Chapter 14

83 16 0
                                    

Vio's POV

Setelah mengantar Anna, aku pun masuk ke dalam rumah. Namun saat aku hendak menutup pintu, dari kejauhan aku melihat seseorang tengah berjalan kemari seraya mengusap matanya yang sembab.

"Loh kamu kenapa Zee? Kok mata kamu sembab gitu?" tanyaku ketika ia sudah berada di hadapanku. Ia hanya menunduk seraya berusaha menutupi wajahnya dengan rambut.

"Ga papa kok, gue ke atas dulu ya" kemudian ia pun berlalu. Aku hanya diam memperhatikan punggungnya yang mulai menjauh dari tempatku berdiri.

Kenapa Zee jadi seperti itu? Apa dia ada masalah ya?

Karna khawatir aku pun menyusul Zee ke kamarnya. "Zee?" Ucapku seraya membuka pintu kamar Zee yang kebetulan tidak dikunci. Dan saat itu pula aku melihat Zee terduduk di atas ranjang seraya memeluk lututnya dan menenggelamkan kepalanya di sana.

Dengan perlahan ku coba meraih tubuhnya dan mengusap lembut kepalanya. "Zee ada apa? Cerita dong" sahutku. Namun tiba-tiba kurasakan tubuh Zee bergetar hebat, seketika aku memeluknya dan dia pun membalas pelukanku.

"Vio.. gue ga kuat, mungkin gue nyerah aja buat dapetin Bisma.. hiks.. hiks.. gue udah ga sanggup" lirihnya sambil sesenggukan.

Sontak aku terkejut mendengar pengakuan Zee, "Loh kenapa? Bukannya kamu cinta banget sama dia, kok kamu nyerah sih?" Zee pun melepaskan pelukannya dan menatapku dengan tatapan nanar.

"Diem-diem ternyata Bisma udah punya cewe, Vio... gue udah ga sanggup lagi dengan segala cobaan ini... Hiks.. hiks.."

"Udah yang sabar, makanya kamu berusaha dong lebih keras lagi!" Ucapku seraya menepuk-nepuk pundak Zee untuk memberi semangat, namun ia malah menangis lebih keras.

"Tapi masalahnya cewenya itu cantik banget... huaaaa!!" teriak Zee sambil menggigit bantal yang ada di hadapannya. Aku hanya bisa menghela nafas pasrah.

"Yaudah kalo gitu kamu banyak-banyak istighfar aja dah, siapa tau Allah memberikan jalan. Aku ga bisa banyak bantu, soalnya aku mau buru-buru pergi" lanjutku.

"Lah lo mau kemana?"

"Aku mau daftar kuliah"

"Bukanya lo dapet beasiswa di Columbia ya?" Tanya Zee seraya mengelap matanya menggunakan punggung tangannya.

"Aku ga ngambil beasiswa itu dan aku berniat buat kuliah di sini aja" jawabku. Zee seketika melototkan matanya, ia tampak terkejut mendengar ucapanku.

"Loh bukannya itu impian lo dari dulu ya. Kenapa lo tolak sih?"

"Aku punya alasan lain buat nolak beasiswa itu Zee, dan aku rasa ini jalan terbaik yang aku pilih" jawabku seraya tersenyum. Zee hanya menghela nafas pasrah kemudian mengangguk.

"Yaudah kalo memang itu jalan terbaik menurut lo, gue mah mendukung aja"

Seketika aku tersenyum antusias, "Makasih Zee, aku sayang banget sama kamu" aku pun memeluk Zee. Aku beruntung punya adik kayak Anna dan Zee, mereka selalu mendukung segala keputusanku dan karna itu aku ga mau menginggalkan mereka. Yaa walaupun ada alasan yang lain lagi sih.

Ia pun melepaskan pelukannya, "Tapi, mama sama papa udah tau belum soal ini?"

"Mama sama papa udah duluan aku kasih tau, dan mereka menyetujui keputusanku"

"Bagus deh kalo gitu"

"Umm, Zee aku harus pergi sekarang. Oh ya dan jangan lupa nanti kamu jemput Anna ya"

"Lah naik apa?"

"Umm, pinjam motornya si Jamal aja"

"Yaudah deh, lo hati-hati ya di jalan"

"Oke, bye Zee. Kamu hati-hati juga ya di jalan" ia mengangguk kemudian aku pun beranjak keluar dari kamar Zee menuju kamarku untuk mengganti baju.

Seraya membuka lemari, ku perhatikan setiap pakaianku yang ada di dalam sana. Aku pun mengambil salah satu celana jeans dan kemeja untuk ku kenakan saat ini.

Setelah mengganti pakaian, aku pun keluar dari kamar dan menuju garasi untuk mengambil mobil.

***

Saat ini aku sedang berjalan di koridor kampus seraya celingak-celinguk mencari ruang administrasi, namun dari kejauhan aku melihat seorang laki-laki tengah mambawa banyak buku yang hampir berjatuhan.

Hati nuraniku berkata kalau aku harus menolongnya.

"Hey sini biar aku bantu bawain bukunya" ucapku berusaha seramah mungkin. Dia menoleh kepadaku, tampak mata hijaunya yang indah terpaku menatapku.

Dia tampan juga kalau di perhatikan, ya walaupun penampilannya agak nerd.

"Eh ga usah, makasih aku bisa sendiri kok" katanya sembari terburu-buru pergi. Ku tatap punggungnya yang mulai menjauh dan menghilang di ujung koridor. Ku rasa dia orangnya agak pemalu.

Aku pun berpaling dan melanjutkan untuk mencari ruang administrasi. Setelah kesekian kali aku berputar-putar di kampus ini akhirnya ketemu juga ruang administrasi, tanpa basa-basi aku pun memasukinya.

"Selamat siang, bu" Seorang perempuan paruh baya yang memakai kacamata mendongak ke arahku.

"Oh pasti kamu Vionna, kan? Ayo silahkan duduk" katanya mempersilah aku duduk. Aku pun mengindahkan perkataannya dan duduk di hadapannya. "Baiklah, ini berkas-berkas kamu dan kalau tidak salah lusa kamu sudah bisa mengikuti perkuliahan disini. Tapi sebelumnya sudahkah kamu memilih apa fakultas yang ingin kamu pilih, Vionna?"

"Sudah, bu" jawabku. Tampak wanita paruh baya itu mengangguk mengerti.

"Bagus lah kalau begitu"

"Yasudah, kalau begitu saya permisi ya bu. Terima kasih banyak" wanita itu pun tersenyum seraya mengangguk.

Author's POV

Vio pun keluar dari ruangan administrasi tersebut. Sebelum pulang ia berniat buat jalan-jalan seraya mencari lokernya. Ia melirik ke kanan dan ke kiri melihat setiap ruangan yang ia lewati. Namun, sampai pada suatu ketika ia mendengar suara alunan piano di sekitar ia berdiri.

"Siapa yang mainin piano ya? Bagus banget" gumamnya. Vio mulai berjalan mencari asal suara tersebut dan sampai pada akhirnya ia menemukan sebuah ruangan musik. Ia mengintip melalui kaca yang terdapat di pintu ruangan dan menemukan seorang laki-laki tengah memainkan piano seraya memunggunginya.

"Kalo di lihat-lihat kayaknya aku pernah ketemu orang itu deh sebelumnya" Batin Vio.

Karna rasa penasaran menguasai dirinya, ia memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan tersebut.

Karna mendengar seseorang masuk, laki-laki tersebut menghentikan permainannya dan berpaling menatap Vio yang saat ini tengah berdiri di ambang pintu.

"Hai! Maaf sebelumnya aku nyelonong masuk aja tanpa izin. Namaku Vio, kamu main pianonya bagus banget deh, kamu laki-laki yang aku temui tadi kan?" Ujar Vio antusias.

Laki-laki itu hanya diam tak berkutik, namun sesaat kemudian ia pergi. Vio yang melihat hal itu hanya bengong tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Loh kok dia pergi sih?" Gumamnya. Lalu ia berpaling menatap dirinya sendiri. "Apa ada yang salah dari aku ya?" Karna tidak mau repot-repot memikirkan hal itu, ia pun hanya menaikkan bahunya berusaha untuk mengabaikannya.

Vio keluar dari ruangan musik itu dan berjalan menjahui ruangan tersebut untuk melanjutkan tujuan yang sebenarnya. Sementara itu dari kejauhan seseorang tengah menatap ia dengan tatapan kebencian.

"Lo udah ngerenggut orang yang gue cintai, dan lo bakalan ngerasain hal yang sama seperti yang gue rasain sekarang, Vio. Tunggu saja pembalasan gue" ucapnya seraya tersenyum sinis.

~To Be Continued~

3 Girls 3 LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang