DELAPAN

195 27 5
                                    

Sarang memasang wajah tercerahnya sore ini, walau pun hanya acting. Sore ini ia berangkat ke bandara, satu jam sebelumnya ia sudah bercerita banyak pada Yue dan Yue sudah siap menjadi tempat curhat Sarang. Sudah pasti akan ada banyak pasang mata dan kamera yang mengamatinya saat di bandara. Taehyung sudah memastikan bahwa Jimin takkan menyusul Sarang ke bandara, supaya tak terjadi skandal apapun. Beberapa kamera langsung tertuju padanya dan Hoseok. Memang tak secara official Sarang dan Hoseok mengumumkan mereka bersaudara. Apalagi Appa membiarkan marga Hoseok tak ia ubah. Appa dan Hoseok hanya mengantar Sarang yang hendak pergi ke Indonesia bersama manajer Jisoo dan stylist-nya. Karena setelah ia dari Indonesia ia akan langsung terbang ke Jepang untuk Konser.

"Hati-hati di sana, Aga." Ujar Appa.

"Titip salam buat Yue ya... Ajak dia main ke rumah lagi kapan-kapan." Ujar Hoseok. Sarang mengangguk dengan senyum lebar. Kamera dimana-mana. Batin Sarang tak nyaman. Hoseok menyadari itu.

"Bersenang-senanglah di sana. Jangan pikirkan mantanmu." Kata-kata Hoseok yang menggunakan kata 'mantan' sangat memilukan bagi Sarang, hingga ia tak mampu lagi tersenyum. Sarang segera memasang maskernya yang ia siapkan jika ia malas ber-acting. Sarang melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 15:02. 18 menit lagi pesawatnya berangkat

"Aku berangkat, Appa, Seokie-oppa." Ujar Sarang melambai sebelum berjalan menjauh menyusul manajernya.

"Dia pasti akan langsung menangis pada Yue." Ujar Appa dengan senyuman walaupun maksud dari kalimatnya tidak menyenangkan. Appa benar-benar ayah dari idol yang sadar kamera.

"Sudah pasti, Abeoji." Sahut Hoseok. "Abeoji, ayo pulang. Kau juga harus istirahat."

xxxxx

"Jimin-ah... makam malammu belum kau makan." Panggil Taehyung dari pintu kamar yang dikunci. Tak ada respon. "Jimin, ayolah... jangan kekanak-kanakan." Ujar Taehyung lagi.

Tok Tok Tok!!!

"Jimin... setidaknya biarkan aku masuk." Ujar Taehyung pelan, ia mulai lelah. Taehyung berbalik hendak menonton tv saat pintu kamar Jimin terbuka. Taehyung segera masuk. Taehyung kagum, Jimin ternyata jadi lebih dewasa selama bersama Sarang. Ruangannya rapi. Tak seperti dulu saat emosinya kacau. Bahkan Taehyung pikir emosinya lebih kacau sekarang. Tapi Jimin mampu menahannya. Taehyung duduk di sebelah Jimin yang duduk di kasur.

"Jimin-ah..." panggil Taehyung menepuk bahu Jimin. "Apakah kehilangan dan tak diterima itu menyakitkan?" Tanya Taehyung menatap meja di hadapannya.

"Tentu saja, bodoh." Ujar Jimin dengan suara bulat karena hidungnya tersumbat akibat menangis terus menerus.

"Bukankah kau pikir Yejin juga kesakitan?" Tanya Taehyung membuat Jimin menoleh.

"Maksudmu?"

"Kau tahu... usianya sudah tak lama lagi. Ia kehilanganmu... yah, itu salahnya. Dan ia juga tak diterima... itu juga salahnya. Ditambah lagi ia merasa bersalah padamu." Ujar Taehyung menghela napas panjang.

"Mungkin itu yang membuatnya terpaksa memintamu dari Sarang." Ujar Taehyung, Jimin agak aneh mendengar kata 'meminta' yang diucapkan Taehyung.

"Memintaku? Maksudmu apa?" Pertanyaan Jimin sontak membuat Taehyung ingat bahwa ia harus merahasiakan 'janji' antara Sarang dan Yejin.

"Kau tahu... maksudku... ia tega melakukan apapun."

"Apa mungkin Sarang meninggalkanku karena Yejin memintanya?" Tanya Jimin dengan emosi yang mulai meluap lagi.

"Kurasa tidak." Ujar Taehyung berusaha menjauhkan pikiran Jimin dari 'janji' itu. "Kurasa Sarang hanya tak tega mendengar kisah sahabatnya sendiri yang baru ia ketahui sahabatnya adalah mantan dari kekasihnya. Mungkin begitu." Ujar Taehyung. Jimin terdiam menatap jendela bermandikan sinar bulan.

CheonSarang Book 2 : MISTAKESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang