Bab 02: Lukisan Kentut Anjing

691 16 0
                                    

Tidak semua pengusaha kasino mempunyai prinsip, misalnya kalau engkau menginginkan orang lain terus menerus menghamburkan uang. maka tidak cuma cara membuatnya menghamburkan uang dengan gembira dan cepat, tapi juga perlu dia diberi kesempatan untuk mencari uang.

Dan prinsip inilah yang selalu dipegang teguh oleh si janggut biru, si pemilik kasino 'Pancing Perak'. Sebab itulah 'Pancing Perak' bukanlah kasino yang buka siang malam selama 24 jam terus menerus, tapi pakai jam kerja tertentu.

Sebelum hari gelap, kasino ini tidak buka dan belum lagi subuh tiba, rumah judi ini pun lantas kukut alias tutup pintu.

Maklum, siang hari adalah waktunya cari uang, maka orang lain harus diberi kesempatan untuk mencari uang agar pada malamnya dapat dihamburkan.

Kini hari belum lagi gelap, Liok Siau-hong menyusuri gang yang panjang itu, waktu ia masuk ke kasino "Pancing Perak" meja judi masih tertutup kain dan belum ada pegawai yang masuk kerja.
Pintu rumah judi itu memang selalu terbuka, tapi sebelum hari gelap biasanya tidak ada orang yang masuk ke situ. Peraturan ini sudah cukup diketahui oleh para tamu langganan. Bukan langganan, biasanya juga takkan diterima oleh rumah judi ini.

Maka begitu Siau-hong mendorong pintu angin dan masuk ke situ, baru saja ia menanggalkan mantel hitam yang baru saja dibelinya serta membuka topi yang setengah menutupi alisnya yang serupa kumis, segera dua lelaki kekar mendekat dan menghalangi jalannya.

Pada umumnya, di rumah judi macam apa pun pasti banyak menyewa tukang pukul, dengan sendirinya tukang pukul di kasino 'Pancing Perak' ini juga tidak sedikit. Toa Gu atau si Kerbau Gede, dan si Buta adalah dua di antara tukang-tukang pukul yang garang dan menakutkan itu.

Si Buta sebenarnya tidak buta benar-benar, dia sedang mengamati Siau-hong dengan matanya yang lebih banyak bagian putih daripada bagian hitam itu, lalu menegur dengan garang. "Kau pernah datang ke sini tidak?"

"Pernah!'" jawab Siau-hong.

"Jika pernah, kan seharusnya kau tahu peraturan tempat ini!" kata pula si buta.

"Rumah judi juga ada peraturan?"

"Tentu saja ada, bukan saja ada peraturan, bahkan jauh lebih keras peraturannya daripada peraturan pemerintah."

"Hahaha'" Siau-hong bergelak.

Si Kerbau Gede ikut menghardik dengan mendelik. "Sebelum hari gelap, biar pun raja yang datang kemari juga tetap kami persilakan dia keluar!"

"Masa kumasuk untuk melihat-lihat sebentar juga tidak boleh?" kata Siau-hong.

"Tidak boleh!" bentak Toa Gu, si Kerbau Gede.

Siau-hong, menghela napas, diraihnya mantel dan melangkah keluar, tiba-tiba ia berpaling dan berkata. "Kuberani bertaruh lima ratus tahil perak, berani kupastikan tidak mampu kau angkat bangku batu ini."

Di serambi luar memang ada empat buah bangku batu, tampaknya tidak ringan bobotnya.

Toa Gu mendengus, tanpa bicara ia angkat bangku batu itu dengan sebelah tangan.

Jika tangannya tidak sebesar kerbau, tidak mungkin bocah ini bernama Toa Gu alias si Kerbau Gede.

Siau-hong menghela napas menyesal, katanya sambil menyengir, "Wah tampaknya aku harus mengaku kalah, 500 tahil perak ini akan menjadi milikmu."

Dia benar-benar mengeluarkan secarik Ginbio (sejenis cek) bernilai nominal 500 tahil perak dan disodorkan.

500 tahil perak bukanlah jumlah yang kecil. Menurut ukuran umum, biarpun dua orang berfoya-foya ke Heng-hoa-kok, boleh makan minum plus pramuria dan bermalam "all in', pengeluaran seluruhnya juga takkan lebih daripada 20 tahil perak.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang