03

5.8K 340 2
                                    

Hana terduduk gugup. Tangan mungilnya meremas-remas ujung dress dan membuatnya semakin mengusut. Kepalanya tertunduk memikirkan apa jawaban yang harus dia berikan atas pertanyaan yang dilontarkan seorang wanita yang telah sangat baik padanya. Wanita paruh baya yang mungkin seumuran ibunya itu tiba-tiba datang saat acara tahlilan hari kedua neneknya. Dari awal wanita itu begitu baik padannya. Dia dan suaminya terus membantu prosesi penguburan neneknya sampai acara tahlilan selesai. Jika mereka tidak datang, entah bagaimana Hana bisa melewatkan saat-saat paling menyedihkan itu seorang diri.

"Bagaimana Hana, apa kau bersedia menjadi menantu tante?" tanya wanita itu pada Hana yang masih tertunduk

Betapa Hana ingin sekali menolak. Betapa dia ingin sekali menyelesaikan pendidikannya dan menjadi sosok yang begitu dia cita-citakan dari kecil. Tapi sekali lagi hutang budi harus dibayar kan.

Dan Hana baru tahu sebuah kenyataan yang meluluhlantakkan perjuangannya meraih cita-cita. Perjanjian antara Ibunya dan wanita yang bernama Seramika Kumoro Aji. Untuk menjodohkan anak-anak mereka kelak. Dan seperti belum cukup, dengan berat hati Tante Ika mengatakan itulah permintaan terakhir neneknya karena wanita itu telah membiayai hidup mereka selama ini. Sekali lagi hutang budi. Dan ikatannya begitu menjerat Hana yang malang.

"Ji...jika Tante Ika tidak malu bermenantukan saya..."

"Tentu saja tidak. Aku senang sekali memiliki menantu yang manis sepertimu..."

Jawaban Hana yang diliputi kegugupan langsung terpotong kata-kata antusias dari Tante Ika.

Hana dapat merasakan tatapan tajam sepasang mata yang semakin menusuk mengarah padanya. Tatapan yang diliputi kebencian yang sangat besar. Apa karena Hana tidak menolak atau karena rasa bencinya yang Hana sendiri tidak tahu apa sebabnya. Seperti Hana punya pilihan lain saja. Apa sosok didepannya ini sadar jika dia tidak dalam posisi yang bisa memilih. Sekali lagi karena hutang budi. Hana berusaha mengabaikan tatapan itu dan terus menunduk.

"...benar kan, Aryo?" lanjut Tante Ika

Mau tidak mau Hana yang penasaran dengan jawaban pria yang terus menatapnya penuh kebencian, mengangkat kepalanya sedikit dan langsung dihadiahi sosok seorang pria yang begitu tampan dan mempesona. Sesaat Hana seperti lupa bernafas. Berlebihan memang tapi itulah kenyataannya. Aryo Kumoro Aji, adalah sosok pria bagai adonis yang tidak akan menerima penolakan dari wanita manapun termasuk Hana. Tanpa sadar pipinya merona dan sialnya hal itu tertangkap mata Aryo.

"Tentu saja, bu. Kenapa tidak."

Tidak ada satu orang pun disana yang menangkap nada jijik dan meremehkan dari suara Aryo. Tapi Hana sadar. Remasan tangannya semakin mengeras. Rasa takut memenuhi hatinya. Rona merah itu beralih memutih, pias. Hana sangat yakin jika pria didepannya begitu menolak rencana perjodohan ini. Hana tersenyum miris dalam hati, lagipula mana mungkin lelaki sesempurna Aryo mau bersanding dengan rakyat jelata sepertinya. Hana hanya bisa mengasihani dirinya sendiri. Dengan sisa usahanya terakhir, Hana kembali mencoba bersuara

"Tante Ika, maaf sebelumnya tapi apakah putra tante..." bahkan melafalkan nama Aryo saja Hana kehilangan nyali.

