Chapter 12

432 28 3
                                        

-Alexa-
November 29th, 2015, Williams' Family House

Besok adalah hari pertama Ujian Akhir Semester. Dan seperti biasa, mata pelajaran di hari pertama kami ujian adalah Bahasa Indonesia dan Fisika. Aku tidak pernah mengerti dengan pelajaran hitungan yang satu ini sejak kelas X, padahal aku tidak pernah mendapat nilai di bawah KKM sewaktu SMP untuk pelajaran ini. Mungkin karena faktor guru. Pak Aldi -guru Fisika kami- secara teknis, tidak mengajarkan apa-apa. Dia hanya menyuruh para muridnya untuk memahami pelajaran itu sendiri-sendiri dan beberapa menit kemudian dia akan memberikan latihan soal kepada kami yang diambilnya dari buku pelajaran. Ditambah soal-soal ulangannya selalu membuatku pusing, seakan-akan aku sedang mengerjakan soal-soal lomba Olimpiade Sains Nasional -padahal aku tidak pernah mengikuti lomba apapun yang berhubungan dengan pelajaran Fisika. Alhasil, nilaiku tidak lebih dari 50 dan mayoritas nilaiku adalah 0. Beruntung, bukan hanya aku yang mendapat nilai seperti itu. Alex dan Andrew yang sangat pintar sekalipun tidak pernah bisa mencapai KKM. Sekarang, aku, Alex, Brad, dan Andrew sedang belajar bersama dan tentu saja, mata pelajarannya adalah FISIKA. Max, kakak Andrew, dan David sedang berusaha mengajar kami sebisa mereka. Aku yakin David membutuhkan kesabaran ekstra untuk mengajar kami pelajaran ini.

"Emangnya, gurunya siapa?" tanya Max penasaran.

"Pak Aldi, kenapa?" jawab Alex.

"Oh, pantes." gumam David.

"Pantes, kenapa?" tanyaku heran.

"Pak Aldi emang kayak gitu. Gue aja butuh keajaiban lulus LM Fisika kalo gurunya dia." jawab David.

"Bener banget." seru kami semua -termasuk Max- lalu tertawa.

David memang alumni St. Francis Xavier High School dan sekelas dengan Max sewaktu mereka masih di bangku SMA. Dia mendapatkan juara umum sewaktu dia duduk di bangku kelas XII. Aku tidak akan kaget kalau saat dia wisuda nanti, dia mendapat IPK di atas 3,5 dan juga mendapatkan cum laude. Dia dan Max memang mengambil jurusan IPS, tapi, mereka juga mengambil LM Fisika dan kebetulan waktu itu diajar Pak Aldi. Tidak kaget jika mereka tahu bagaimana cara mengajar Pak Aldi.

"Untungnya aja dia ngajar Fisika." gumam Brad.

"Untung kenapa?" tanya Andrew bingung.

"Ya untunglah. Kalo dia yang ngajar Matem, bisa mati berdiri gue." jawab Brad. "Gue kan gak terlalu jago Matem, gak kayak lo dan Alex."

"Kalo lo gak jago, kenapa lo pilih MIA, hah?" tanya Alex.

"Gue gak terlalu jago. Bukan gue gak jago sama sekali. Maksud gue, gue itu gak kayak kalian berdua yang gak perlu buka buku, tapi nilai gak pernah kurang dari 95." jawabnya.

"Oh." sahut Alex.

"Ya udah, balik ke soal. Tadi, kita lagi kerjain soal nomor 5, kan?" tanya Max.

"Iya." jawabku.

Tunggu sebentar, apa aku baru saja memanggil Tom dengan nama Andrew? Well, sebenarnya sejak hari kami makan bersama itu, aku memanggilnya dengan 'Tom' tapi, dia berkata kepadaku bahwa dia lebih senang jika aku, Alex, dan Brad memanggilnya dengan Andrew. Well, aku memang mudah beradaptasi di lingkungan mana pun. Jadi, hal sekecil apa pun, seperti mengubah nama panggilan, bisa langsung kulakukan hanya dalam waktu sehari.

Sepanjang waktu belajar bersama itu, aku tidak henti-hentinya memandang ke arah Andrew. Bahkan kata-kata Clary tiga hari yang lalu masih terngiang di kepalaku.
************************************************************
November 26th, 2016, Williams' Family House

Aku sedang duduk dengan Clary di tempat tidurku sambil membaca buku City of Bones karya Cassandra Clare dengan Clary di sampingku saat handphoneku bergetar.

Everlasting FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang