Pisau Keempat Belas

906 19 0
                                    

"Karena tanpa palu, paku itu tidak akan berguna, tiada paku, palu itu sendiripun tidak bisa menunjukkan manfaatnya." dengan tersenyum dia menambahkan: "Jikalau seorang tidak bisa mengembangkan bakat dan manfaat dirinya bagi orang banyak, itu berarti barang rongsokan yang tak berguna lagi. Bukankah barang buangan takkan bisa senang?"

Yap Kay setuju dan dapat menerima perumpamaan ini.

"Oleh karena itu mereka hanya bersatu padu baru bisa sama-sama senang."

Sorot matanya memandang tajam, meneliti mimik muka Yap Kay.

Yap Kay malah melengos menghindari tatapan orang. Dia menyingkir dari kenyataan?

Siangkwan Siau-sian meneruskan: "Aku tahu dalam hatimu pasti juga sudah mengerti, bahwa apa yang ku utarakan seratus persen memang beralasan."

Yap Kay tidak bisa menyangkal.

"Sekarang Tolka, Putala dan Panjapana sudah mati, tiga di antara Su-toa-thian-ong sudah mati. Walaupun rongsokan-rongsokan itu belum seluruhnya dihancurkan, tetap takkan berguna lagi."

Kerlingan matanya selembut alunan ombak, kembali berubah setajam paku yang menancap di ulu hati orang. Tapi dia bukannya paku, dia hanyalah sebuah palu.

"Kalau Mo Kau sudah runtuh, di seluruh jagat raya ini, aliran atau golongan mana yang bisa berdiri menandingi kebesaran kita?"

"Kita?" seru Yap Kay melengak.

"Ya, kita!" ujar Siangkwan Siau-sian. Diapun tidak tertawa.

"Sekarang Kim-ci ditambah Hoa-seng, yang dilambangkan di dalam simbol persatuan ini bukan hanya kesenangannya saja."

Yap Kay tengah mengunyah kacang. Kacang biasanya dikunyah orang, sebaliknya kalau paku selalu di palu. Akan tetapi bilamana tiada manusia mengunyah, tetap kacang itu akan membusuk juga, kalau tiada orang yang memalu, paku itu sendiripun akhirnya bisa karatan.

Lalu apakah nilai kehidupan itu? Bukankah kacang memang harus dikunyah oleh orang? Demikian pula bukankah paku pasti harus di palu bila dimanfaatkan manusia? Lalu kehidupan atau manfaat mereka baru bisa berguna secara nyata.

Agaknya hati Yap Kay sudah tergerak dan mulai terbujuk.

Halus lembut suara Siangkwan Siau-sian: "Aku tahu di dalam benakmu pasi beranggapan bahwa aku menginginkan kau menjadi paku."

"Memangnya kau tidak berpikir demikian?" tanya Yap Kay.

"Kau tentu bisa melihatnya, bahwa aku bukan sebuah palu yang menakutkan." kata Siangkwan Siau-sian seraya mengulur tangan mengenggam tangan Yap Kay.

Tangannya halus lembut laksana sutra.

Yap Kay menghela napas, katanya: "Kau memang bukan, sayang sekali........."

"Sayang sekali, di antara kacang dan uang emas itu, masih ada sebuah kelintingan?"

Yap Kay hanya menyengir kecut.

"Ting Hun-pin memang seorang gadis yang baik sekali, jikalau aku ini laki-laki, akupun akan mencintainya."

"Tapi kau bukan laki-laki."

"Sedikitnya aku tidak membenci dia."

"Apa benar?"

Siangkwan Siau-sian tertawa-tawa, katanya tawar: "Jikalau aku membenci dia, kenapa aku membawa kau untuk menemui dia?"

"Lalu kenapa?" tanya Yap Kay menatap muka orang.

"Karena aku sekarang sudah mengerti, laki-laki seperti dirimu, bukan hanya seorang perempuan saja yang boleh memilikinya, kau tidak bisa di monopoli seorang perempuan, aku sendiri sudah tiada pengharapan seperti itu."

Rahasia Mo-Kau Kaucu (The Flying Eagle in the Ninth Month) - Khu LungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang