang sama kayak mereka, jauhin pikiran itu sekarang juga. Gue gak bakal ngejauhin lo kayak yang mereka lakuin."

Alex merasa lega mendengarnya lalu tersenyum kepadaku. "Thanks, Drew." ucapnya.

"You're welcome." balasku sambil tersenyum tulus.

Kami berjalan menuju perpustakaan sambil tertawa bersama. Tidak peduli kami dilihat oleh semua orang sepanjang perjalanan. Di perpustakaan, aku memilih buku yang ingin kubaca. Bahkan, aku menyarankan Alex untuk membaca salah satunya. Alex awalnya tentu saja menolak, tapi dengan sedikit paksaan ditambah Alex sepertinya terdorong untuk membacanya karena melihat cover buku itu, akhirnya dia meminjamnya.

Everlasting FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang