Chapter 18

116 14 0
                                    

Rama's POV

'Lama-lama gue heran sama lo, emang sejak kapan lo pacaran dengan Anna, huh? Bahkan lo sendiri aja belum ada nembak Anna. Eh banci, lo itu cuma ngegantungi perasaan Anna aja, tau ngga!'

Gue menghela nafas, sejak dari tadi kata-kata itu terus terngiang di kepala gue. Apa gue terlalu jahat terus-terusan ngegantungin perasaan Anna ya? Jujur, gue mulai suka sama Anna, tapi ada perasaan lain yang masih mengganjal di dalam diri gue. Gue ragu.

Ya, gue ragu. Makanya hingga saat ini gue masih belum berani buat menyatakan perasaan gue pada Anna. Karna gue masih belum bisa melupakan seseorang yang saat ini masih mengisi hati gue.

Gue meraih Iphone yang tergeletak di atas nakas, gue pun menghidupkannya. Tampaklah sosok cewe yang selama ini menghiasi layar ponsel gue. Dia tersenyum lebar seraya memegang bunga pemberian gue dulu. Tanpa sadar gue tersenyum sembari memperhatikan fotonya.

Namun, lama kelamaan senyuman gue pudar. Gue sadar kalo gue ga bisa terus-terusan kayak begini. Dia adalah masa lalu gue, dan gue ga bisa stuck di masa lalu gue aja. Gue harus move on, gue harus memulai kehidupan baru dengan orang yang baru pula. Dan gue pasti bisa melupakannya walaupun dengan jangka waktu yang lama, tapi gue akan berusaha semaksimal mungkin.

Gue pun meletakkan ponsel gue kembali ke tempatnya, kemudian mulai mematikan lampu dan bergegas untuk tidur.

***

*Pulang sekolah*

Setelah gue mendengar bel pulang berbunyi, gue langsung buru-buru untuk membereskan buku-buku gue dan bergegas keluar kelas duluan.

Jangan sampe ketahuan, Vino. Gue males banget pulang bareng dia. Lagian sih kak Vio pake nyuruh Vino buat nganter gue pulang segala. Batin gue. Dengan tergesa-gesa gue berjalan ke gerbang untuk mencari taksi atau pun semacamnya. Gue rela dah naik angkot demi ga pulang bareng Vino.

Tiba-tiba dari arah belakang, gue mendengar suara klakson motor. Gue tersentak.

Gue udah tau itu siapa jadi gue berniat buat ga noleh ke belakang dan tetap diam di tempat.

"Naik" perintahnya saat ia menghentikan motornya di samping gue.

"Ga mau" jawab gue seadanya.

"Aku di perintahkan sama kak Vio buat nganter kamu pulang" sambungnya.

"Tapi gue ga mau. Lagian lo kan bisa bilang sama kak Vio kalo lo ga bisa nganter gue pulang karna ada urusan, kenapa lo terima aja sih?"

"Bohong dosa" ucapnya datar. Sumpah ya nyebelin banget ini orang pengen gue cakar mukanya. "Yaudah cepetan naik, atau nanti aku laporin ke kak Vio" seketika gue mendelikkan mata.

"Apa?! No! Please jangan laporin ke kak Vio dong, please" gue memohon ke dia seraya menyatukan kedua telapak tangan gue di depan wajah.

"Alright kalo kamu ga mau aku laporin sekarang kamu naik" dengan cemberut gue naik ke atas motornya Vino. Dari belakang gue mengepalkan tangan geram seraya berpura-pura ingin menjitak kepalanya.

"Pegangan" perintah Vino yang gue tanggapin dengan memutar bola mata.

"Ogah" ketus gue tanpa mengindahkan perkataan dari Vino.

Selama di perjalanan Vino hanya diam tanpa mengatakan sepatah katapun. Gue sebagai cewe ya risih lah di cuekin mulu, berasa kayak bareng sama supir. Jadi gue berniat buat membuka suara.

"Vin, lo kok diem aja sih? Ngomong kek, gue ga suka di cuekin" ucap gue sambil cemberut.

"Emang mau ngomong apa?" jawabnya seadanya.

3 Girls 3 LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang