Thian-sip-sing berkedip-kedip, dia tidak berkata apa-apa melainkan cuma memberi isyarat dengan tangan.
Melihat isyarat tangan itu, seketika berubah air muka Pwe-giok, serunya, "He, apakah... apakah isyarat tangan yang diberikan kepada Cianpwe oleh Ji-bengcu tempo hari itu juga isyarat ini?"
"Hah, kaupun tahu kejadian itu?... Aneh, sungguh aneh?!" kata Thian-sip-sing dengan tercengang.
"Setahuku, isyarat tangan ini kan dimaksudkan sebagai Tangkwik-siansing?" kata Pwe-giok."Tangkwik-siansing? Siapa bilang isyarat tangan ini menandakan Tangkwik-siansing? Hah, masakah Tangkwik-siansing telah berubah menjadi wanita maha cantik?" ujar Thian-sip-sing.
Pwe-giok melonjak kaget, serunya, "He, kalau bukan Tangkwik-siansing, habis siapa yang dimaksudkan dengan isyarat tangan ini?"
Sorot mata Thian-sip-sing menampilkan rasa kejut dan takut, katanya dengan suara parau, "Jika kau tidak tahu, darimana pula ku tahu..."
Baru omong sampai di sini, mendadak ucapannya terputus, sebab entah kapan dan darimana datangnya, tahu-tahu mulutnya telah dijejal dengan sebuah jeruk, dengan tepat mulutnya tersumbat.
Padahal orang yang hadir di sini tidaklah sedikit, kalau Thian-sip-sing sendiri tidak tahu darimana datangnya jeruk itu, apalagi orang lain.
Menyusul lantas terdengar seorang berkata dengan menyesal, "Ai, jaman ini memang serba susah, ingin mencari suatu tempat untuk tidur senyenyaknya saja tidak gampang."
Suaranya ternyata berkumandang dari langit-langit rumah.
Serentak semua orang sama mendongak ke atas, maka tertampaklah di belandar tengah entah sejak kapan bergelantungan sebuah karung besar, suara orang itu timbul dari dalam karung besar itu.
Sungguh aneh, masakah di dalam karung itu ada orangnya? Kalau di dalam karung terisi orang mengapa pula karung itu bisa tergantung di atas belandar? Tanpa sebab mengapa orang itu mengurung dirinya di dalam karung?
Selagi Pwe-giok merasa heran, mendadak orang banyak sama berteriak kaget, "Hah! Tay-te-kian-kun-it-te-ceng (bumi dan langit masuk satu karung)... Itulah dia Poh-te Siansing (Tuan karung)!"
Di tengah jerit kaget dan takut itu, berpuluh orang yang hadir di situ lantas berlari sipat kuping, semuanya kabur pontang-panting, hanya sekejap saja sudah bersih, seorang pun tak ketinggalan, kecuali Ji Pwe-giok.
Malahan Thian-sip-sing tidak sempat mengeluarkan dulu jeruk yang menyumbat mulutnya itu, hanya kotak berisi patung itu yang ditinggalkan, sebab ia tahu untuk lari akan lebih leluasa bertangan kosong daripada membawa barang.
Seorang kalau kepergok Poh-te Siansing, tentu saja lebih baik lari secepatnya.
Suasana di ruangan besar itu menjadi sunyi, hanya Ji Pwe-giok saja yang masih berada di situ.
Setelah terjadi serentetan hal-hal yang aneh dan misterius itu, lalu seorang berdiri di tengah ruangan sebesar itu dalam keadaan sunyi senyap, di atas kepala malahan bergelantung sebuah karung besar yang tampak bergontai kian kemari, keadaan ini sungguh membuat orang merasa ngeri.
Hampir saja Pwe-giok juga ingin angkat kaki saja.
Tapi pada saat itulah dari dalam karung lantas timbul pula suara orang, "He, anak muda, jika kau tidak pergi, mengapa tidak lekas kau turunkan aku si orang tua?"
Seketika Pwe-giok hanya melenggong, sebab iapun tidak tahu apa yang harus dilakukannya?
Segera orang di dalam karung berseru pula, "He, cepatlah sedikit, memangnya kau lebih suka menyaksikan orang tua mati sesak napas terkurung di dalam karung ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Renjana Pendekar / A Graceful Swordsman (Ming Jian Feng Liu) - Gu Long
General Fiction1. Renjana Pendekar 2. Imbauan Pendekar Ji Pwee Giok menyaksikan ayahnya yang sudah mengasingkan diri dari dunia persilatan meninggal dibunuh orang, kemudian ayahnya hidup lagi, paman-pamannya yang sudah matipun bisa hidup lagi. Menyaksikan adanya k...