Renjana 10

1.4K 22 0
                                    

Pwe-giok tidak mengelak juga tidak menghindar atas serangan si kakek, ia malah sambut pukulan lawan dengan sebelah tangannya, "plak" kedua tangan beradu, kedua orang sama-sama tergetar mundur dua-tiga tindak.

Si kakek sama sekali tidak menyangka Kungfu anak muda ini bisa sedemikian lihai, ia terkejut dan gusar, katanya dengan menyeringai, "Tak terduga boleh juga kau, akulah yang salah pandang!"

Belum habis ucapannya, sekaligus ia sudah menyerang beberapa jurus lagi. Di tengah serangannya yang aneh itu membawa gerakan keji.

Namun Pwe-giok dapat mematahkan setiap jurus serangan lawan, cuma dia baru sembuh dari keracunan, setelah belasan gebrakan, tenaga mulai terasa lemah. Mendadak ia membentak pada Kim-yan cu, "Kenapa kau tidak lekas terjang keluar?"

Kim yan-cu memang lagi kesima menyaksikan pertarungan mereka, ia terkesiap oleh bentakan Pwe-giok itu, tapi ia lantas menjawab dengan tertawa, "Dua lawan satu kan lebih baik daripada sendirian biarlah akupun maju..."

Cepat Pwe-giok memotong, "Dengan kepandaianmu, biarpun ikut maju juga tiada gunanya. Terjang keluar saja dan jangan hiraukan diriku!"

Karena bicara dan sedikit lengah, kembali dia terdesak mundur dua tiga langkah.

Melihat pertarungan kedua orang sedemikian rapatnya sehingga dirinya tidak mungkin ikut campur, terpaksa Kim-yan cu menghela napas, mendadak ia melompat lewat samping si kakek.

Tak terduga punggung si kakek seakan-akan juga tumbuh mata, sebelah tangannya menghantam ke belakang. Kim-yan-cu tidak sanggup menangkis, dada terasa sesak, ia terpental dan jatuh terguling ke belakang.

Pada kesempatan itulah Pwe-giok juga melancarkan serangan sehingga dapat mendesak maju ke tempat semula. "Apakah kau terluka?" tanyanya kepada Kim-yan-cu.

Tubuh Kim-yan cu terasa pegal seluruhnya tapi dia menjawab dengan tersenyum, "Tidak apa-apa jangan kau pikirkan diriku!"

Melihat senyuman si nona yang setengah meringis itu, Pwe-giok tahu dalam waktu singkat mungkin Kim-yan-cu tidak sanggup berbangkit. Pikirannya menjadi kusut, kembali dia terdesak mundur lagi oleh hantaman si kakek.

Dengan menggertak gigi Pwe-giok menyambut pula tiga kali pukulan kakek itu. Kedua orang berdiri di luar dan di dalam tirai, sesudah bergebrak beberapa jurus lagi, tirai itu pun robek, mutiara dan batu permatanya berserakan di lantai.

"Mengapa kau tidak bersuara, apakah kau terluka?" tanya Kim-yau-cu dengan parau.

Terpaksa Pwe-giok berteriak; "Kau jangan kuatir, aku..." karena bersuara, bawa murni dalam tubuh tambah lemah, kembali dia terdesak mundur dua langkah, kini ia sudah terdesak ke luar pintu.

Si kakek terus mendesak keluar, serunya dengan tertawa, "Kalian berdua boleh dikatakan dua sejoli yang sehidup semati, sungguh aku menjadi iri."

Pada waktu si kakek bicara, segera Pwe-giok bermaksud menyerang dan mendesak kembali ke tempat semula, tapi sayang, tenaga tidak mau menuruti kehendaknya lagi. Kain putih yang membalut kepalanya juga sudah basah kuyup oleh air keringat. Dalam keadaan demikian kalau dia mau kabur sendiri mungkin masih ada harapan, tapi mana dia tega meninggalkan Kim-yan-cu begitu saja?

Agaknya si kakek dapat meraba jalan pikirannya dengan menyeringai ia berkata pula, "Jika kau tidak keluar sekarang, segera akan kututup pintu ini, akan kukurung dia di dalam, dengan demikian jangan harap lagi kalian akan berkumpul kembali."

Pwe-giok menghela napas, katanya, "Jika demikian, hendaklah kau memberi jalan, biar aku lewat ke sana."

Si kakek terbahak-bahak, benar juga ia lantas menyingkir ke samping.

Dengan sedih Pwe giok melangkah ke sana. Tapi baru saja sampai ambang pintu, Cepat Pwe giok berteriak, "Sudah kutahan dia, lekas kau lari!"

Dengan terhuyung-huyung Kim yan cu berlari keluar, katanya dengan suara gemetar, "Dan. . . .dan kau?"

Seri Renjana Pendekar / A Graceful Swordsman (Ming Jian Feng Liu) - Gu LongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang