delapan

95 11 2
                                    

Rama duduk termenung di bangkunya. Memikirkan tentang gadis yang ia temui di parkiran tadi dan ia berjanji bahwa dirinya akan berusaha untuk tidak berurusan dengan gadis aneh itu lagi. Apalagi ketika ia tahu bahwa gadis yang sampai saat ini belum ia ketahui namanya itu, memiliki hubungan dengan Dirga. Entah hubungan seperti apa yang mereka jalin, Rama tak tahu dan tak mau tahu.

"Oi, Bos!"

Rama dikagetkan dengan tepukan keras dipundaknya. Tentu saja dia tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Revan? Karena hanya anak itu saja yang memanggilnya dengan panggilan 'Bos'.

Rama menggumam menyahuti sapaan Revan. Dilihatnya kini Revan menaruh tas pada bangku didepannya.

"Ngapain deh, lo pagi-pagi udah ngelamun?" tanya Revan heran.

"Gak apa-apa, iseng aja," jawab Rama. Sedangkan Revan mengendikan bahu tak acuh.

Rama menyalakan HP-nya, lalu membuka aplikasi line dan melihat chat dari seseorang yang dari beberapa hari yang lalu tidak ia balas. Bahkan ia read saja tidak. Ia bingung harus membalas apa pesan dari orang itu. Pasalnya ini terlalu 'mendadak', dan Rama tak suka.
Tak mau memikirkan hal itu lagi, akhirnya Rama memasukan HP-nya kedalam kolong meja. Lalu, ia menumpuk kepala diatas lipatan tangannya, mencoba untuk tidur. Rama lupa bahwa tadi pagi ia meminum obat yang membuatnya mengantuk.

"Ram, gue mau curhat," kata Revan tanpa menoleh ke belakang.

"Masa ya, tadi kan gue lewat parkiran. Ada rame-rame di pojokan, gue kira ada pasangan mesum yang lagi ketangkep. Eh, ternyata lebih dari itu!" ucap Revan antusias.

"Lo mau tahu apa itu, Ram?" tanya Revan masih dengan membelakangi Rama.

"Hm," gumam Rama setengah sadar. Ia tak peduli dengan semua cerita Revan, yang ia pedulikan kini hanyalah menuntaskan kantuknya.

"Ternyata ada si cewek aneh yang ketemu kita di taman belakang lagi nyium tangan Dirga!" kata Revan dengan menggebrak meja. Yang membuat beberapa siswa yang ada di kelas menoleh kearahnya. Tapi Revan tak peduli dan masih meneruskan ceritanya.

"Dan gara-gara itu, gue harus membopong cewek yang pingsan di depan gue!" seru Revan, "tapi gak apa-apa sih, lagian karena itu juga gue dapet nomer itu cewek," kata Revan lalu memutar badannya kearah Rama.

Revan mendengus kasar ketika ia tahu bahwa Rama sedari tadi ternyata tidur, dan tak mendengarkan ceritanya. Dengan perasaan gondok Revan memukul belakang kepala Rama dengan sedikit keras.

"Rasain lo!"

***

Raya merasa risih sekarang, karena sedari tadi hampir semua penduduk sekolah melihat-lihat kearahnya. Menunjuk-nunjuk dirinya sambil mengatakan suatu hal yang berhubungan dengan Dirga.

Raya tahu apa penyebabnya, tentu saja ia tahu. Bahkan ia sendiri sampai sekarang masih mengutuk dirinya sendiri karena gegabah. Bukannya ia naksir atau nafsu kepada Dirga, hanya saja hasrat itu tak lagi dapat ia tahan. Hasrat yang sedari kemarin ia tahan, ia sangat teramat ingin memanggil Dirga dengan panggilan abang, meskipun umur mereka sama, tetapi tetap saja Dirga adalah kakaknya.

Raya sudah lama menginginkan kehadiran seorang abang, tapi ia juga sadar bahwa itu tak mungkin, karena Raya adalah anak pertama. Tetapi semuanya menjadi kenyataan saat ia tinggal bersama ibunya.

"Oh si cewek aneh itu?"

"Udah aneh, ganjen pula."

"Itu pacarnya Dirga?"

Raya tetap berjalan, tak menghiraukan semua perkataan dan tatapan yang sedari tadi menghujam dirinya. Sampai satu tangan menghentikan langkahnya.

"Hei! Mau kemana lo?"

Raya sudah menebak ini akan terjadi, bahkan ia sudah menunggu hal ini. Raya mengangkat kepalanya pelan, mencoba melihat siapa yang menghalanginya. Dan matanya langsung membulat melihat seseorang didepannya.

Dirga menatap mata Raya, menunggu jawaban dari 'adik'nya ini.

"A-ah, aku ingin ke kantin," jawab Raya.

"Lo gak bawa bekal?" tanya Dirga lagi. Setahu Dirga, tadi ibunya membuatkan bekal untuk mereka berdua, tapi memang seperti itu setiap harinya.

"Tidak. Aku lupa membawanya," kata Raya mengalihkan pandangannya.

Dirga menghela napas. "Yaudah. Yuk, makan bareng gue," ajak Dirga pelan, suaranya pun melembut selembut tarikan tangannya pada Raya, mengajak Raya menuju taman belakang tempat ia biasa memakan bekalnya.

Raya pun hanya diam mengikuti tarikan lembut Dirga, ia merasa senang sekarang, rasanya Raya belum pernah sesenang ini sebelumnya.

"Aduh," eluh Raya. Keningnya membentur punggung tegap Dirga, dilihatnya Dirga yang saat ini berdiri diam memandang kearah depan, masih tetap menggenggam tangannya. Raya mengintip dari balik punggung Dirga, bola matanya membesar.

Cowok itu lagi!, batin Raya.

Siapa lagi yang dimaksud kalau bukan Rama? Sepertinya takdir memang sengaja mempertemukan mereka secara terus menerus.

Rama memandang gadis dibelakang Dirga yang matanya membulat lucu melihat kearahnya. Dirga yang tahu bahwa Raya dipandangi oleh Rama, langsung menarik Raya kebelakang punggungnya. Rama menaikkan sebelah alisnya, dilihatnya tangan Dirga yang sedari tadi menggenggam tangan Raya. Lalu Rama mendengus tak peduli dan melangkah pergi.

"Ayo, Ray," kata Dirga.

Raya masih menatap kepergian Rama yang semakin menjauh dan hanya terlihat punggung tegapnya. Raya merasa ada sesuatu yang berkaitan antara dirinya dan Rama, tapi ia tak tahu itu apa. Akhirnya Raya hanya mengangkat bahunya tak peduli.

*
*
*
*

Vomment^^

'Kia

RAMA & RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang