SEBELAS

150 25 10
                                    

Yumiko Maeda, wanita paruh baya itu duduk resah di hadapan kedua gadis berwajah mirip. Begitu juga Sarang yang gugup setengah mati karena akhirnya ia dapat melihat sosok ibu kandungnya, dan tentu juga kembarannya serta kakak tak sedarahnya, Miwa. Miho meraih jemsri Sarang dan menggenggamnya erat, memberi kembarannya kekuatan.

"Okaa-san..." Panggil Sarang. "Nareul gieokhae ittnayo? (Apakah kau ingat padaku?)" Tanya Sarang gugup.

"Geureom yo. Uri ddal... (Tentu saja. Anakku...)" Ujar Okaa-san parau, ia menahan tangisnya. Sarang tersenyum. "Aku minta maaf. Aku menyesal harus memisahkan kalian."

"Aniya, Okaa-san. (Tidak)" Sela Sarang tersenyum. "Kami tahu bahwa kau mengorbankan hatimu demi orang yang membutuhkan." Tambah Sarang.

"Haik..." Miwa angkat bicara. "Okaa-san tidak mencintai Otou-san, tapi Okaa-san menyayanginya sebagai sahabat, dan menikahinya hanya untuk merawatku."

"Hontou ni arigatou gozaimasu, Okaa-san. (Terima kasih banyak)" Sahut Miho. Okaa-san menutup wajahnya menahan tangisnya yang mulai pecah.

"Koko ni kite... (kemarilah)" Ujar Okaa-san pada ketiga putrinya, mereka berpelukan erat. Mereka saling mengakrabkan diri, dan Sarang meminta izin untuk menginap di rumah kecil itu selama iatinggal di Jepang. Dengan senang hati, Okaa-san akan selalu menerima Sarang di rumah itu.

xxxxx

Setiap hari Jimin bolak-balik ke rumah sakit untuk menjenguk Yejin yang semakin menjadi-jadi. Hari ini ia melihat keadaan Yejin yang mulai tenang dalam pelukan Jin di sofa kamar rawat inapnya. TOK TOK TOK!

"Pagi..." Sapa Jimin. Yejin mengerutkan alisnya kesal. Jin menatap Jimin dengan maksud tak terbaca. "Apa kalian sudah sarapan?"

"Oppa... kenapa kau lakukan itu?" Tanya Yejin menunjuk layar televisi yang menunjukkan skandal yang sudah mengikatnya seminggu ini. "Aku yang mencintaimu... tapi mengapa malah-"

"Yejin..." Sela Jimin lembut dengan nada berat.

"Yejin a, kembalilah istirahat di kasur. Akan ku ambilkan sarapanmu." Ujar Jin beranjak dari sofa seraya mengulurkan tangan pada Yejin. Yejin berdiri dan kembali ke kasurnya, Jimin mengambil kursi lalu duduk di samping kasur Yejin. Yejin diam saja, ia kesal.

"Aku tahu kau hanya main-main dengan wanita itu." Ujar Yejin tanpa menatap Jimin. Tak disangka, air mata Yejin jatuh. Jimin merasa bersalah. "Apakah bagimu cintaku ini hanya mainan juga bagimu?"

"Yejin... aku memaafkanmu. Tapi, aku tak bisa kembali mencintaimu." Ujar Jimin mulai sedih. Ia membayangkan perasaan Sarang sekarang. Apakah Sarang akan terus menangis seperti saat gadis itu berhasil menamparnya, melepasnya, penuh luka.

"Oppa." Panggil Yejin parau. Jimin menatap Yejin sendu. "Akan ku pastikan kau jadi milikku." Jimin hanya menatap Yejin simpati dan berjalan meninggalkan ruangan itu. Jin berpapasan dengan Jimin.

"Ya, kau mau kemana?" Tanya Jin mencegat Jimin.

"Menemui pacarku."

.
.
.
.
.

"Yejin a... makanlah." Saran Jin yang duduk di sisi ranjang Yejin. Yejin mengatupkan giginya rapat seraya menggumamkan sesuatu, raut wajahnya tampah gelap dan mengerikan. Jin berusaha mendengar suara kecil itu.

"Ada apa?" Tanya Jin khawatir, ia mendekatkan kepalanya untuk mendengar kalimat Yejin lebih jelas.

"Akan kuhancurkan kau, Sarang... akan kuhancurkan... pasti... Chim-oppa adalah milikku..."

CheonSarang Book 2 : MISTAKESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang