Bab 02: Orang Terkaya

1.9K 32 0
                                    

Waktu ia masuk ke rumah kakek Ho yang kecil itu, kakek Ho sedang minum arak.

Rumah itu adalah sebuah pondok kayu yang kecil dan sangat sederhana, berdiri di tengah sebuah hutan kecil yang terdiri dari pohon-pohon kurma di lereng sebuah gunung.

Kakek Ho juga seperti pondok kayu kecil itu, kecil, menyendiri, rajin dan bersih, mirip sebutir kacang berkulit keras yang telah mengalami berbagai macam badai. Kebetulan ia sedang minum di atas sebuah meja yang kecil tetapi indah.

Arak itu baunya enak, ruangan itu penuh dengan kendi arak dari berbagai jenis dan ukuran, dan tampaknya juga berkualitas tinggi.

Waktu ia melihat cawan arak di tangan Liok Siau-hong, tak tahan lagi ia pun tertawa dan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ia berkata: "Apakah kau takut kalau aku tidak tahu kau datang ke sini untuk minta minum? Itukah sebabnya kau membawa sebuah cawan arak untuk mengingatkanku?"

Liok Siau-hong juga tertawa: "Waktu berangkat tadi, aku hampir tidak punya waktu untuk memakai celana, bagaimana mungkin aku punya waktu untuk meletakkan cawan ini? Tadi masih ada arak di cawan ini, sayang sekarang sudah tumpah semua."

Kakek Ho merasa hal ini amat janggal sehingga ia mengerutkan alisnya dan bertanya: "Kenapa kau begitu tergesa-gesa?" Ia tidak dapat menebak apa yang telah terjadi.

Liok Siau-hong menarik nafas dan tertawa masam: "Tidak ada apa-apa, cuma tadi ada seorang gadis yang memasuki kamarku."

Kakek Ho tertawa lagi: "Rasanya ada saja wanita yang masuk ke kamarmu setiap harinya, kau tidak pernah ketakutan sebelumnya!"

"Gadis ini berbeda!"

"Apa yang membuatnya begitu berbeda?"

"Semuanya!"

Kakek Ho mengedip-ngedipkan matanya: "Apakah gadis ini sangat buruk rupa?"

Liok Siau-hong tiba-tiba menggelengkan kepalanya: "Bukan saja dia tidak buruk, dia malah cukup cantik untuk menjadi seorang dewi, dan dia membawa hawa seperti seorang puteri!"

"Lalu apa yang kau takutkan? Takut dia akan memperkosamu?" kakek Ho bergurau.

Liok Siau-hong tersenyum: "Jika dia ingin memperkosaku, maka kau tak akan bisa mengusirku pergi biarpun dengan memakai sapu!"

"Lalu kenapa dia bisa membuatmu melarikan diri?" kakek Ho bertanya.

Liok Siau-hong menarik nafas lagi: "Dia berlutut di depanku!"

Kakek Ho membuka matanya selebar mungkin dan menatap Liok Siau-hong, seolah-olah sekuntum bunga tiba-tiba tumbuh dari lubang hidungnya.

Liok Siau-hong khawatir ia tidak mengerti dan menerangkan lebih lanjut: "Tepat sesudah dia masuk ke kamarku, tiba-tiba dia berlutut ke arahku, berlutut dengan kedua kakinya!"

Kakek Ho akhirnya menghembuskan nafas sekuatnya dan berkata: "Aku selalu mengira bahwa kau orang yang normal, tanpa ada masalah sama sekali, tapi sekarang aku mulai agak curiga!"

Liok Siau-hong kembali tersenyum masam: "Sekarang kau mulai agak curiga kalau-kalau aku memang ada masalah?"

Kakek Ho menjawab: "Seorang wanita seperti dewi, masuk ke kamarmu, dan berlutut di hadapanmu, tapi kau malah begitu ketakutan sehingga melarikan diri dengan panik?"

Liok Siau-hong mengangguk: "Bukan hanya panik, aku malah harus lari lewat atap!"

Kakek Ho menarik nafas: "Kelihatannya kau bukan hanya punya masalah, masalah itu pun rupanya sangat besar!"

"Aku lari karena otakku masih bekerja dengan baik!"

"Oh?"

"Tadi kan sudah kubilang, bukan hanya cantik, dia juga membawa hawa tertentu!"

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang