Bab 06: Pedang Dihunus dan Orang-orang pun Mati

1.5K 34 1
                                    

Pesta itu diadakan di sebuah villa yang dibangun di tengah kolam air. Sekelilingnya tampak menghijau karena bunga teratai yang tumbuh di dalam kolam, tapi pagar villa itu sendiri dicat merah menyala.

Tirai-tirainya yang bertaburkan mutiara telah dinaikkan. Angin samar-samar membawa keharuman bunga teratai yang baru mekar.

Sekarang sudah bulan empat.

Hoa Ban-lau menikmati kemewahan tak terbatas yang hanya dimiliki orang-orang terkaya ini dalam kebisuan. Tentu saja ia tidak melihat seperti apa Ho Thian-jing itu, tapi ia telah mengetahui orang macam apa dia dengan hanya mendengarkan suaranya saja.

Suara Ho Thian-jing rendah tapi bertenaga dan mengandung kelembutan serta kehangatan. Bila dia bicara, dia bukan hanya ingin semua orang mendengarkannya, tapi dia juga ingin mereka mendengarnya dengan jelas.

Itu berarti dia adalah orang yang sangat percaya diri dan tegas, apapun yang dia lakukan maka dia pasti punya alasannya sendiri. Bahkan walaupun ia sangat angkuh, ia khawatir kalau orang lain menganggap dirinya angkuh.

Hoa Ban-lau tidak menyukai orang seperti ini, seperti juga Ho Thian-jing tidak menyukai dirinya.

Sudah ada 2 orang tamu lainnya di tempat itu. Yang pertama adalah tamu keluarga Giam, So Siau-eng, dan yang kedua adalah Ketua Persekutuan Perusahaan Ekspedisi (piaukiok), In-li-sin-liong (Naga di Balik Awan) Be Heng-kong.

Be Heng-kong sudah lama terkenal di dunia persilatan. Bukan hanya kungfunya sangat hebat, ia juga bukan tipe orang yang mencari kemasyuran dan pujian. Maka Hoa Ban-lau pun heran saat mendengar orang ini seperti bersikap menjilat saat berbicara dengan Ho Thian-jing.

Seseorang seperti dirinya, seorang yang mencapai kemasyuran lewat kemampuannya sendiri, seharusnya tidak bersikap seperti ini.

Di pihak lain, So Siau-eng ternyata bersikap sangat santai dan tenang, tidak ada kepalsuan dalam suaranya. Ho Thian-jing memperkenalkan dirinya sebagai orang yang memiliki pengetahuan yang luas. Tapi dari suaranya, kedengarannya dia masih sangat muda.

Tuan rumah dan tamunya total berjumlah 5 orang. Ini adalah gaya perjamuan yang disukai Hoa Ban-lau, karena memperlihatkan bahwa tuan rumahnya bukan hanya teliti tapi juga sangat memahami tamu-tamunya.

Tapi arak atau pun makanan belum tersedia di atas meja. Walaupun Hoa Ban-lau mulai tidak sabaran, dia juga merasa sedikit canggung.

Tidak banyak lentera yang terdapat di villa itu, tapi tetap saja tempat itu terang benderang seperti di siang hari. Itu karena di tengah-tengah dinding tergantung 4 butir mutiara yang terang benderang, yang memantulkan sinar dari lentera dengan cahaya yang sangat lembut, membuat pencahayaan di ruangan itu jadi terasa nyaman di mata.

So Siau-eng sedang bercerita tentang kaisar terakhir dari dinasti Tang Selatan. "Bila dia sedang bersama Selir Muda Cuo, dia tidak pernah menyalakan lentera. Maka tertulislah dalam buku bahwa bila Permaisuri Jiang JuoLi melihat cahaya di malam hari, dia akan menutup matanya dan berkata: 'Asap, berarti lilin sedang menyala. Jika mata seseorang ditutup, maka bau asap akan tercium lebih jelas.' Ia tahu apa yang sedang dilakukan kaisar bila ia mencium bau asap. Seseorang pernah bertanya kepadanya kenapa ia begitu yakin bahwa asap itu bukan berasal dari salah satu lilin yang ada di istananya sendiri. Ia pun menjawab: 'Pada malam hari istana menggunakan sebuah mutiara besar yang tergantung sampai ke langit-langit, yang akan membuat ruangan jadi terang-benderang seperti di siang hari'."

"Nafsu berahi kaisar memang agak keterlaluan," Ho Thian-jing memberi komentar sambil tersenyum. "Itulah sebabnya, hanya tinggal persoalan waktu saja sebelum dinasti Tang Selatan pun jatuh."

"Tapi dia hanyalah orang yang penuh kasih sayang, kebaikannya benar-benar tiada tandingannya," So Siau-eng menjawab.

"Orang-orang yang baik dan penuh kasih sayang tidak akan cocok menjadi kaisar," Ho Thian-jing menjawab dengan santai.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang