Aku menaruh rasa curiga saat Arya menyeretku ke kantin sambil memasang senyum semanis mungkin. Dia juga langsung pergi ke Pak Kus tukang bakso legendaris, yang katanya baksonya paling enak se-Esa Unggul (karena emang tukang baksonya cuma beliau).
Arya mengatakan ingin mentraktirku atas dasar terima kasih sudah direpotkan mulai dari pinjam uang di jalan, menyeretku pada Pak Badrun padahal itu kesalahannya, dan nebeng pagi itu sampai ke sekolah.
Untung dia sadar diri sering merepotkanku.
Tidak seperti cowok kebanyakan yang pemalas dan gengsi, Arya membawa nampan berisi dua mangkuk bakso kami, bahkan dia menolak saat Pak Kus ingin membawakan nampan itu ke meja kami.
Aku mengedarkan pandangan mencari meja yang kosong. Di salah satu meja, aku melihat Lalisa melambaikan tangan. Di meja tersebut ada Gibran juga.
"Eh, di sana yuk," aku mencolek lengan Arya yang masih celingukan mencari meja kosong.
Arya menatap meja yang aku tunjuk dengan mata menyipit, dia melirikku agak kesal. "Ada Gibran, gue malas lihat lo dekat sama dia!"
"Ada Lalisa juga, kok lo gitu sih? Ya udah, gue ke sana! Sini mangkuk baksonya gue bawa sendiri!" Ancamku keji sambil pura-pura mengambil mangkuk dari nampan. Arya menjauhkan nampan dari jangkauanku.
"Iya deh, kita ke sana. Tapi jangan genit sama Gibran." Pesannya sebelum mengekoriku menuju meja Lalisa.
Aku mendecih. Ini cowok kenapa coba? Emang aku selama ini suka genit sama Gibran? Ckck.
Aku dan Arya tiba di meja yang berisi Lalisa-Gibran. Mereka berdua menatap kami geli sambil cekikikan, aku menatap keduanya curiga. Aku mau duduk di sebelah Gibran, tetapi Arya keburu meletakkan nampannya dan menyuruhku duduk di kursi seberang, sebelah Lalisa. Aku merengut kesal berjalan memutar meja.
"Cie, jadi akrab banget ya sekarang?" goda Gibran menerling ke arahku genit. Aku mengambil mangkuk bakso dari Arya dan mengaduk mienya.
"Nggak. Bi—"
"Iyalah, kita kan best couple di IPS 5," sahut Arya ceria dan bangga, suaranya juga menekan sekali.
Aku menghentikan aktivitasku mengamati ekspresinya yang polos, sok polos tepatnya karena aku sudah pernah melihat ekspresi Arya yang lain.
"Hebat!" seru Lalisa niatnya mau memuji tetapi terdengar seperti ngatain aku. "Sasuga, Arya dan Sashi."
"Apa kabar Om Gio sama Tante Aika? Bulan kapan lahirannya?" tanya Gibran pada sepupunya –Arya.
Biarkan mereka ngobrol, aku mau fokus menikmati bakso ini karena lapar sedang melanda.
"Baik. Alhamdulillah. Paling nggak nyampe 5 bulan lagi. Oh ya, adik gue kembar loh. Mereka cuma bilang kembar, nggak ngasih tau jenis kelaminnya. Gue jadi penasaran. Kalo cowok lagi, kita bisa keren banget mirip F4. Eh, yang terbaru apa tuh BBF ya namanya?"
Seketika lagu Paradise dari T-Max memutar di kepalaku disertai aku keselek kuah bakso dan segera menyambar botol air mineral, entah milik siapa, lalu menenggaknya.
Arya menoleh dengan raut wajah simpati. "Ya ampun, sayang, pelan-pelan dong! Duh!"
Aku mendelik sinis padanya, "lo ngagetin gue, Ar."
Lalisa dan Gibran cekikikan lagi, Lalisa menatap Arya dengan tatapan tertarik, "masa kembar juga? Oh iya sih, Mama pernah bilang keluarganya emang punya keturunan kembar. Wuih, rame nanti!"
"Yoi bisa gitu ya. Kak Ronald masih kuliah di ITB kan?"
Ronald adalah kakaknya Lalisa yang ganteng dan pintar, gabungan Lalisa dan Gibran. Dia baru semester dua kuliah di ITB. Aku tahu saat ke rumah Lalisa, kakaknya itu lebih jutek, sinis dan pendiam. Tapi aku suka melihat wajahnya yang ganteng sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sashi
Teen Fiction📌 Listed to @WattpadRomanceID Reading List Kategori Kisah Klasik di Sekolah edisi Januari 2022 ** Di tahun keduanya Sashi bersekolah, entah mengapa rasanya dia ketiban sial saat namanya berada di daftar murid kelas 11 IPS 5. Kelas paling bontot da...