Pisau Kedua Belas

1.2K 24 2
                                    

Tiada suara, hening lelap, suara lirihpun tak terdengar, sampai anginpun seperti berhenti.

Tolka roboh di antara genangan darah sendiri, begitu badannya terkapar di tanah, badannya seketika lantas seperti mengkeret kering, tak ubahnya karet yang kepanasan.

Peduli dia seorang Eng-hiong, pahlawan gagah perkasa di masa hidupnya ataukah gembong iblis, kini tidak lebih dia hanya mayat yang bergelimang di antara ceceran darahnya belaka.

Orang mati tetap orang mati. Andaikata ada manusia yang paling ditakuti di jagat ini, setelah dia mati keadaannya tidak akan berbeda dengan manusia mati umumnya.

Hanya satu yang tidak, yaitu tangannya. Di bawah sinar bintang yang guram, tangannya masih kelihatan mengkilap, seakan-akan sedang menantang dan unjuk kegarangan terhadap Bak Kiu-sing.

'Walau kau membunuhku, menghancurkan aku, tetap kau tidak bisa menghancurkan tanganku ini. Sepasang tanganku tetap merupakan senjata terampuh yang tiada tandingannya di seluruh jagat.'

ooo)O(ooo

Tetap tidak menyalakan lampu.

Bak Kiu-sing berdiri di bawah bintang-bintang, berdiri tanpa bergeming. Setelah berduel, walau dia sebagai pihak pemenang, tetap dia akan merasakan kehampaan yang tak bisa dilimpahkan dengan perasaan atau kata-kata. Demikianlah keadaannya. Lama sekali baru dia berpaling.

Yap Kay tengah menghampiri.

Bak Kiu-sing mengawasinya, tiba-tiba bertanya: "Kau tidak ingin membuka topengnya?"

"Kukira tak perlulah." ujar Yap Kay menghela napas.

"Kau sudah tahu siapa dia sebenarnya?"

"Aku kenal tangannya itu." ujar Yap Kay.

Tangan yang memancarkan cahaya.

Mengawasi sepasang tangan itu, tak urung Yap Kay menghela napas pula: "Memang tangannya ini merupakan senjata ampuh yang tiada bandingannya di kolong langit."

Selamanya takkan ada tangan seampuh itu dalam dunia ini.

Bak Kiu-sing berkata tawar: "Sayang sekali betapapun sesuatu alat senjata itu menakutkan, dia sendiri toh tidak mampu membunuh manusia."

Yap Kay mengerti kemana juntrungan kata-kata ini.

Yang membunuh orang memang senjata, tapi yang membunuh adalah manusia.

"Apakah senjata itu menakutkan?" ujar Bak Kiu-sing, "yang penting harus dipandang dulu di tangan siapa senjata ampuh itu."

Sudah tentu Yap Kay pun maklum akan lika-liku hal ini.

"Jikalau jurus seranganku tadi sedikit menggunakan tenaga lagi, kemungkinan sekali tanganku sudah dia hancurkan."

Yap Kay manggut-manggut, katanya: "Ya, mungkin sekali!"

"Tapi seranganku itu terlalu enteng, dan di situlah letak kunci kemenanganku."

"Permainanmu tadi memang hebat dan menakjubkan." puji Yap Kay sambil tertawa getir.

"Kunci kalah menang bagi seorang tokoh kosen dalam menghadapi musuh tangguh ada kalanya justru terletak pada jurus-jurus permulaannya itu."

Yap Kay diam menepekur, tiba-tiba dia membongkok badan merenggut topeng yang dipakai di muka Tolka.

"Katanya kau sudah tahu siapa dia, kenapa masih ingin melihat mukanya juga?" tanya Bak Kiu-sing, "orang mati masakah elok dipandang?"

"Tapi aku memang ingin melihatnya. Sebelum dia ajal, apakah diapun tahu akan lika-liku ini?"

Rahasia Mo-Kau Kaucu (The Flying Eagle in the Ninth Month) - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang