Suasana kelas yang riuh bukan lagi menjadi hal yang tabu. Tetapi itu seakan menjadi hal yang wajar, apalagi dipagi hari ini. Kelas XI IPA 1 menjadi kelas yang paling ramai diantara kelas yang lainnya. Apalagi saat ini guru-guru yang mengajar sedang mengadakan rapat untuk siswa-siswi kelas XII.
"Anjir! Kaos kaki siapa nih?"
"Dino bego! Kenapa selada sampai ke kepala gue sih?"
Berbagai macam teriakan dan sautan yang sangat heboh tak mengganggu kegiatan seorang gadis yang duduk di ujung kelas paling belakang."Iya nih, mereka rame banget ya?" kata gadis itu. Raya namanya.
"Kamu kalau besar jangan jadi seperti mereka. Ingat orangtua yang susah payah menyekolahkan kita." kata Raya lagi kepada seseorang di sampingnya.
"HEI! LIHAT, SI BODOH ITU BICARA SENDIRI!" teriak Irene heboh sambil menunjuk Raya di pojok kelas.
Serentak seluruh murid-murid yang sedari tadi asik dengan dunianya sendiri menolehkan kepala mereka kearah Raya.
Tetapi yang dibicarakan tidak merasa dia sekarang menjadi pusat perhatian. Raya tetap berbicara asik dengan sosok di sebelahnya.
"Kau mau apa? Membunuh mereka?" tanya Raya datar kepada Eksel, teman ghaibnya.Sontak saja pernyataan tersebut membuat seluruh murid yang mendengarnya merinding. "Kurasa jangan, tak akan seru bila kau langsung membunuhnya." ucap Raya santai sambil berjalan menuju keluar kelas.
"Dia menyeramkan," ucap Fina salah satu orang yang disana.
"Tapi masih lebih seram muka lo," kata Dino masih dengan tatapan mengarah ke pintu.
"Anjing!" balas Fina yang merasa tak terima dihina oleh Dino. Mengambil kamus yang ada di mejanya, Fina melemparkan benda tersebut sekuat tenaga kearah Dino yang masih saja diam memandang kearah pintu.
"ANJIR!" maki Dino, "siapa yang ngelempar kamus ke gue!"
"Gue, kenapa? Mau bales, hah?" tantang Fani. Sedangkan Dino hanya merutuki karena yang melempar kamus itu adalah seorang perempuan.
***
"Eh awas jangan mendekat!" peringat Reno sahabat karib Rama saat melihat ada salah satu fans Rama yang akan menghampirinya.
"Mau apa? Ngasih bekal? Sini ke gue aja. Gak usah ke Rama." kata Dimas salah satu sahabat yang lainnya.
Sedangkan si Rama sendiri hanya mengernyitkan dahi tanda was-was kepada apa yang akan terjadi apabila para fans-nya itu mendekat kearahnya.
"Udah yok. Kita ke belakang sekolah aja." ajak Rama.
Ketika mereka berjalan melewati koridor sekolah, formasi tetap sama. Yaitu, barisan paling depan adalah Reno, pada baris tengah Rama dan yang paling belakang adalah Dimas. Atau bisa juga membentuk barisan horizontal tetapi yang pasti Rama tetap dibagian tengah barisan. Hal itu bukan berarti mereka tak punya kerjaan atau hal asal. Tetapi farmasi seperti itu di fungsikan agar Rama tak terkena bahaya. Bahaya yang mengancamnya bisa datang kapan saja. Apalagi para fans yang sangat agresif kepadanya.
"Gue heran, kenapa yang suka sama lo kok tetap banyak ya?" kata Dimas terheran-heran. "Padahal mereka kan tahu kalau idolanya itu punya kelainan." sahutnya lagi disertai dengan gerakan tangan horizontal di dahi.
"Mungkin itu yang dinamakan cinta sejati." kata Rama cuek.
"Preet!" celetuk Dimas.
Taman belakang yang memang sangat jarang di kunjungi itupun saat ini sedang sepi. Mereka berjalan kearah bangku dengan meja bundar dari kayu.
Sebenarnya taman belakang ini sangat indah. Hanya saja karena letaknya jauh dari gedung sekolah sehingga anak-anak jarang ada yang mengunjungi taman ini.
Reno membuka bekal. "Wih, enak nih," Dimas yang mendengar itu melihat kotak bekal yang di bawa Reno.
"Enak banget jadi Rama. Gak perlu ngeluarin uang buat makan." Dimas menatap kagum ke Rama yang bermain game Dimas kanjeng.
Merasa diperhatikan Rama mengangkat pandangannya, "Apa?" katanya dengan datar.
Dimas dan Reno hanya menggeleng tak jelas, lalu mereka berebut sekotak sushi dari fans Rama tadi.
Suasana pun jadi hening. Reno dan Dimas masih asik dengan makanannya, dan Rama pun sedang berkonsentrasi dengan game Dimas Kanjengnya.
"Eh, cantik tuh cewek." celetuk Reno sambil menunjuk seorang cewek yang sedang duduk tak jauh dari mereka.
"Mana?" Dimas menanggapi.
"Itu yang duduk sendirian," kata Reno, "Tapi kok bawa bekel dua ya? Atau dia lagi nunggu temennya?" Reno menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Namanya juga cewek elah. Pasti kemana-mana gak pernah sendirian," sahut Rama masih dengan bermain game kesayangannya.
"Eh, tapi tunggu!" kata Reno sambil menegakan badannya.
"Dia ngomong sendirian anjir!" Reno melototkan matanya.
Dimas yang penasaran pun menolehkan pandangannya. Memicingkan mata, "Anjir! Iya bener," kata Dimas tak menyangka, "Serem tuh cewek."
Rama yang mendengar teman-temannya membicarakan hal berbau mistis langsung menegang. Menolehkan pandangan kearah objek yang sedari tadi menjadi bahan pembicaraan.
Melihatnya dengan seksama. Rama bangun cepat dari tempat duduknya. Dengan wajah pucat pasi dia berlari kencang sambil berteriak, "SETAN!"
*************
TBC
Hhuaaaa plong. Uughh!
Jangan lupa Vomment^^
'Kia
KAMU SEDANG MEMBACA
RAMA & RAYA
Teen FictionBukan tentang siapa yang memuja kelebihanmu. Tapi tentang siapa yang memelukmu ketika tahu kekuranganmu-