Chapter 21

31 4 0
                                    


Vio sedang berada di kursi koridor kampus, duduk menunggu kelas yang sebentar lagi akan ia masuki sambil memainkan ponsel miliknya, sesekali ia melihat ke sekeliling, terdapat banyak orang disini, namun rasanya ia seperti sendirian. Ada perasaan yang aneh sejak ia pertama kali masuk ke perkuliahan. Sungguh berbeda dari saat ia SMA dulu, yang mana setiap orang saling membaur satu dengan yang lain, sekarang individualisme menjadi sangat kentara di sini. Vio sempat berpikir apakah ia melakukan kesalahan, setiap kali ia ingin berbaur dengan yang lain, maka orang itu perlahan akan menjauh darinya. Seperti ada hal membuat mereka menjauh darinya. Pada awalnya, ada beberapa orang satu fakultasnya mau berteman dengannya, namun perlahan mereka menjauh tanpa sebab. Raut sinis selalu mereka tujukan pada Vio. Terhitung dari sejak ia melangkahkan kaki ke kampusnya, setidaknya ini sudah memasuki bulan kedua ia berkuliah, namun ia tetap tidak memiliki satu orang pun teman.

Vio menghela nafas, tak terbayang baginya perkuliahan akan semembosankan ini. Yang ia tahu, semua teman SMA nya tampak bersenang-senang dengan kehidupan baru mereka sebagai mahasiswa, seperti memiliki teman baru, pengalaman baru atau mungkin lingkungan belajar yang baru. Namun, tak seperti dirinya yang bahkan tak memiliki ketiganya. Semuanya tampak menyedihkan baginya.

Jam tangannya menunjukkan pukul 11.45 WIB., yang mana berarti kelasnya akan segera dimulai. Vio menarik tasnya, menyandangkan talinya ke bahu sebelah kanannya, lalu berjalan menuju kelas yang berada tak jauh dari tempat ia duduk tadi. Sampai di kelas, Vio melihat mahasiswa lainnya ikut berjejer masuk ke dalam kelas.

Rahmat, selaku dosen mata kuliah umum Bahasa Inggris datang beriringan dengan mahasiswa yang datang paling akhir. Vio mengeluarkan binder dan pulpennya, lalu meletakkan keduanya diatas meja. Memulai perkuliahan.

***

Perkuliahan sudah berlangsung hampir 55 menit, Rahmat mendominasi perkuliahan dengan ceramah dan terkadang diselingi dengan candaan yang membuat mahasiswa sedikit lebih rileks dan tak berkesan kaku selama pelajaran berlangsung. Vio yang seperti biasa setia mencatat segala informasi penting yang diberikan oleh dosen.

"Permisi, pak," sela seseorang ditengah-tengah pelajaran. Merasa terpanggil, Rahmat pun menoleh dan diikuti oleh mahasiswa yang lain. "Maaf saya terlambat." sambungnya.

Rahmat membetulkan kacamatanya dan memperhatikan cowok itu dari atas sampai kebawah, lalu melirik jam tangan miliknya, "Kamu terlambat hampir satu jam, kamu tahu 'kan kelas ini dimulai jam berapa?"

"Iya pak, saya tahu."

"Kalau kamu tahu, kenapa kamu bisa terlambat?"

"Maaf, pak, soalnya saya bekerja." Rahmat menghela nafas seraya menggelengkan kepala, dengan menggunakan isyarat ia pun menyuruh Harry untuk duduk.

Sejenak Harry menyapu pandangannya ke seluruh ruangan mencari kursi kosong untuk ia duduki. Akhirnya pandangannya tertuju pada bangku kosong di sebelah wanita yang tengah sibuk mencatat sesuatu. Tanpa berpikir panjang ia pun mengambil tempat tersebut dan mengeluarkan peralatan menulisnya. Vio yang sudah selesai mencatat pun terkejut karna mendapati Harry sudah duduk di sebelahnya.

"Harry? Kamu kapan datangnya?" Tanya Vio sedikit kaget.

Harry meliriknya sekilas lalu mengalihkan pandangannya kedepan, siap-siap untuk menulis, "Barusan." Jawabnya singkat. Vio mengangguk mengerti, ia berusaha terfokus kembali pada perkuliahan yang tengah berlangsung.

Kelas telah usai, setelah dosen keluar satu persatu dari mereka pun mulai meninggalkan kelas. Melihat Harry beranjak dari kursi, membuat Vio refleks mengikuti. Sambil mengejar langkah kaki Harry, Vio bertanya dengan hati-hati, "Kenapa tadi bisa terlambat?" tanya Vio mencoba membuka obrolan. Namun Harry hanya diam tak menjawab. Vio menekukkan bibirnya sebal, lalu bertanya kembali, "Setelah ini kamu ada kelas lagi, nggak?" dengan tatapan dingin Harry melirik Vio sekilas, lalu seakan mengabaikan, Harry berjalan cepat mendahului Vio. Vio mencoba mengikuti langkah panjang milik Harry, namun apa daya Vio kalah cepat darinya.

3 Girls 3 LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang