TUJUH BELAS

163 25 7
                                    

Yejin membuka matanya pelan. Ngilu di bagian belakang kepalanya semakin terasa. Ia kembali memejamkan matanya rapat seraya menggigit bibir bawahnya. Terdengar namanya dipanggil dengan suara pria yang familiar ditelinganya. Ia membuka mata pelan, ini pertama kalinya dalam tiga tahun, suara pria yang selalu meluangkan waktunya untuk Yejin itu terdengar begitu renyah dan menenangkan di telinga Yejin. Namun ia masih termenung, tak berekspresi.

"Yejin? Kau sadar? Sebentar, ya." Ujar Jin menekan tombol merah di atas kasur Yejin. Yejin melihat seorang dokter bersama perawatnya masuk dan segera memeriksa keadaannya. Yejin mengalihkan pandangannya pada sosok yang tampak sangat lesu namun tak menutupi ketampanannya. Yejin tersenyum lesu. Jin tersenyum balik. Pria itu masih terus menatap Yejin penuh kasih.

"Anda baik-baik saja, nona Yejin. Anda sudah cukup istirahat." Ujar dokter sebelum berbalik. Greb. Yejin mencengkeram ujung lengan baju dokter itu. Jin dan dokter itu agak terkejut, keduanya sama-sama takut Yejin ber-'tingkah' lagi, tempramen lagi.

"Ada apa-?"

"Bisa tolong kau periksa keadaan Jin-oppa?" Pinta Yejin kalem. Dokter itu agak terkejut melihat sikap Yejin yang berbanding terbalik dari biasanya. Dokter itu tersenyum seraya menggenggam tangan Yejin lembut.

"Tentu saja." Dokter itu mendekati Jin yang agak bingung karena tak mendengar kata-kata yang Yejin katakan pada dokter itu. Dokter itu menyentuh kening dan menyuruh Jin membuka mulutnya. Dokter itu berbalik pada Yejin dengan senyum tersungging.

"Dia hanya sedikit demam karena terlalu sering begadang dan kelelahan." Ujar dokter itu sebelum pamit keluar. Jin menangkap maksud dokter itu, ia tertawa seraya mengambil tempat di sebelah Yejin.

"Aku tak apa, bodoh." Ujar Jin mencubit pipi Yejin. Yejin meringis memegang pipi kanannya yang memerah.

"Oppa..." Panggil Yejin kalem. "Sudah berapa lama aku tidur?" Tanya Yejin memainkan selimutnya.

"Dua hari." Jawab Jin duduk di samping kasur Yejin. Mereka terdiam. Yejin menerawang lama menatap langit-langit kamar rawat inapnya. Ia memutar kembali gambaran dalam mimpinya tadi. Aku melukai banyak orang. Sarang dan Jimin yang saling mencintai serta Jin-oppa yang selalu membantuku. Batin Yejin mengalihkan pandang kepada Jin yang sedari tadi memandanginya.

"Ada apa, hm?" Tanya Jin tersenyum bingung, ia membelai pipi Yejin yang merona. Oh god... mengapa aku baru menyadari kharismanya? Batinnya dengan hati berdegup. Apa yang salah denganku selama ini? Bagaimana aku bisa dibutakan dendam, padahal ada matahari secerah dia di sisiku?

"Oppa... aku mau jalan-jalan."

.
.
.

Sarang tertawa kecil menyusuri lapangan parkir rumah sakit seraya menenteng bingkisan untuk sahabatnya. Miho menggandeng tangan kiri Sarang dan menceritakan hal lucu saat ia muda. Hoseok berjalan di sebelah Miho dengan senyuman. Mereka benar-benar adik yang menggemaskan. Batinnya.

"Lalu? Hahaha... Apa dia membuka celananya?" Tanya Sarang dengan pipi merona.

"Hahaha... iya. Dia membukanya dan- Eoh?" Miho menghentikan kalimatnya serta langkahnya dengan tangan menunjuk ke arah taman rumah sakit. Kepala Sarang dan Hoseok memutar ke arah yang di tunjuk Miho. Yejin sedang berjalan-jalan bersama Jin dengan aura romantis.

"Sarang ah, aku yakin 100%..." Ujar Miho dengan memicingkan mata dan tangan kanan di dagunya. Hoseok menahan tawa melihat ekspresi Miho yang unik.

"Apa?" Tanya Sarang tak mengerti kalimat kembarannya.

"Yejin... sudah kembali menjadi Yejin-mu yang dulu." Ujar Miho seraya mengacungkan jempol dan wink kepada Sarang. Hoseok tertawa seraya mengacak rambut Miho gemas.

CheonSarang Book 2 : MISTAKESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang