Sejak Lu Di melemparkan pedangnya tadi, Yap Kay sudah merasa simpati kepada pemuda yang congkak ini, tapi dia pernah mendengar dua patah kata 'Perbedaan antara musuh dan sahabat, tak ubahnya seperti perbedaan antara hidup dan mati'.
Jikalau ada orang ingin kau mati, maka kaupun harus menginginkan kematiannya, dalam hal ini kau tidak akan diberi kesempatan untuk memilih', itulah wejangan yang pernah diberikan Ah Hwi kepadanya.
Ah Hwi tumbuh dewasa di dalam kehidupan liar yang menelan kelemahan dan jayalah yang kuat. Itulah hukum rimba yang berkuasa atas insannya, merupakan perundang-undang akan mati hidup di dalam kehidupan liar itu pula.
Maka di saat menghadapi detik-detik menentukan dalam duel antara mati dan hidup ini, sekali-kali pantang timbul rasa simpati dan bersahabat dengan musuh, terlebih pula tidak boleh merasa sayang dan suka padanya.
Yap Kay cukup mengerti akan pengertian ini, maka dia tahu unsur untuk mencapai kemenangan dalam duel ini bukan melulu mengutamakan 'kecepatan' dan 'telengas', tapi adalah 'tabah' dan 'telak', karena mungkin saja Lu Di lebih cepat, lebih telengas dari dirinya. Karena dadanya sekarang sedang terbakar dan sakit seperti disulut api, bukan saja karena luka-lukanya pecah dan kambuh, luka-lukanya itupun sudah mulai bernanah dan membusuk. Yang terang obat yang diberikan Biau-jiau-long-tiong bukan obat dewa yang dapat menimbulkan keajaiban di dalam waktu dekat.
Derita dan sakit ada kalanya memang menimbulkan kesadaran dan kejernihan pikiran. Sayang sekali kondisi dan tenaga badan sudah tidak mungkin bekerja dan berpadu dengan semangatnya. Maka sekali turun tangan dia harus yakin dapat merenggut jiwa lawan, sedikitnya bila dirinya sudah mendapat tujuh keyakinan, baru boleh turun tangan. Oleh karena itu dia perlu dan harus menunggu kesempatan yang paling baik.
Bila lawan menunjukkan perubahan kelemahannya, dan setelah lawan menjadi lemah dan patah semangat, dia menunggu kesempatan yang diberikan kepadanya. Tapi dia menjadi kecewa dan putus asa, selama ini dia belum juga mendapat peluang yang diharapkan dari Lu Di.
Kelihatannya Lu Di hanya berdiri adem-ayem dan sembarangan saja, seluruh badannya dari atas sampai bawah kelihatan terdapat banyak peluang yang kosong. Perduli dari arah manapun Yap Kay turun tangan, kelihatannya akan mencapai harapan dengan mudah.
Akan tetapi terbayang pula olehnya kata-kata yang pernah dikatakan Siau-li Tham-hoa kepadanya dulu. Dulu, duel yang terjadi antara Ah Hwi dengan Lu Hong-sian hanya Li Sin-hoan saja yang hadir dan menyaksikan. Lu Hong-sian pada waktu itu tak ubahnya dengan Lu Di yang sekarang dihadapinya.
'Waktu itu pedang Ah Hwi kelihatan sembarang waktu bisa menusuk kemana saja sesuai keinginan hatinya mengarah ke badan orang, tapi kalau peluang yang kosong itu terlalu banyak, malah bukan menjadi peluang lagi. Seluruh badannya seolah-olah sudah berubah menjadi sesuatu yang kosong melompong. Kekosongan ini justru merupakan taraf tertinggi dari latihan ilmu silat yang sudah mencapai tingkatan yang tiada taranya. Pisau terbangku sedikitnya mempunyai banyak kesempatan dan aku punya sembilan keyakinan. Tapi kalau waktu itu aku menjadi Ah Hwi, pisau terbangku belum tentu berani kusambitkan kepada Lu Hong-sian lebih dahulu.", setiap patah kata yang pernah diucapkan Li Sin-hoan, tidak pernah dilupakan oleh Yap Kay. Kini apakah Lu Di juga sudah mencapai kekosongan itu?
Tiba-tiba Yap Kay menyadari bahwa dirinya terlalu rendah menilai pemuda yang satu ini. Orang ini baru benar-benar merupakan lawan tertangguh yang belum pernah dia jumpai selama hidup.
Walau dia tidak sampai melanggar kesalahan yang mematikan, tapi dia justru telah kehilangan unsur terpenting untuk mencapai kemenangan, yaitu dia kehilangan keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk mencapai kemenangan.
Lu Di terus menatapnya dingin, sorot mata semakin cemerlang, semakin dingin dan sadis, mendadak tercetus dua patah kata dari mulutnya: "Kau kalah!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Mo-Kau Kaucu (The Flying Eagle in the Ninth Month) - Khu Lung
Genel KurguLanjutan dari Pisau Terbang Li. Tokoh utamanya murid Si Pisau Terbang Li Sun-hoan yang bernama Yap Kay. Di kolong langit ini hanya dia satu-satunya yang pernah mendapat warisan murni dari Siau-li si pisau terbang. Dia belum pernah membunuh jiwa s...