14

4.8K 379 82
                                    

Oh...Em...Ji...gooong!
Entah berapa abad sudah ane melalaikan tugas negara menghibur kalian semua...
Salahkan saja......
Krik...krik...
Bingung mau nyalahin siapa karena emang ga ada...
Jadiiii.....maafkan ane untuk kesekian kali karena super duper lama update
Tidak hanya cerita yang ini tapi yang lain juga....
Langsung aja yah...ane melakukan penebusan dosa...h!

******************************

Walaupun tidak begitu keras, namun suara bantingan buku keatas meja kayu cukup membuat Ika menghela napas kesal. Entah terbuat dari apa kepala anaknya ini. Bahkan batu terhitung masih terlalu lembek.

"Paling tidak ketemu dulu, Ar!" tidak menyerah Ika terus mendesak. Siapa tahu kali ini berhasil.

"Hah!" Aryo menyisir rambutnya kebelakang dengan kesepuluh jarinya. Frustasi.

"Tidak, bu! Untuk kesekian kalinya aku jawab tidak. Dan kumohon ini yang terakhir ibu memaksaku!"

Entah hilang kemana putra penurut itu. Padahal dulu dia selalu melakukan apapun yang ibunya mau.

"Ar, Ayahmu sudah semakin menua. Ibu juga. Dulu kau menolak untuk kuliah kedokteran...ayah dan ibu tidak melarangmu. Kau ingin berbisnis sendiri, kami juga tidak pernah membatasi...tapi ini demi kelangsungan rumah sakit kita, Nak. Ibu mohon..." Ika menarik napasnya lelah sebelum melanjutkan.

"...Dini seorang dokter bedah yang menjadi andalan rumah sakit kita. Jika kau tidak mau meneruskan biar istrimu yang jadi pengganti ayah. Menikahlah dengan Andini, Ar!" bujuk Ika penuh permohonan.

Bukannya melemah, Aryo malah menatap kesal pada ibunya. Mengalah, Aryo memejamkan matanya mengendalikan emosi yang merangkak naik keubun-ubun.

"Ibu tau kan...apa yang saat ini sedang aku lakukan? Aku masih mencarinya...bu..." Aryo melembutkan nada suaranya. Bujukan harus dilawan dengan bujukan. Bagaimanapun Ika adalah sosok seorang ibu yang begitu menyayangi putranya. Putra satu-satunya.

"Dan sampai saat ini belum ada hasil apapun, ibu benar kan?"

Fakta itu menghantam kesadaran Aryo. Hatinya kembali merasa sakit. Bertahun-tahun sudah. Apa ini saatnya dia menyerah.

Tidak.

Tidak.

Kali ini dia lah yang harus menggambar jalannya sendiri. Menentukan dengan siapa dia akan menghabiskan hidupnya. Dengan siapa dia mencurahkan hatinya tanpa batas. Dan itu sudah pasti. Hanya 'dia' yang berhak.

Hanya Hana.

Aryo berjalan mendekat dan memeluk ibunya erat. Kepalanya dia jatuhkan kebahu ibunya.

"Aku mohon dukung aku, bu. Aku yakin bisa menemukannya..."

Aryo mengangkat kepalanya dan menatap lurus kemanik mata ibunya. Senyum lemah terukir dibibirnya.

"Setelah nanti kami menikah...dia yang akan menggantikan papa...bukankah dia calon dokter yang jenius..." Aryo menyelipkan hiburan sarat candaan agar ibunya terhibur. Namun penuh pintaan pengertian.

Ika terdiam beberapa saat maraup seluruh ekspresi sedih dan lelah dari putranya yang semakin hari semakin menjelek saja. Pelihara brewok tapi tak terurus. Sedangkan Aryo hanya menunggu tanpa ingin mendesak.

"Bagaimana aku bisa tidak mengabulkan keinginanmu....jika wajahmu mengiba seperti monyet kelaparan begini..."

Dan keduanya terkekeh mendengar ledekan Ika.

"...tapi...sudah sejauh mana pencarianmu akan Hana, Ar? Ini bahkan sudah mau lima tahun berlalu dan entah dimana dia sekarang. Jujur ibu ingin bertanya keseluruhan tragedi yang dulu itu padanya. Ibu terlalu emosi..."

L.O.V.E (Why You Hurt Me So Much)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang