Part 21

9.4K 1K 88
                                    

Anak cowok kelasku katanya biasa nongkrong untuk jajan di area belakang sekolah. Ini pertama kalinya aku ke sini untuk mencoba jajan ala mereka. Aku semakin sedih bahwa anak kelas IPS 5 memang memiliki tingkat diskriminasi yang cukup besar.

Daripada nongkrong di kantin mendapat tatapan aneh dari anak kelas elit, mereka lebih memilih nongkrong di kursi panjang bawah pohon karsen. Dari pagar tersebut bisa memesan jajanan di warung pop es yang letaknya di seberang jalan. Aku tidak tahu ini ide siapa tapi cukup brilian.

Aku memang nekat dan sekarang bingung harus bagaimana saat daerah tersebut dipenuhi oleh anak cowok bertampang ambigu. Kalau anak elit anti main di sini jadi kemungkinannya mereka semua anak kelas IPS 5. Kakak kelas.

Dilihat dari tampangnya anak kelas 12 IPS 5 lumayan kece-kece, tapi tetap saja anak kelas buangan. Pentolan yang dulu di 11 IPS 5 namanya Levin. Aku mengenali betul sosok itu yang lagi sibuk sama video game-nya, tangannya bergerak-gerak lincah.

"Eh ada Sashi!" Jerry berdiri dari sekumpulan anak cowok itu sambil memegang piring. Aku tidak menyadari cowok itu karena posisinya di antara cowok-cowok bertubuh besar, salah sendiri badannya kecil. "Sini, Sas!" Tangannya yang memegang sendok mengajakku untuk ke sana.

"Astaga! Ada ratunya 11 IPS 5!" pekik seorang cowok berambut cepak.

Levin mengangkat kepalanya dari kesibukan dunia 3D tersebut, lalu tertawa terbahak-bahak melihat aku yang masih mematung di tempat.

"Woi! Woi ada ratu, ayo berdiri! Kasih penghormatan!" ucap seorang kakak kelas yang dagunya berjenggot tipis. Mereka berdiri lalu memasang senyum aneh padaku. Eh, apaan nih?

"Harusnya nih cewek ada di angkatan kita! Cewek di kelas kita cabe-cabean semua," celetuk Levin asal. "Duh, imut, gemesin banget minta dipinang!"

"Sikat, bos!" sahut yang lain.

"Sini duduk lo jangan berdiri aja, kayak anak SD kena setrap!" Levin menepuk-nepuk kursi kayu membersihkannya dari dedaunan pohon. "Arya mana?"

Aku duduk di sebelah Levin gemetaran. Dahiku mengerut saat mendengar nama Arya yang disebut-sebut.

"Kok nanya gue sih, Kak?" protesku.

Dia tertawa kecil. "Kan kalian pacaran. Kayak kembar siam gitu nempel terus."

"Nggak ya!" Sialan gosip aku pacaran sama Arya udah tersebar sampai satu sekolah -sepertinya. Levin si pentolan 12 IPS 5 saja tahu.

Siapa sih yang nyebarin gosip murahan begini?

"Beneran nggak pacaran? Bisa antre dong? Hehe..." Dia menyeringai.

"Antre? Buat apaan?"

Levin terbelalak sambil tersenyum kecut. "Nggak ngerti? Lewatin aja dah! Eh, mau pesan apa? Laper nggak? Nunggu siomay lewat lagi yak?" Tawarnya, dan aku mengangguk malu-malu.

"Iya. Tapi nanti aku bawa ke kelas, Kak. Nggak bisa lama-lama di sini."

Jerry duduk di kursi semen depanku. "Lo ngapain emangnya ke sini? cewek sebenarnya dilarang ke mari. Nggak takut tuh sama cowok-cowok butuh belaian?" Tunjuknya pada sekumpulan cowok yang tersenyum pasang wajah malu-malu bin mesum.

Aku tersentak lalu merinding. Ow-ow aku lagi di kandang macan rupanya.

"Pergi sana! Jangan nakutin dia!" seru Levin pada Jerry. Cowok mungil itu mencebikan bibir lalu fokus makan lagi. "Eh, Sashi minta nomor lo boleh kali." Lanjut Levin.

"Buat apaan?"

"Kurang jelas banget ya? Emang harus ngasih alasan?"

"Jangan didekatin, bos! Udah di-landmark sama Arya!" celetuk si cepak tadi.

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang