Part 27

8.7K 1.1K 98
                                    

Rasanya tidak enak juga baru kenal sudah diajak makan bersama, tapi kami benar-benar melakukannya.

Tante Aika mempersiapkan makanan dengan sayur bayam, beserta lauk pauknya.
"Maaf, ya namanya juga ibu hamil."

"Iya tidak apa-apa, Tan."

Biar aku cepat subur juga. Eh?

Kami makan bersama, sesuatu yang sangat aku rindukan makan bersama seseorang di meja makan seperti ini. Aku baru menyadari bahwa belakangan ini hubunganku dengan mama sudah berbeda, tidak sehangat dulu, mama sekarang cuek lebih mementingkan usahanya, dan ketika aku bangun pagi untuk sarapan beliau jarang menemaniku lagi.

Ya, saat dia mengatakan merindukan papa adalah terakhir kalinya kami bertemu di meja makan. Aku dan papa terahkir bertemu di meja makan sudah lama, bahkan aku tidak inget. Beliau pulangnya malam sekali saat aku sudah terlelap, lalu berangkat pagi banget saat aku siap-siap untuk sekolah.

Lebih parah dari yang sebelumnya, mungkin Papa masih berusaha menghibur dirinya menutupi kesedihan atas kepergian kak Sasa. Aku mengira bisa mengganti dirinya, ternyata aku malah semakin membentangkan jarak. Semakin jauh.

Sebuah elusan terasa di kepalaku. Aku mendongakkan kepala melihat tante Aika berdiri di sisiku sambil mengusap kepalaku lembut. Wanita itu tersenyum hangat, aku seperti kembali ke rumah. Aku seperti sedang di rumahku. Beginikah rasa nyaman?

"Tante ingin punya anak cewek," katanya dengan suara rendah. Tanganku balas memeluk perut buncitnya dan mengecup perut tersebut.

"Biar anaknya cantik, kalo cowok ganteng!" Aku tertawa.

"Tante masih rahasiain dari Arya dan Novan. Biar kejutan."

"Cewek nih kayaknya, soalnya Tante wajahnya berseri-seri."

Tante Aika tertawa renyah. "Kok bisa nebak? Wah, kamu ada bakat penebak dengan tepat nih. Tapi jangan bilang sama mereka ya? Rahasia." Bisiknya dengan suara rendah, suara yang begitu asing. Seperti bukan suara Tante Aika yang sebelumnya.

Jangan bilang dia juga berbeda dari yang ditampakannya? Ow...ow...

💙💙💙

Setelah lama mengendap di kamar akhirnya Novan turun ke bawah, ternyata dia menyalakan TV untuk menonton bola.

Aku tidak duduk di sebelahnya, karena dia pasti ogah berbagi sofa denganku. Dia mengambil toples yang berisi kerupuk, tadi ada dua kerupuk di sana. Sudah habis aku makan dua-duanya.

Oke, sepertinya cowok itu tau aku yang memakan kerupuknya karena sekarang dia sedang menatapku tajam.

"Lo yang ngabisin kerupuk gue?" tanyanya. Dan aku mengangguk, tadi tante Aika yang menawarkan kerupuk tersebut. aku keterusan memakan dua-duanya. Oke, salahku.

"Iya, minta, Nov," jawabku takut.

"Minta kok diabisin!" sahutnya sinis, lalu menaruh toples tersebut ke meja lagi. Aku jadi tidak enak hati.

"Mau gue bikinin sesuatu? Lo mau makan apa?" Sekarang aku mulai berani menawarkan sesuatu, oke rasa takutku padanya itu berlandaskan pada rasa bersalahku yang mengadu tentang dirinya ke om Gio.

"Lo bisa masak? Kalo gue mati keracunan salah lo ya?" Dia menatapku meremehkan. "Oke, bikinin gue kentang. Eh, jangan deh kelamaan! Bikinin gue dadar isi pisang cokelat. Bahan-bahannya ada di kulkas, kebetulan ada pisang juga. Gih sana buat!"

Tunggu, dadar itu yang kulit biasanya berwarna hijau kan? Dadar gulung yang biasanya berisi parutan kelapa dan gula? Astaga! Anak ini merepotkan sekali. Aku pernah membuat kulit dadar saat praktek dulu di sekolahku. Oke, berbekal pengalaman aku akan mencoba membahagiakan anak ini.

SashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang