Bab 5: Air Mata yang Mengalir

757 23 0
                                    

Cing-cing tidak mati, ia malahan sangat sadar sejak tadi.

Dalam keadaan demikian, kesadaran sendiri merupakan semacam siksaan yang sukar ditahan, di alam halus seakan-akan benar ada badan halus yang menegakkan keadilan dan sengaja memberi hukum siksa kepadanya.

Seorang Siau-hong telah membawanya ke suatu kamar lain dan membaringkan dia dengan tenang, namun penderitaannya belum lagi berakhir, mungkin cuma kematian saja yang dapat menghindarkan dia dari penderitaan.

Jika penderitaan sudah mencapai titik yang sukar ditahan, kematian akan berubah menjadi hal yang tidak menakutkan sedikit pun.

Sekarang Cing-cing benar-benar ingin mati saja. Dia berharap Liok Siau-hong akan memberikan pembebasan pada dirinya secara cepat, tapi dia pasti tidak mau memperlihatkan keinginannya itu, sebab sejak kecil dia sudah mendapatkan suatu pelajaran, yaitu bilamana kau ingin mati, orang lain justru sengaja membiarkan kau hidup. Bila engkau tidak ingin mati, orang lain justru hendak membunuhmu.

Sampai sekarang dia masih ingat kepada pelajaran ini sebab dia sudah menyaksikan banyak orang yang tidak ingin mati, tapi justru mati di depannya. Juga banyak melihat orang yang ingin mati. tapi justru masih hidup sampai sekarang. Dia memang tumbuh di dalam kesulitan.

Meski Liok Siau-hong masih berdiri di depan tempat tidur dengan tenang, tapi dapat dilihatnya di dalam hati Siau-hong juga tidak tenang.

Betapapun bila melibat kejadian yang mengerikan tadi, tentu hati seseorang akan terganggu.

Mendadak Cing-cing tertawa, katanya. "Tak kusangka engkau akan datang kemari, tapi pasti sudah lama kau tahu akan perbuatanku."

Siau-hong tidak menyangkal.

Maka Cing-cing berkata pula, "Mestinya kuanggap tindakanku cukup rapi, apabila Jo-jo juga bertindak lebih hati-hati dan tidak menumpahkan isi peti, bisa jadi engkau takkan mencurigai diriku."

Siau-hong termenung agak lama, katanya kemudian, "Bahwa peti itu berisi batu dan ternyata dapat kau terima dengan baik, bahwa Jo-jo adalah kenalanmu sejak kecil, tapi sengaja berlagak tidak kenal. Meski kedua hal ini cukup membuatku sangat curiga, tetap bukan petunjuk yang penting bagiku."

"Petunjuk apa yang penting?" tanya Cing-cing.

"Beruang hitam!" jawab Siau-hong.

"Beruang hitam?" Cing-cing menegas.

"Ya," tutur Siau-hong, "Leng Hong-ji selalu bilang dia melihat beruang hitam di sungai es sana, padahal yang dilihatnya cuma manusia berkulit beruang hitam. Sebab tindak-tanduk orang ini sangat misterius, bentuknya justru sangat mudah dikenali orang, maka dia sengaja menutupi dirinya dengan kulit beruang. Siapa pun kalau melihat beruang hitam tentu akan lari terbirit birit dan takkan memperhatikannya lebih lanjut."

"Kau anggap orang itu ialah diriku?" tanya Cing-cing.

"Ehmm," Siau-hong mengangguk,

"Sebab kau lihat di dalam kamarku ada sehelai kulit beruang?"

"Tentunya tak kau sangka akan kudatangi kamarmu, hal itu memang kejadian yang sangat kebetulan."

Cing-cing menghela napas, "Kamarku memang tidak pernah dimasuki orang lain, dalam hal ini kau tidak salah."

"Memangnya ada hal lain yang salah?" tanya Siau-hong. "Dapatnya kau datang ke kamarku bukanlah lantaran kebetulan aku pingsan, sebab hari itu pada hakikatnya aku tidak pingsan."

Meski suara Cing-cing tak bertenaga, tapi setiap katanya terdengar dengan jelas, sebab sejauh itu dia dapat mengatasi penderitaannya. Di dunia ini mungkin sangat sedikit orang yang sanggup bertahan seperti dia.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang