Bab 05: Makan Nasi Lunak

633 17 0
                                    

Dugaannya memang tidak salah. Nona yang dibawa datang oleh pelayan memang betul si dia.

"Inilah nona Ting, Ting-hiang-ih. dan inilah Liok-kongcu, silakan kalian bersahabat," ucap si pelayan dengan senyuman penuh arti. Lalu dia mengeluyur keluar sambil merapatkan pintu kamar.
Ting-hiang-ih atau nona Bunga Cengkeh berdiri dengan menunduk dan sedang memainkan ujung bajunya dengan tangannya yang putih halus, diam saja dengan malu-malu kucing.

Siau-hong juga tidak bersuara, ia ingin tahu sesungguhnya sandiwara apa yang akan dimainkan perempuan muda ini Dan harapannya ternyata lantas terpenuhi dengan cepat.

Di bawah cahaya lampu yang cukup terang itu, tanpa bicara si cantik terus menarik tali ikat pinggang dengan dua jarinya.

Sekali tarik dengan perlahan, tali lantai terlepas dan bajunya pun terbuka. Kontan dada yang putih halus dan dua puting yang kecil kemerah-merahan seketika terpampang di depan mata Liok Siau-hong.

Busyet!!!!

Siau-hong terkejut. Sungguh tak terduga olehnya bahwa baju si dia hanya diikat dengan seutas tali kain saja, lebih-lebih tak terduga olehnya bahwa di balik bajunya sama sekali tidak terdapat lagi sehelai benang pun.

Menanggalkan baju semacam ini sungguh jauh lebih mudah daripada membuka kain popok anak bayi.
Gayanya yang malu-malu kucing tadi kini mendadak berubah menjadi seperti orok yang baru lahir, kecuali kulit badan sendiri, hampir tiada terdapat sesuatu apa pun di atas badannya.

"Apakah urusan lain juga kau lakukan secara cepat dan tegas begini?" kata Siau-hong dengan gegetun.

Ting-hiang-ih menggeleng. "Tidak, pada waktu main kucing-kucingan, aku suka berputar kayun." Dia tersenyum, ia pandang Siau-hong dengan sorot matanya yang bening dan bersih. "Tapi kan bukan maksudmu mendatangkan diriku untuk bermain kucing-kucingan denganmu?"

"Ya, bukan," jawab Siau-hong.

"Jika kau tahu untuk apa kudatang kemari, aku pun tahu apa kehendakmu, lalu untuk apa kita
mesti berputar-putar dan main kucing-kucingan?" ujar Ting-hiang-ih dengan suara lembut.

Senyumnya bertambah menggiurkan, makin memikat, namun bagian tubuhnya yang paling memikat jelas bukan senyumnya melainkan bagian tempat yang seharusnya tidak boleh dipandang kaum lelaki, tapi justru ingin dipandangnya.

Dan Liok Siau-hong adalah seorang lelaki. Tiba-tiba ia merasa denyut jantung sendiri bertambah keras, napas pun tambah memburu, mulut terasa kering.

Agaknya Ting-hiang-ih dapat melihat semua perubahan pada diri Siau-hong ini dan dengan sendirinya juga perubahan lain yang lebih gawat lagi.

Perlahan ia mendekat, dengan cepat mendadak ia menyusup ke dalam selimut Siau-hong, cara memberosotnya ke dalam selimut sungguh serupa seekor ikan yang meluncur ke dalam air. Gesit, licin, dan wajar.

Namun tubuh si dia tidak serupa ikan. Ikan macam apa pun tidak nanti selicin, sehalus, dan sehangat tubuhnya.

Siau-hong menghela napas. Diam-diam ia memaki dirinya sendiri. Setiap saat bila dia merasa dirinya sukar menahan sesuatu yang memikat, lebih dulu dia suka memaki dirinya sendiri. Habis itu dia siap menerima hal yang memikat itu.

Tangannya sudah mulai beraksi

"'Serr ... serr ... serr ... " mendadak berbagai macam senjata rahasia menyambar masuk melalui jendela, ada pisau, ada panah, ada piau, semuanya menyambar ke tubuh mereka dengan cepat lagi keras.

Air muka Ting hiang-ih berubah pucat, segera ia hendak menjerit.

Tapi sebelum dia bersuara, berbagai macam senjata rahasia itu sama patah menjadi dua.

Serial Pendekar Empat Alis (Gu Long)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang