Hal pertama yang dilakukan Warren adalah meletakkan gadis bernama Avelyn diatas ranjang, mengganti pakaiannya yang compang-camping dan menghadapi adiknya yang masih bertanya mengenai bagaimana, kenapa sampai siapa yang melakukan hal ini. Dan Warren hanya bisa terdiam dan menahan dirinya agar tidak menghela nafas panjang.
Dan bel pintu berbunyi,"Aku rasa itu adalah staff concierge yang aku suruh untuk membawa obat untuk temanmu. Bisa kau ambilkan?" Tanya Warren dengan mengangkat sebelah alisnya.
"Tidak bisakah aku disini saja dan menemani Avelyn?" Thalia menatap tubuh Avelyn yang terlihat sangat lemah.
Warren berkacak pinggang dan menatap adiknya dengan kesal, "Dan apa yang akan kau lakukan? Menangisi dan bertanya mengenai siapa hingga bagaimana orang itu melakukan hal ini, Thalia? Apa kau pikir temanmu akan sembuh hanya dengan pertanyaan bodohmu itu?"
Lalu Warren menunjuk kearah pintu dan menatap Thalia dengan kesal, "Ambil barang-barang itu dan segera kembali kesini, Thalia Vazques"
Dan Thalia memang melakukannya.
Beberapa menit kemudian ketika adiknya kembali dengan sebaskom air hangat beserta kain bersih, antiseptik dan band aid yang diminta Warren sebelumnya, ia menyuruh Thalia untuk menunggu didepan. "Aku akan menunggu disini, Warren" ucap Thalia dengan keras kepala
Warren hanya perlu mengangkat sebelah alisnya dan menyatakan dengan keras bahwa ia tidak ingin dibantah. Dan seperti biasa, Thalia akan mengalah dan menunggu diruang tamu.
Setelah pintu ditutup dengan kencang, Warren kembali membasuh tubuh serta luka Avelyn. Dimulai dari sisi wajahnya yang mulai membiru, sudut bibir yang masih membengkak dan pelipisnya yang berdarah.
Dengan penuh kelembutan Warren membasuh luka itu dengan kain bersih yang sudah dicelupkan kedalam air hangat, lalu menyemprotkan beberapa antiseptik sebelum akhirnya menempelkan band aid diatas luka itu.
Jemari panjangnya menelusuri luka itu dan menatap wajah Avelyn yang masih terpejam. "Dua kali. Kita hanya bertemu dua kali dan selalu aku yang berakhir dengan menyelamatkanmu.."
Entah kenapa Warren ingin menelusuri sisi wajah gadis itu dengan jemarinya dan ada rasa aneh yang tidak pernah dirasakannya-atau pernah dirasakannya dulu.
Warren pernah mencintai Renata dan bersumpah tidak akan pernah jatuh cinta lagi, atau siapapun gadis ini, Warren tidak menyukai reaksi yang ditimbulkan oleh gadis itu kepada dirinya.
Kau seharusnya menjauh, Warren. Apa kau tidak ingat apa yang sudah terjadi?
Disela-sela pemikirannya yang berkecamuk, mendadak ia merasakan sepasang tangan lembut menariknya perlahan, tubuhnya limbung dan mengikuti tarikan pelan itu. Sedetik kemudian Warren bisa merasakan bibir lembut menyentuh bibirnya dan membuatnya terdiam.
Akal warasnya seakan menguap hanya dengan satu gerakan kecil itu dan nafasnya seakan hilang bersamaan dengan akal warasnya, yang bisa dilakukannya hanyalah terdiam. Hingga akhirnya Warren menemukan lagi alasan untuk menahan bobot tubuhnya, karena ia tidak ingin membuat gadis itu terluka dengan bobot tubuhnya.
Dan ia pasti gila karena mendengar gadis itu berbisik dengan sangat pelan, "Don't leave me.."
Warren menatap gadis itu dengan perasaan aneh, jemarinya terulur untuk mengusap air mata yang mengalir dari sudut mata yang masih tertutup itu. "Shh.. istirahatlah.." Gumam Warren pelan.
Hari ini ia sudah melakukan hal yang gila dari hal tergila yang pernah dilakukannya. Pertama, ia menolong gadis bernama Avelyn ini. Kedua, ia bahkan perduli dengan luka yang dialami gadis ini. Ketiga, Warren mengucapkan hal lembut-sesuatu yang tidak pernah dilakukannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soprano Love [COMPLETED] SUDAH TERBIT.
Romance[COMPLETED random private . Follow first to read all part of story] Bisa kalian dapatkan di toko buku terdekat :) The past and the future. Both of these things is scary, but it also provides hope that too big until she finally had to choose to lov...