Chapter 7

299 24 0
                                        

-Alex-
August 21st, 2015, St. Francis Xavier High School

Hari ini aku merasa benar-benar gugup. Itu karena aku, Alexa, Brad, Tom, Walt, Chris, Bella, Clare, dan Chloe akan mempertunjukkan drama kami di depan kelas. Well, ini pertama kalinya aku memerankan tokoh utama di sebuah drama. Itulah kenapa aku panik saat kami memilih peran dan tentu saja itulah yang membuatku gugup setengah mati.

"Hei." panggil Brad.

"Hmm...?" sahutku.

"Nervous?"

"Banget."

"Take it easy. Ini kan bukan pertama kalinya lo drama."

"Iya, sih. Tapi ini kan pertama kalinya gue dapet main role."

"Udah, anggep aja lo maen peran biasa tapi dialognya lebih banyak."

Aku menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

"Oke, dan inilah kelompok terakhir dari kelas XI MIA 2." kata Bu Tiara, berlagak seperti pembawa acara. Kami masuk ke dalam ruangan lalu memperkenalkan diri.

Aku berharap bahwa penampilanku tidak kacau saat babak yang terdapat diriku di dalamnya yang bisa dibilang hampir semua babak.

Di awal, semua berjalan dengan lancar. Saat berada di tengah, tiba-tiba kepalaku mulai berdenyut lagi. Aku berusaha menahannya dan tetap memerankan bagianku.

Tidak kusangka, saat Chris memberikan penutupan, kami mendapat tepuk tangan yang meriah -untuk ukuran 28 orang. Sepertinya aku mulai tersipu-sipu karena mendapat tepuk tangan semeriah itu.

"Oke, sekarang mulailah untuk memvoting kelompok yang kalian ingin tampilkan saat Edufair bulan November nanti. Dan ingat, tidak boleh menulis nomor kelompok sendiri." kata Bu Tiara.

Kami mulai menulis nomor kelompok yang kami inginkan untuk tampil tiga bulan mendatang. Aku masih mengingat-ingat drama setiap kelompok, tapi seluruh murid kelasku -selain kami bersembilan tentunya- sudah mengumpulkan lembaran yang berisi nomor kelompoknya kepada Bu Tiara. Cepet amat batinku terkejut. Aku melihat teman sekelompokku dan mereka juga memasang tampang terkejut sepertiku. Karena aku benar-benar frustrasi, aku hanya asal pilih angka lalu mengumpulkannya kepada Bu Tiara. Setelah itu, Bu Tiara pergi meninggalkan kelas. Dia memang guru yang sangat pandai membuat muridnya mati penasaran.

"Hei, menurut lo, kelompok mana yang bakal kepilih?" tanya Andrew di sebelahku.

"Secara optimistis atau logika?" tanyaku balik.

"Logikalah." jawabnya.

"Kalo menurut logika gue, sih. Mungkin aja kelompok kita karena mereka emang gak mau repot-repot mengingat performance kelompok lain atau emang karena kelompok kita bagus." jawabku.

"Yee... itu mah campuran antara optimistis dan logika." ujarnya.

"Gitu, ya?" tanyaku bego lalu kami berdua tertawa.

Tidak lama kemudian, tawa kami mereda. Andrew kembali sibuk dengan entah apa yang dia tulis di buku tulisnya. Aku sesekali melirik ke arahnya. Aku benar-benar merindukan saat-saat kami bisa tertawa lepas karena saling melontarkan lelucon. Aku ingin kami berdua bisa seperti dulu lagi. Aku masih saja berpikir seandainya dulu handphoneku tidak terjatuh. Seandainya dulu aku pergi ke bioskop itu di waktu janji kami. Banyak kata "seandainya" tapi semua itu tentu saja tidak bisa kulakukan karena terjadi di masa lalu dan kita tidak bisa kembali ke masa lalu walaupun kita menginginkannya. Aku hanya bisa membayangkan semua itu saja. Beberapa menit kemudian, lagi-lagi kepalaku berdenyut dan kali ini lebih hebat sampai penglihatanku sedikit berkunang-kunang walaupun aku tidak sampai pingsan.
************************************************************
-Alexa-

Everlasting FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang