Part 37

9.1K 891 53
                                    

Setelah berhasil mengendalikan diri, aku berjalan pergi dari meja mengambil jalan lain yang jauh dari area depan bioskop itu. Lebih baik aku pura-pura tak melihatnya, dan pura-pura tidak tahu sekalian. Kecewa. Aku kesal karena cowok itu pergi bersama cewek lain yang tidak aku sukai. Ya, mungkin ini balasan karena beberapa kali aku pergi dengan cowok lain tanpa diketahui olehnya.

Tapi, sumpah saat itu aku memikirkan dirinya, takut jika dia tahu akan salah paham dan kecewa. Aku sudah berupaya menjaga hatinya, tetapi cowok itu malah pergi menolak ajakanku demi cewek lain.

Apa dia memiliki perasaan yang bersalah juga seperti yang kurasa jika pergi dengan orang lain?

Menyebalkan!

Lenganku ditarik oleh seseorang dari belakang, aku menundukkan kepala malas untuk melihat dirinya. Aku juga menarik tanganku tidak mau disentuh olehnya.

"Sas, lo ngapain di sini?" tanya Arya polos. Dia merangkul tubuhku, menjauh dari jalanan karena ternyata posisi kami bisa menghalangi jalanan orang.

Aku mengangkat wajahku dengan mata memanas, dan hati sakit. "Lo yang ngapain di sini? Bukannya gue bilang minta anterin ke toko buku Sabtu sore. Tapi lo nggak mau, ternyata ada janji sama yang lain," sindirku ketus.

Wajah Arya sangat terkejut, dia membuka mulutnya lalu menutup lagi. Aku memperhatikan tubuh Arya yang dibalut kemeja licin warna hitam. Aku mendenguskan tawa, selama pergi denganku dia tidak pernah serapi ini. Pergi dengan Sera dia menggunakan kemeja panjang, bahkan rambutnya disisir rapi.

Aku melirik ke depan pintu bioskop, ternyata Sera sudah tidak ada. Mungkin dia disuruh Arya masuk duluan, sementara cowok ini berbicara padaku dulu.

Maksudnya apa sih?

"Nggak gitu! Gue—" Arya menatapku sedih. Aku mengibaskan tangan kesal.

"Tau ah, gue mau pulang! Sono lanjutin aja!" seruku sambil nunjuk ke arah bioskop. "Kan asyik pergi sama dia."

Aku meninggalkan Arya, tidak kusangka cowok itu mengejar dan memegang tanganku. "Gue jelasin dulu, lo salah paham."

Aku menarik tangan dengan kasar, Arya menatapku tak percaya. Kembali berjalan Arya masih gencar mengejarku dan memegang tanganku.

"Apaan sih?" Aku cemberut menarik tanganku.

"Lo mau ke mana? Gue temenin sekarang, abis itu lo ikut gue," kata Arya dengan tatapan lembut.

Aku berhenti melangkah dan melotot ke arahnya, kami menjadi pusat perhatian beberapa pengunjung lainnya. "Udah basi! Telat! Gue mau pulang udah terlanjur bete," jawabku jutek.

"Dengerin gue dulu! Gue mau jelasin," Arya masih keukeuh ingin menjelaskan sesuatu. Aku didorong olehnya masuk ke dalam lift.

Sial, lift sangat kosong. Aku berdiri di pojokan, Arya memencet tombol B di lift dan berdiri di dekatku. Aku tak mengacuhkannya sibuk memandangi bayangan diriku pada dinding lift.

"Mau pulang? Gue anterin ya? Gue ikutin dari belakang," katanya lembut.

Aku menggeleng tanpa menatap dirinya. "Kenapa ikut pulang? Sono pergi sama Sera. Nanti dia pulangnya gimana?" tanyaku sinis. "Dia kan cewek."

Arya mengusap puncak kepalaku. "Hm, cemburu? Lo salah paham. Sera bisa pulang sama nyokapnya kok." Aku berusaha menyingkirkan tangan besar Arya yang masih nemplok di kepalaku.

"Apaan sih?!"

"Gue tadi mau ke rumah lo. Di jalan ketemu Sera, karena ban taksinya bocor terpaksa dialihkan. Karena gue udah lihat dia, dan dia kelihatannya jengkel. Ya gue tawarin tumpangan. Toh, gue kira lo di rumah. Ke rumah lo sore menjelang malam juga nggak pa-pa lebih bagus," ucapnya menjelaskan.

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang