Pulang sekolah, di tangga aku sudah dicegat oleh Gibran, Alva, Denis dan Hanif. Mereka berjejer mirip personel One Direction.
Aku menatapnya satu per satu. "Ngapain kalian di sini? Mejeng? Mau godain cewek lewat?"
"Sas, ikut yuk!" kata Denis dengan ekspresi merujuk.
"Apaan? Mau ke mana?" tanyaku curiga. Memang sudah lama sekali aku tidak ngumpul dengan mereka, mungkin mereka merindukanku, ya mungkin...
"Sombong udah jadi wakil ketua kelas!" seru Hanif asal, aku mendelik melempar tatapan apa-hubungannya. Dia hanya nyengir.
"Nongkrong sama Lalisa dan Dara," kata Gibran menjelaskan tanpa diminta.
Aku hampir saja nyeplos main melulu, tetapi harus ditahan takut terdengar oleh Arya yang tadi masih berada di kelas. Tadi dia memintaku agar keluar kelas duluan, aku menoleh ke belakang saat ke-empat cowok di hadapanku itu serentak menatap arah belakangku.
Di belakangku, ada Arya dan Sera sedang mengobrol. Yup, aku tidak mungkin salah lihat mereka mengobrol. Sera tersenyum pada Arya dan saling mendadahi, dia berjalan menuruni tangga tidak menyapaku. Padahal kami teman sekelas kan?
"Ayo Sas!" Alva memecahkan keheningan membuat fokusku kembali pada mereka.
"Ke mana dulu?" tanyaku.
"Biasa," Denis menjawab cepat.
"Bawa motor nggak? Kalo nggak nanti sama gue, Gibran sama Lalisa, dan Dara sama Alva," ujar Hanif aku pun mengangguk setuju. Aku menoleh ke belakang untuk mencari Arya, dia berjalan mendekat.
"Mau ke mana?" tanyanya penuh selidik.
"Gue nggak pulang sama lo ya, mau main," kataku takut-takut. Arya menatap kami bergantian dengan ekspresi tak terbacanya, aku menunggu apa respons yang keluar dari bibirnya.
Satu kata tetapi mampu membuat jantungku berdegub kencang. "Ikut."
"Weh, tumben, ada apaan nih? Lo dulu susah diajak main, bro!" seru Denis sumringah.
"Ya udah sekarang makin rame deh, yuk ah keburu sore!" Alva menginterupsi menggiring rekannya agar segera turun. Hanif, Gibran dan Denis mengikuti cowok itu, Arya berjalan di belakangku dalam diamnya.
Langkah kakiku yang kecil tidak bisa mengimbangi ke-empat cowok itu yang sudah jauh beberapa langkah, Arya tidak mengikutinya dan mengimbangi langkahku yang pelan-pelan menuruni tangga.
Tanganku digenggam oleh cowok itu, aku menoleh padanya dengan tatapan bertanya. Dia berbisik pelan.
"Marah ya?"
"Nggak," jawabku cepat. Aku melirik ke punggung lainnya yang sudah belok ke koridor bawah, aku mendesis. Arya masih menatapku datar. "Kenapa harus marah emangnya?" lanjutku. Dia menggenggam tanganku dengan kedua tangannya.
"Kirain marah abis pas ngelihat gue sama Sera, tadi kayak bete gitu, beneran nggak marah?" Saat di koridor dia melepas tangannya, ada perasaan tak rela saat dia melepasnya.
Eh, jadi mauku apaan sih, dipegang geli, dilepas kesal.
"Nggak."
"Ini mah marah beneran deh. Cuma ngomongin kerja kelompok," ucapnya meyakinkanku. "Sera bilang ngerjainnya besok di rumahnya."
"Oh, terus besok latihan bandnya gimana?" tanyaku penasaran. Di rumahnya. Berdua saja.
Aku hanya tersenyum kecut. Kalau cewek itu bukan Sera --misalnya Mala-- aku tidak perlu kesal begini, apalagi aku sudah tahu cewek itu naksir Arya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sashi
Teen Fiction📌 Listed to @WattpadRomanceID Reading List Kategori Kisah Klasik di Sekolah edisi Januari 2022 ** Di tahun keduanya Sashi bersekolah, entah mengapa rasanya dia ketiban sial saat namanya berada di daftar murid kelas 11 IPS 5. Kelas paling bontot da...