Renjana 4

1.6K 27 2
                                    

Pwe-giok tidak gentar, ia hadapi serangan musuh dengan serangan yang sama ganasnya, ia bertempur dengan kalap, betapapun serangan kilat Cia Thian-pi menjadi terdesak oleh terjangan Pwe-giok yang nekat itu.

"Sret-sret-sret", tahu-tahu baju Pwe-giok tergores robek tiga tempat, darahpun tampak merembes keluar dari pundaknya, tapi hanya sekejap saja darah sudah lenyap diguyur air hujan.

Ang Lian-hoa ikut berdebar-debar menyaksikan pertarungan sengit itu, butiran keringat memenuhi dahinya. Sudah banyak pengalaman tempurnya, tapi belum pernah ada pertarungan sengit serperti sekarang ini. Mendadak ia menemukan pemuda yang berwatak keras ini meski setiap hari tutur-katanya lembah lembut tapi dikala bertempur ternyata gagah perkasa luar biasa, sungguh pahlawan yang belum pernah dilihatnya.

Setiap orangpun dapat melihat bahwa meski semangat tempur Ji Pwe-giok belum runtuh, namun apa daya, maksud ada, tenaga tak sampai.

Tapi dalam keadaan demikian bilamana ada orang hendak membantunya, pemuda yang berwatak keras itu bisa jadi akan marah dan mungkin akan membunuh diri malah.

Terpaksa Ang Lian-hoa hanya menghela napas saja dan diam-diam menyesal. Dilihatnya Cia Thian-pi dari menyerah sudah berubah menjadi bertahan, jelas dia sengaja hendak menguras habis dulu tenaga Pwe-giok, habis itu baru melancarkan serangan mematikan.

Daya serangan Pwe-giok masih tetap dahsyat, namun belum dapat membobol pertahanan lawan, sebaliknya tubuhnya entah sudah bertambah berapa luka pula.

Hujan semakin deras, angin bertambah kencang, jagat raya ini diliputi kegelapan melulu, inilah cuaca yang menyeramkan dan menyedihkan, inipun pertarungan maut yang mengerikan. Melihat Pwe-giok masih terus bertempur dengan mandi darah, sekalipun Ang Liang-hoa berhati baja juga tidak tahan mencucurkan air mata.

Sekonyong-konyong langkah Pwe giok terhuyung, bagian dada jadi terbuka. Pucat wajah Ang Lian-hoa, ia menjerit kuatir. Dalam keadaan demikian, sekalipun dia ingin menolong juga tidak keburu lagi.

Terlihat pedang Cia Thian-pi telah menusuk ke depan, ke dada Pwe-giok yang tak terjaga itu. Serangan cepat ganas. Remuk redam hati Ang Lian-hoa, seketika ia cuma memejamkan mata saja, ia tidak sampai hati untuk menyaksikan apa yang bakal terjadi.

Sinar kilat berkelebat, tertampak wajah Cia Thian-pi yang pucat itu penuh diliputi napsu membunuh, ia menyeringai seram, ia yakin tusukannya itu pasti tidak akan meleset. Tapi cahaya kilat yang gemerdep itu telah membuat matanya ikut berkedip.

Pada saat itu juga lantas terdengar suara "bluk" satu kali, entah dengan cara bagaimana kedua tangan Ji Pwe-giok telah dapat menjepit pedangnya.

Seketika Cia Thian-pi merasakan pedangnya terjepit oleh sesuatu, seperti terjepit oleh tanggam yang kuat dan tak dapat bergerak lagi. Menyusul Pwe-giok lantas menggeser maju, sekali menyikut, "brek", dengan tepat dada Cia Thian-pi kena disodok.

Kontan pandangan Cia Thian-pi menjadi kabur, sakitnya tidak kepalang, pada saat itulah tangan Pwe-giok juga lantas melayang tiba, "plok", dengan tepat mukanya kena digampar sehingga dia tergetar setengah lingkaran.

Menjepit menyikut dan menggampar, tiga gerakan itu se-akan2 dikerjakan sekaligus dalam waktu sekejap. Begitu sinar kilat tadi habis berkelebat, lalu menggelegarlah bunyi guruh.

Pwe-giok terus menubruk maju lagi, ia rangkul tubuh Cia Thian-pi, kedua lengannya seperti tanggam kuatnya, tulang dada Cia Thian-pi tergencet seakan-akan remuk seluruhnya, ingin bersuara saja tidak mampu.

Air muka Cia Thian-pi dari pucat berubah menjadi kemerahan dan kembali pucat pula, sedangkan muka Pwe-giok juga pucat seperti mayat, kedua tangannya mengunci tubuh musuh dengan kuat, terdengar suara napas Cia Thian-pi mulai megap-megap, lalu menjadi lemah, menyusul lantas terdengar suara "gemeretak", tulang dadanya sama patah.

Seri Renjana Pendekar / A Graceful Swordsman (Ming Jian Feng Liu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang