tigabelas

101 12 8
                                    

Hari terus berlalu. Tak terasa sudah seminggu terlewat setelah kejadian malam dimana Rama mengantar Raya pulang. Selama hampir seminggu itu juga Rama dan Raya tak pernah bertemu. Mereka kembali ke rutinitas masing-masing, seakan kejadian pada malam itu tak pernah terjadi.

Lima hari ini juga Dio berusaha untuk mendekati Raya. Untuk menyampaikan terima kasih atas tegurannya pada waktu itu. Kalau saja ia terlambat pulang, mungkin kesalahan yang pernah ia perbuat terhadap Gisel akan terulang kepada mamanya. Tetapi seolah tujuan Dio bukan hanya untuk meminta maaf saja, mungkin ia memang sengaja untuk melakukan pendekatan kepada Raya. Hal itu membuat Dirga menjadi uring-uringan tiap hari. Ia tak terima adiknya didekati oleh cowok seperti Dio.

Seperti saat ini. Raya dan Dirga sedang menikmati makan siang mereka di halaman belakang, tetapi menjadi terganggu akibat kedatangan Dio.

"Siang Raya.." sapa Dio dengan nada ceria. Tak lupa memberikan senyum pepsodent miliknya yang menurut para kaum hawa sangat mengagumkan. Tetapi Raya bukan seperti kaum hawa kebanyakan. Ia spesial. Tapi tidak pakai telor.

"Siang juga," balas Raya seadanya. Lalu kembali melanjutkan kegiatan makannya.

Dio mengambil tempat duduk diantara Dirga dan Raya. Lalu mengeluarkan bekal yang juga ia bawa. Mulai hari ini ia membawa bekal, mengikuti Raya dan Dirga yang selalu membawa bekal untuk makan siang.

"Lo ngapain sih di sini!" sentak Dirga. Dio tak menghiraukannya, ia malah asik memakan bekalnya sambil memandangi Raya yang sangat anggun menurutnya saat makan.

Dirga langsung panas melihat Dio yang tak mendengarkan ucapannya. Ditariknya tangan Raya dan mengambil bekalnya, lalu mengajak Raya untuk pergi dari tempat itu. Dio pun langsung berdiri mebawa bekalnya juga, mengikuti Raya dari belakang dengan pelan. Ahh... Dio sendiri juga tak mengerti mengapa ia mengekor seorang Raya.

Dirga berhenti secara tiba-tiba, disusul dengan Raya yang berhenti disampingnya dan juga Dio yang berhenti di belakang mereka.

"Lo apaan sih!" bentak Dirga gemas, menoleh kebelakang memelototi Dio dengan ganas.

"Lo yang apaan. Pake narik-narik tangan bidadari gue."

"Inget ya Yo. Lo itu gak boleh suka sama Raya. Raya itu masih kecil dan lo uda tua!"

"Gue seumuran sama lo, anjir!"

"Tapi Raya itu adik gue. Berarti lo tua buat dia," sangkal Dirga lagi, "jangan kaya Ahjussi Goblin deh lo. Yang sukanya sama anak SMA padahal dia uda tua," lanjut Dirga dengan sewot.

Raya yang berada di samping Dirga hanya berdiri dengan bosan melihat perdebatan mereka. Perdebatan yang sebenarnya tak pantas untuk mereka lakukan. Seperti anak kecil.

"Tapi gue, lo dan Raya itu seumuran!" Kata Dio dengan geregetan.

"Pokoknya lo tua. Titik."

Dirga langsung menarik tangan Raya pergi meninggalkan Dio yang masih menatapnya dengan tak terima.

"Awas lo!" Teriak Dio jengkel.

***

"Bang.." panggil Raya pelan.

Dirga menoleh. "Nanti pulangnya mampir ke Indomaret bentar ya."

"Mau beli apa?"

"Urusan cewek." Raya mengangkat bahunya pelan.

Dirga langsung menatap Raya dengan lekat. Ekspresinya menunjukan bahwa ia sedang berpikir.

"Kenapa?" tanya Raya.

"Lo kok gak kaya cewek PMS yang lain sih? Biasanya kan cewek-cewek kalo pas anu sukanya marah-marah gak jelas." ujar Dirga, "bahkan mama juga kaya gitu kalo lagi anu. Gue sama papa jadi serba salah."

"Ya mungkin karna aku ini Raya. Bukan cewek lain," jawab Raya santai.

"Hmm.. Bisa- bisa." Dirga setuju dengan ucapan Raya.

"Yaudah yuk, masuk kelas. Mau gue anterin sampe depan kelas?" tawar Dirga dengan lembut. Tangannya mengusap kepala Raya pelan.

Raya tersenyum. "Gak usah, sampe sini aja. Nanti ketemu langsung di parkiran aja ya."

"Ok, bye Ay." Dirga melambaikan tangannya kearah Raya dan tersenyum manis. Raya membalasnya dengan senyum manis miliknya juga.

Raya membalikan tubuhnya untuk pergi menuju kelasnya, tetapi langkahnya terhenti karena di depannya kini ada sebuah sosok yang sedang menantikannya. Ia menatap Raya dengan datar, wajah pucatnya masih tak dapat menutupi kecantikan yang ia miliki. Mungkin semasa hidup sosok ini sungguh teramat cantik, hingga saat ia sudah menjadi arwah pun masih terlihat kecantikannya.

Arwah itu tak berbicara apa-apa. Hanya melihat Raya dengan diam. Sedangnkan Raya juga memperhatikan arwah itu, biasanya jika ada arwah yang muncul di depannya, mereka akan langsung mengutarakan keinginannya untuk bertemu Raya. Entah itu meminta bantuan atau hanya ingin berteman. Tetapi arwah di depannya ini berbeda, ia hanya diam. Dan akhirnya pergi menghilang. Meninggalkan Raya masih terdiam dengan iringan bell tanda masuk.

Raya menaikan pandangan menuju ujung lapangan di depannya. Manik mata Raya langsung bertemu dengan mata Rama yang memang saat ini sedang menatapnya juga. Dan entah mengapa ia merasa bahwa suasana di sekitarnya seakan berhenti. Angin menerbangkan dedaunan kering yang ada di sekitanya. Meniup pelan rambut indahnya. Dan menyebarkan aroma yang sangat memabukan.

Oh.. Apakah ini sebuah pertanda?

Tapi apa?

*
*
*
*
*

Alhamdulillah...
Terima kasih untuk yang memberi komen ataupun vote. Saya sangat menghargai itu.

Btw, saya updatenya termasuk cepet atau gk?

Vomment...

'Kia

RAMA & RAYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang