"Enngggg!!!!"
Bahkan gigitan kuat pada kain dimulutnya sama sekali tidak membantu menghilangkan rasa perih yang tak tertahankan. Bahkan airmata Hana sudah mengalir deras menahankan sakit yang teramat menyiksanya. Hana menarik napasnya dalam-dalam, menguatkan diri dan kembali membaluri kewanitaannya yang sudah semakin terluka dan berdarah dengan obat antiseptik.
"Eeeenghh...kkkkhhhh!!!" Hana sampai meringkuk menahankan perih yang terus membakar kewanitaannya. Sekuat tenaga Hana menahan kesadarannya agar tidak menghilang.
Hana melemparkan obat itu dengan asal dan melepaskan kain yang telah berlubang karena gigitannya yang terlampau kuat, bukti jika hal yang barusan dilewati Hana amatlah menyakitkan.
Luka yang bahkan belum sembuh kembali meradang dan membuat Hana berjalan terseok-seok. Hana masih mampu mengucapkan syukur karena ibu pemilik butik bersedia mengantarkan semua pakaian yang dipilih kerumah calon mertuannya. Ya, Tuhan! dia bahkan sudah tidak sanggup berjalan apalagi sambil membawa barang-barang yang ditinggalkan Aryo dengan seenaknya. Hana tidak ingin memikirkan kemana pria itu pergi meninggalkannya sendiri. Bahkan Aryo sepertinya tidak sudi hanya untuk sekedar melihat Hana berbalut gaun pengantin.
Dengan susah payah Hana mendirikan tubuhnya dan berjalan pelan kearah tempat tidur. Menghembuskan napas lega karena berhasil melewati satu lagi harinya dalam kesendirian. Lama Hana hanya terbaring menyamping tanpa ada niatan memejamkan kedua matanya. Hanya menikmati cahaya bulan yang mengintip dari jendela kamarnya.
"Ayah, Ibu...Nenek, apa kalian disana melihatku..." perlahan Hana memejamkan mata dan mengalirkan setetes air yang tersisa dari tangisnya.
"Maaf...Aku mengecewakan kalian..." ucapnya lirih sebelum mengizinkan mimpi menjemputnya.
Mimpi yang mungkin bisa menghibur dan menguatkan hati dari bukti kecintaan Tuhan padanya. Bukti cinta melalui cobaan hidup.
---------------------------------------------------------------
Mulutnya mengeluarkan umpatan yang begitu kasar. Baru juga dia mau memejamkan mata, sekarang sudah harus diganggu dengan suara gedoran kuat dari pintu kamarnya. Oh! jika bukan karena permintaan ibu dia tidak akan mau pulang kerumah setelah menghabiskan malam bersama Valdie di klub langganan mereka. Bocah itu mengatakan jika dua minggu kedepan dia akan sangat sibuk dan hanya kemarinlah waktu luang yang dia punya untuk membayar hutang traktiran pada Aryo.
"Aryo! Ayo temani ibu jogging! Kau jangan tidur saja!" teriak Ika dari balik pintu.
Sungguh Aryo sangat malas membawa tubuh beratnya untuk berdiri dan memenuhi permintaan ibunya.
"Aryo!" Ika kembali berteriak.
"Iya, Ibu sayaaaaang...." dengan malas akhirnya Aryo menyeret kedua kakinya dan membuka kunci pintu kamar. Terpampanglah wajah kesal Ibunya yang sekarang malah mirip dengan Ibunya Nobita. Mau tidak mau Aryo tersenyum dengan pikirannya sendiri.
"Apa senyum-senyum. Sebentar lagi kau sudah mau jadi suami. Yang belajar bangun pagi itu bukan cuma istri tapi juga suami. Semakin sering kau bangun pagi, semakin cepat Ibu punya cucu!"
Apa coba maksud ibu cantiknya ini. Batin Aryo bingung.
Tidak butuh waktu lama untuk Aryo bersiap. Bahkan dia sudah selesai memakai sepatu saat matanya menangkap ibunya masih memoles sunblock keseluruh wajahnya. Aryo menyilangkan tangan dan menyenderkan punggungnya kedinding. Mengamati sang ibu yang masih begitu cantik diusia senjanya. Aryo begitu bersyukur ibunya masih menemaninya sampai sebesar ini. Aryo pasti akan hancur jika dulu ibunya tidak terselamatkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
L.O.V.E (Why You Hurt Me So Much)
RomansBersama mereka Menyayangi kedua nya dan mungkin jatuh cinta pada keduanya Tapi yang tidak aku tahu Mereka berdualah yang menghancurkan masa depanku Kedua pria itulah yang mengelapkan masa laluku Dan kedua pria itu pula yang telah merenggut kehormata...