"Ya, kutahu." kata Pwe-giok pelahan sambil menghela napas.
"Tiga kali berturut turut Ji-locianpwe mengetuai perserikatan Hong-ti, meski kemudian beliau mengundurkan diri, tapi setiap tindak dan ucapannya masih berbobot. Baru 30 tahun yang lalu, ketika Ji-locianpwe menjabat ketua Bu kek pay, beliau baru sama sekali mengundurkan diri dari urusan perserikatan, sebab itulah dalam kartu undangan sekarng hanya tercantum ke 13 Mui-pay saja."
Meski cara bercerita Ciong Ling yang cantik ini sangat menarik akan tetapi tetap Pwe-giok tetap menunduk saja dengan wajah sedih.Malam ini dia bergolek tek dapat tidur, sampai fajar sudah hampir menyingsing, baru saja dia akan terpulas, tahu tahu suara Ciong Ling sudah terdengar diluar pintu kamar, "Kongcu sudah bangun belum? Nyo Kun-pi, Nyo-suheng dari Tiam jong-pay sudah datang menjemput anda."
Cepat Pwe-giok bangun dan menyambut keluar, dilihatnya kerlingan mata si nona masih tetap lembut, senyumnya tetap menggiurkan. Nyo Kun-pi dari Tiam-jong-pay itu kini tampak memakai baju kuning diluar bajunya yang hitam ketat, sikapnya masih tetap sangat menghormat seperti semalam.
"Kereta penyambutanmu kami sudah menunggu di luar, Ciangbun Cin-suheng kami juga menantikan kedatangan anda diatas kereta." demikian Nyo Kun-pi bertutur sambil memberi hormat.
Cepat Pwe-giok membalas hormat dan mengucapkan terima kasih.
Di wisma tamu agung itu sudah mulai ramai, banyak yang sedang latihan pagi, tapi Pwe-giok tidak memusingkan mereka, langsung dia ikut Ciong Ling dan Nyo Kun-pi keluar.
Benar juga, diluar sebuah kereta besar dengan empat kuda penarik yang tinggi besar sudah menunggu. Kereta itu sangat mewah dan longgar, disitu sudah berduduk sembilan orang.
Sekilas pandang Pwe-giok melihat diantara kesembilan orang itu ada seorang pemuda berbaju kembang ungu, ada pula seorang nona berbaju kuning dan membawa pedang. Mungkin mereka inilah Sin-to-kongcu (Kongcu bergolok sakti) serta Kim-yang-cu (si walet emas). Selain itu ada pula seorang lelaki kekar bermuka ungu dan berbaju menterang, dua orang Tosu yang berdandan serupa. Didekat jendela sebelah sana berdiri seorang pemuda dengan baju sutera kuning dan berpedang sarung hijau sedang melongok keluar dan bicara dengan seorang lelaki yang menuntun kuda.
Pwe-giok tak dapat melihat jelas sekaligus seluruh penumpang kerata itu, tapi iapun tidak memandang lebih lanjut. Orang lain tidak menghiraukan dia, iapun tidak pedulikan orang lain, dia tetap berduduk dan menunduk.
"Sampai bertemu di tengah rapat... " seru Ciong Ling sambil melambaikan tangannya kepada Pwe-giok ketika kereta mulai berangkat.
Setelah pintu kereta ditutup dan kereta sudah mulai bergerak barulah pemuda baju kuning tadi menarik kepalanya dan membalik tubuh, tanyanya dengan tertawa, "Yang manakah sahabat Ang-lian-pangcu?"
Waktu Pwe-giok mengangkat kepalanya, sungguh kagetnya tidak kepalang. Dilihatnya sorot mata pemuda baju kuning itu mencorong tajam meski mukanya putih pucat, jelas pemuda inilah yang membunuh ayahnya, Ji Hong-ho, secara keji itu.
Karena mendengar Pwe-giok adalah sahabat Ang-lian-pangcu, semua orang lantas berubah sikap dan sama memandang ke arah Pwe-giok, terlihat mata Pwe-giok melotot dan memandang pemuda beju kuning dengan beringas.
Tapi pemuda baju kuning lantas berkata dengan tertawa hampa "Cayhe Cia Thian-pi dari Tiam-jong, juga sahabat lama Ang-lian-pangcu, entah siapa nama anda yang terhormat?"
Mendadak Pwe-giok berteriak dengan suara parau, "Meski kau tidak... tidak kenal padaku, tapi... tapi kukenal kau..." berbareng itu ia terus menubruk maju, kedua tinjunya menghantam sekaligus, tidak kepalang dahsyat angin pukulannya sehingga para pemunpang kereta sama terkesiap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Renjana Pendekar / A Graceful Swordsman (Ming Jian Feng Liu) - Gu Long
Narrativa generale1. Renjana Pendekar 2. Imbauan Pendekar Ji Pwee Giok menyaksikan ayahnya yang sudah mengasingkan diri dari dunia persilatan meninggal dibunuh orang, kemudian ayahnya hidup lagi, paman-pamannya yang sudah matipun bisa hidup lagi. Menyaksikan adanya k...