Sang surya memancarkan cahayanya yang cerlang cemerlang, akan tetapi Li-toh-tin, kota kecil dengan hotel satu-satunya, Li-keh-can serta bangunan berloteng kecil di seberangnya telah berubah menjadi tumpukan puing.
Saat itu Ji Pwe-giok dan Cu Lui-ji bersembunyi di dalam tungku Li keh-can yang tidak terbakar dan asyik mengisahkan pengalaman masing-masing pada masa lampau.
Melalui lubang tungku yang biasanya digunakan untuk menambah kayu bakar itu dapatlah mereka melihat segala apa yang terjadi di luar.Tiba-tiba mereka mendengar suara langkah orang. Empat lelaki berbaju hitam tampak masuk ke Li keh-can yang sudah hancur ini.
Ke empat orang ini semuanya tegap dan kekar, langkahnya cepat, tapi kaki dan tangan kelihatan kasar dan besar, kulit badannya hitam, sekali pandang saja dapat diketahui mereka pasti sudah biasa bekerja kasar. Meski tubuh mereka kasar dan kuat, namun soal ilmu silat pasti tidak tinggi, bisa jadi belum lama mereka ikut berkecimpung di dunia Kangouw.
Untuk memimpin orang-orang semacam ini sudah tentu jauh lebih mudah daripada memerintah orang Kangouw kawakan.
Seorang yang berjalan paling depan membawa sebuah tombak, di belakangnya seorang membawa sejenis senjata garpu, dua orang lagi membawa golok dan perisai.
Begitu masuk ke hotel yang sudah berbentuk puing itu, mereka lantas membacok dan menabas kian kemari di sekeliling tumpukan puing itu, kelakuan mereka seperti ingin tahu kalau kalau di dalam tumpukan puing itu tersembunyi orang.
Lui-ji memandang Pwe-giok sekejap, meski tidak bersuara, namun dalam hati jelas si nona sangat memuji tindakan Pwe-giok yang teliti dan hati hati.
Apabila mereka bersembunyi di tempat lain, bukan mustahil saat ini sudah dipergoki orang.
Terdengar orang yang membawa tombak tadi tertawa dan berkata, "Tindakan Tongcu terasa agak berlebihan. Setelah pembakaran ini, mana ada orang yang bersembunyi di sini?"
Orang yang membawa garpu menanggapi dengan tertawa, "Apakah kau kira tindakan Tongcu ini adalah kehendaknya sendiri?"
"Bukan kehendaknya sendiri, memangnya kehendak siapa?" tanya orang yang membawa tombak.
Tiba-tiba orang yang membawa garpu itu mendesis, "Akan kuceritakan, tapi kalian tidak boleh bilang lagi kepada orang lain. Keluarnya Tongcu sekali ini konon hanya karena ingin membantu orang she Ji yang menjabat Bu-lim-bengcu itu."
"Masa membakar juga atas kehendaknya?" ujar yang membawa tombak.
"Dengan sendirinya juga kehendaknya," kata yang membawa garpu. "Kalau tidak untuk apa jauh-jauh Tongcu datang ke kota kecil ini untuk membakar?"
Baru sekarang Pwe-giok dan Lui-ji mengetahui ke empat orang ini bukan anak buah Ji Hong-ho. Bahwa orang lain yang disuruh membakar oleh Ji Hong-ho, maka selanjutnya tanggung jawab ini dapat dibebankan kepada orang itu.
Sambil bicara, beberapa orang itu lantas menuju keluar.
Lui-ji menghela napas gegetun, ucapnya dengan suara tertahan, "Ji Hong-ho benar-benar licik, berbuat apapun selalu mengatur jalan mundur dengan rapi, jika orang lain yang menanggung dosanya, tentu kedudukan Bu-lim-bengcunya takkan terganggu sedikitpun."
"Ya, memang," tukas Pwe-giok, "perbuatan apapun, baik membunuh atau membakar, dia selalu mendalangi di belakang layar, apabila terbongkar tentu juga orang lain yang menanggung dosanya."
"Kalau untuk membunuh dia mencari Lo-cin-jin, lalu siapa yang dia cari untuk membakar?" kata Lui-ji. "Dan ... siapa pula 'Tongcu' yang disebut-sebut tadi?"
Pwe-giok berpikir, lalu berkata, "Mungkin pemilik 'Pi-lik-tong' dari Kang-lam yang terkenal sebagai ahli dan pembuat mesiu yang tiada bandingnya di dunia ini, kalau bukan dia yang membakar, tidak mungkin api menjalar secepat ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seri Renjana Pendekar / A Graceful Swordsman (Ming Jian Feng Liu) - Gu Long
General Fiction1. Renjana Pendekar 2. Imbauan Pendekar Ji Pwee Giok menyaksikan ayahnya yang sudah mengasingkan diri dari dunia persilatan meninggal dibunuh orang, kemudian ayahnya hidup lagi, paman-pamannya yang sudah matipun bisa hidup lagi. Menyaksikan adanya k...