"...mau..." sambungnya lirih

Tante Ika seakan tersadar akan persetujuan putranya atas perjodohan ini. Aryo selalu saja menghindar dengan tidak membalas pesannya atau pura-pura sibuk dengan perusahaannya. Tapi kali ini putranya tidak akan bisa menghindar.

"Benar kata Hana, kau tidak akan menolak permintaan ibumu kan, sayang?" tanya Tante Ika

Aura kebencian semakin menguar dari tubuh Aryo. Perempuan busuk didepannya ini sudah melemparkan kartu mati padanya. Dan usahanya menghindar selama ini hancur sudah. Andaikan dia tahu niat Hana adalah untuk membantunya dan bukan malah memojokkan.

"Terserah ibu saja" balasnya dengan senyuman paling manis yang dia miliki.

Dan kepalan tangan Aryo yang memutih menahan amarah, tidak luput dari perhatian Hana. Sekali lagi Hana hanya bisa memasrahkan nasibnya pada calon imamnya kelak.

Tiba-tiba Tante Hana menepuk tangannya dan dengan semangat berkata

"Aryo, kau antar Hana pulang yah. Ini sudah malam" desak Tante Ika

Hana yang mendengar itu jadi gelagapan.

"Ti...tidak perlu Tante. Hana bisa pulang sendiri!"

Tante Ika malah cemberut. Sungguh Hana tidak ada niatan membuat orang sebaik Tante Ika kecewa. Baru juga wanita itu ingin memprotes perkataan Hana, mereka langsung dibuat bungkam saat,

"Aku akan mengantar Hana. Lagian sudah malam, tidak baik seorang gadis secantik Hana berkeliaran kan?" ujar Aryo tiba-tiba

Betapa sumringah senyum Tante Ika mendengar perkataan putranya. Tak terkecuali Hana yang merona hanya karena sepatah kata 'cantik'.

Dan saat Aryo berjalan melewatinya, Hana bersumpah jika dia mendengar Aryo bergumam

Munafik

Dan untuk kesekian kalinya Hana berusaha tegar menghadapi cobaan hidupnya.

Hana berjalan lebih lambat dibelakang Aryo. Betapa inginnya dia segera menjauh dari tempat ini. Tepatnya bukan tempat ini melainkan menjauh dari calon tunangannya yang terasa begitu membencinya. Ingin rasanya Hana bertanya dengan lantang kenapa Aryo begitu membencinya. Kesalahan apa yang sudah dia perbuat pada pria itu. Bertemu saja baru hari ini. Namun keberanian selalu saja menguap, pergi entah kemana.

"Masuklah"

Suara dingin dan datar milik Aryo menarik Hana dari lamunannya. Dengan gugup dia masuk ke mobil dan menutup pintu yang dibukakan asal oleh Aryo dan ditinggal sebelum dia masuk. Sekali lagi tawa miris menghinggapi hatinya. Kau hanya rakyat jelata Hana, batinnya.

Pria itu tetap diam selama perjalanan. Hana menarik nafasnya dalam-dalam. Berada berdua seperti ini benar-benar menyesakkan. Hana mencoba membaur dengan takdirnya, tepatnya memaksa diri untuk mencoba. Hana berdehem sebelum mengajak Aryo berbicara.

"Ap..."

"Diamlah, sebelum aku muntah mendengar suaramu!" potong Aryo penuh kebencian

Sedangkan Hana, tidak usah ditanya lagi betapa terkejutnya dia dengan perkataan Aryo. Begitu bencikah pria itu padanya. Apa salahnya. Ya Tuhan, apa salahku, batinnya sesak

Hana meremas lapisan kain didepan dadanya dan memejamkan matanya rapat-rapat. Menarik nafas pendek-pendek agar usahanya menahan air mata kesakitan tidak mengganggu pria disebelahnya.

Berdoa dalam hati, jika ini adalah cobaan hidup semoga Tuhan memberinya kekuatan agar bisa terus bertahan.

Semoga

-----------------------------------------

Maaf jika ane malah upload ini dulu, habis idenya lagi mengalir deras

L.O.V.E (Why You Hurt Me So Much)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang